[ BAB - 03 ]

1.3K 292 116
                                    

Bantu koreksi typo, ya.

[ BAB 03 - PENEMPATAN POSISI ]














“Ibu Lula, tolong—katanya di XII IPS G, ada yang make hena.

Pukul 08.30 pagi, La Lula baru tuntas menghukum siswa yang tidak mengenakan perintilan lengkap sewaktu upacara, ia belum duduk di kursi. Bahkan tas tentengnya belum ditaruh. Sedangkan dirinya disuruh menangani aduan siswa.

Lagipula, hena tidak termasuk pelanggaran! Kalau bukan guru sepuh yang akan segera pensiun—La Lula jamin, ia sudah menyembur guru yang fokus bermain ponsel itu.

Tolong, lah, biarkan La Lula bernapas dahulu.

Ditambah, La Lula bukan tipikal manusia yang gampang ambil pusing. Semisal tidak suka, ia akan mengutarakan, kalau ia merasa tidak adil; ia pasti bersuara.

Tingkat kesabarannya pun sangat tipis. Setipis satu helaian rambut.

“Jangan cuma rambut yang kamu catok. Kerjaan kamu disepelein.”

Lah?

Perasaan, La Lula cuma diam? Kenapa rambutnya disenggol? Hobi betul mencari gara-gara.

“Bu Ismi, aku emang nyatok rambut tiap pagi. Tapi, aku enggak telat tiba ke sekolah, kok. Urusan style aku enggak perlu dibawa-bawa. Aku barusan udah ngehukum siswa, ini jadwal piket Ibu, semestinya Ibu yang bertugas, tapi saya gantiin. Minimal, Ibu ucapin makasih, tapi kalau emang enggak pengen berterimakasih, jangan bikin aku jengkel. Tadinya, aku ikhlas ngebantu Ibu, sekarang nyesel. Senin depan, Ibu piket sendiri.”

Astagfirullah, Ibu Lula, kasar banget sama orang tua. Padahal, Ibu niatnya baik, ngeingatin kamu tugas guru gimana.”

La Lula merotasikan bola mata. Ia mengembuskan napas panjang. Ia beranjak menuju kursi, letih akibat seharian berdiri.

“Enggak usah diingetin, Bu. Ibu sendiri lupa tugas Ibu, ngapain ngingetin tugas aku? Buang-buang waktu Ibu yang berharga.”

Ibu Ismi mengusap dada. Seakan perlakuan La Lula begitu keji. Faktor umur, La Lula mencoba harap maklum.

Alhamdulillah, anak Ibu enggak jadi nikah sama kamu.”

La Lula mengepalkan tangan kuat-kuat. Ia memang pernah menolak lamaran dari Lionel. Semenjak itu, ibu Ismi selalu memperlakukan La Lula seenak jidat. Bukan cuma secara verbal, La Lula pernah dirundung fisik, guna menguji kesabaran dirinya.

Setiap La Lula membela diri, guru lain serempak menyudutkan. Hanya Dennisa yang pasang badan. Nasib guru muda, katanya ingin menumpaskan bully yang terjadi di sekolah. Pamflet perundungan di panjang di semua kelas, ramai mengadakan sosialisasi pembully-an, mengundang narasumber berpengalaman pula!

Eh! Giliran sesama pendidik, melakukan hal yang sama. Giliran dikatai mem-bully, menggunakan kata 'mengajari' sesama pendidik untuk berdalih.

Miris. Miris sekali.

Kesampingkan sifat 'tak ambil pusing' La Lula, ia kepalang dongkol, bu Ismi menyinggung banyak hal yang enggan ia bahas; yang tak ada hubungannya dengan jobdesk mereka sebagai guru BK.

Marriage On RulesWhere stories live. Discover now