CHAPTER 6 : Memalukan!

886 161 73
                                    

Hi guyss, kangen gak sama Arsh?
(。・ω・。)

Btw, aku seneng banget kalian suka sama cara penulisanku yang sebenernya tuh masih tanya mbah google soal sinonim kata, biar gak berulang hehe

Makasih banyak yaa, vote sama komen kalian berharga banget buatku

Oke deh enjoy~♥

***

"Ukh... ," ringis Aine menahan rasa sakit di telapak kakinya. Ia baru ingat bahwa telapak kakinya terluka oleh kerikil-kerikil kecil yang bertebaran di jalan tadi.

Ringisan Aine dan langkahnya yang tiba-tiba terhenti membuat Leon mengernyitkan dahinya. Tadinya Ia ingin mendengus dan bertanya dengan kesal, apalagi yang Elf lembut di sampingnya keluhkan. Namun saat Leon melihat jari-jari kaki Aine yang berlumuran darah dengan tanah dan kerikil lembut menempel di lukanya, Leon segera memelototi Aine.

"Mengapa kau tidak bilang jika kau terluka?! Kau ingin kakimu tak bisa berjalan lagi atau bagaimana?!" sentak Leon dengan gusar. Dengan paksa Ia mendudukkan Aine di sebuah batu besar yang jauh dari pinggir tebing.

Aine hanya memainkan jari-jarinya dengan rasa gugup, sembari menjaga telur Naga serta bungkusan daunnya agar tak jatuh. Bagaimana Aine bisa bilang bahwa Ia terluka, jika Ia sendiri saja lupa dengan rasa sakit di kakinya.

Sebelum Aine sempat membuka bibirnya untuk memberitau Leon bahwa Ia bisa menyembuhkan diri, telapak tangan kasar milik Leon dengan sigap membekap bibir Aine sembari memberinya tatapan tajam.

"D.I.A.M... ," geram Leon penuh penekanan. Dengan cekatan, tangannya mengambil botol air yang tergantung di pinggangnya, lalu dengan lembut, Ia membasuh luka-luka di telapak kaki Aine. Sebagai perban mendadak, Leon merobek lengan pakaiannya sendiri yang berwarna putih dan membalut luka Aine yang sudah bersih dengan hati-hati.

Semua tindakan mahir tadi hanya memerlukan waktu kurang dari lima menit. Seolah-olah, kedua tangan besar itu telah terbiasa merawat luka-luka yang bahkan lebih fatal dari milik Aine.

Bulu mata Aine yang panjang nan lentik, sedikit bergetar lembut saat Ia melirik lengan kiri Leon yang terekspos, memperlihatkan otot bisepnya yang kuat dan jantan. Namun tatapan Aine terfokus pada berbagai bekas luka yang terdapat pada lengan Leon, seperti luka pedang yang telah dibiarkan begitu lama. Namun bukannya terlihat buruk, itu hanya menambah aura Ksatria milik Leon.

Leon yang menggantungkan kembali botol air kosong ke pinggangnya, sedikit tersentak saat jari telunjuk Aine menyodok otot bisepnya dengan ekspresi sendu. Ia menatap Aine dengan tatapan aneh. Mengapa Elf di depannya terlihat begitu patah hati saat yang memiliki bekas luka adalah dirinya?

"Terima kasih, Leon... umm... apakah ini masih sakit?" tanya Aine dengan bibir mengerucut, menahan rasa sedih di hatinya saat melihat betapa menderitanya penyelamat tampannya ini.

Leon yang mendengar pertanyaan Aine, hanya mendengus sembari mengalihkan pandangannya seakan itu bukanlah hal yang perlu di besar-besarkan.

"Tidak," jawab Leon singkat sembari berlutut membelakangi Aine, memperlihatkan punggung lebarnya. Ia menoleh ke belakang, menatap Aine dan berkata dengan malas, "Naik, kau lambat kalau berjalan. Bahkan siput di tanah saja bisa salto dua kali sebelum mencapai garis finish untuk mengalahkanmu."

Aine merasa tersinggung, walau tubuhnya yang sekarang terlihat ramping dan lemah, namun di dunianya dulu, Ia adalah pemenag lomba lari tau! Lari dari kenyataan maksudnya.

Walau dengan gerutuan-gerutuan lirih dan ekspresi merajuk, Aine tetap menaiki punggung Leon dan melingarkan lengannya di leher remaja berambut merah muda itu.

I Became the Third Male Lead of a Sadistic Female ProtagonistWhere stories live. Discover now