[ BAB - 11 ]

1.5K 295 188
                                    

Bantu koreksi typo, ya!

[ BAB 11 — TASK AND RULES #1 ]











Radhyan melihatnya.

Sesuatu yang tidak seharusnya ia saksikan. Pemuda berpigmen biru tersebut tanpa sengaja menjadi saksi kekejian seorang ayah kepada putrinya. Ia menahan napas, seraya menggeser untaian gorden menutupi jendela balkon yang seukuran pintu.

Ia mengambil tas ransel, lekas meninggalkan kamar menuju lantai dasar. Di living room, maniknya menemukan sang papa yang bersantai ria dengan memainkan mini golf di sudut ruangan.

“Pa?”

“Lho? Mas mau kemana?” tanya Mahendra, bingung dengan outfit putranya, yang nampak ganteng.

Ouh! Produk buatannya tidak ada yang gagal kalau soal fisik. Ia bangga menghasilkan bibit unggul.

Sayangnya, Radhyan tak memanfaatkan parasnya untuk menggaet gadis-gadis. Sekalipun playboy—ia berasumsi putranya akan dimaafkan, berkat fitur pahatan wajah yang menawan.

“Perpustakaan sekolah,” balas Radhyan.

Ah ..., minesnya Radhyan terlampau acuh tidak acuh. Siapa yang betah dengan makhluk yang pelit bicara dan ekspresi modelan dirinya? Bahkan, ia saja malas mengobrol lama, saking tidak adanya timbal balik yang sesuai.

“Jam segini? Yakin, Mas?”

Netra Mahendra melirik lemari jam. Pukul delapan malam—putranya mau ke perpustakaan sekolah? Rajin sekali. Perasaan, ia sudah menyediakan ruang perpustakaan di rumah supaya anak-anaknya tidak kerepotan. Apa koleksi buku di sana masih belum lengkap?

“Pa?”

“Iya, boleh—jangan lewat jam sepuluh, ya, Mas,” peringatnya.

Melewati batas jam malam pun, aslinya Mahendra takkan marah. Boro-boro marah, menegur putranya barang sedikit saja ia tidak tega.

“Oke.”

“Hati-hati, semangat belajarnya. Enggak usah dapet nilai bagus, yang penting lulus, Mas.”

Radhyan manggut dua kali dengan tampang datar yang menyerupai ekspresi sang mama. Mahendra menggeleng, ia melambaikan tangan, yang tentu seratus persen tidak akan digubris si sulung—si tembok beton.

Pemuda tersebut menuju pos pengamanan, meminta satpam menelepon salah satu sopir yang tinggal di kompleks yang didirikan oleh kakeknya; kompleks itu adalah fasilitas gratis untuk para pekerja yang berjumlah sekitar tiga puluhan unit.

“Udah, Mas Radh, malem-malem mau ke mana?” Si satpam bertanya sembari menyodorkan jacket.

Ia menelepon sopir pribadi Radhyan. Bekerja di sini memiliki jobdesk yang berbeda-beda, menyesuaikan dengan kemampuan dan keterampilan petugas.

“Sekolah,” jawab Radhyan, ia meraih jacket, auto memakainya.

Tidak berselang lama, seorang sopir datang ditemani sang putri yang pasti akan mengantarnya menuju parkiran.

Radhyan mengembuskan napas lega, ia diam-diam mengulum senyum tipis, selepas menyadari bahwa perempuan belia tersebut tidak apa-apa. Ia tidak terlambat menolongnya. Setidaknya, untuk hari ini.

“Malem, Mas Radh!” sapa riang si perempuan.

“Malem, Key.”

Selalu begitu.

Marriage On RulesOnde histórias criam vida. Descubra agora