you

7.6K 948 116
                                    

"Gin gendong" pinta Riji dengan sedikit manja, ia rasa sebentar lagi kedua kakinya akan patah. Hari ini agenda yang diadakan oleh keluarga adalah mendaki gunung, yang merupakan ide dari si bungsu. Yang lain setuju karena memang mereka sudah lama tidak berlibur bersama. Tapi siapa sangka jika jarak mendaki yang mereka tempuh sangatlah jauh. Beberapa diantara mereka sudah merasa sesak nafas dan ingin pingsan.

Riji kira permintaannya tidak didengar oleh Gin karena tak ada balasan apapun darinya. Tapi setelahnya Gin berjalan mendahului Riji dan berjongkok di depannya. Riji terdiam dalam keterkejutannya, merasa tak ada pergerakan buat Gin menoleh.

"Ayo naik, katanya mau gendong" sontak hal itu membuat Riji gelagapan, padahal niatnya hanya bercanda saja.

"Enggak enggak, bercanda doang tadi" tolak Riji panik, melihat hal itu membuat Gin tertawa.

"Udah cepet, tawarannya gak berlaku dua kali" mendengarnya membuat Riji goyah, akhirnya ia naik ke punggung Gin dengan hati-hati. Tangannya berpegangan dengan cara memeluk leher Gin dari belakang. Keduanya kini tertinggal cukup jauh dari rombongan, Gin melangkahkan kakinya sedikit lebih cepat agar bisa menyusul.

"Nah nanti gantian lu gendong gue" ucap Gin sambil tertawa, mendengarnya buat Riji ikut tertawa. Tangannya menoyor kepala Gin pelan, membuat tawa Gin semakin mengeras.

"Sialan ternyata minta imbalan" keduanya tertawa riang tanpa memperdulikan jika yang lain kini tengah menatap mereka. Setelah beberapa menit akhirnya rombongan itu sampai di puncak, tepat sebelum matahari terbenam. Gin menurunkan Riji, kemudian ia berpura-pura merasa pegal setelah menggendong Riji. Sontak Riji dengan cepat membantu Gin memijat punggung dan bahunya.

Semuanya berlomba-lomba untuk mengabadikan indahnya langit sore itu, dari sana mereka bisa melihat hamparan laut yang sangat indah. Gin melihat ke sekeliling, hingga matanya menangkap ada danau tak jauh dari tempat mereka berdiri. Kakinya melangkah menuju danau, hal itu mencuri perhatian Riji yang berdiri di samping Gin. Pria berambut hitam itu mengikuti Gin dari belakang, ia menghentikan langkahnya di samping Gin.

"Anj- kaget sialan" melihat ekspresi Gin membuat Riji tertawa, sedangkan Gin hanya mengelus dadanya dan mendorong pelan bahu Riji. Kini keduanya kompak duduk di tepi danau, menikmati hembusan angin yang menerpa wajah keduanya.

"Gak nyangka gue bisa sejauh ini" Riji menoleh pada Gin yang tengah menutup matanya, ia rasa pria di sampingnya sangat menikmati suasana di sini. Meski sudah bekerja bersama dalam waktu yang cukup lama tak membuat Riji tau banyak tentang kehidupan Gin sebelumnya.

"Tadinya gue mau nyerah aja, capek banget idup" Gin membuka matanya perlahan, menatap kosong danau di depan mereka. Riji hanya diam mendengarkan Gin melanjutkan ceritanya, ia tak berniat menyela sedikitpun. Gin tersenyum menoleh pada Riji, terlihat sangat tampan meski tatapannya sarat akan kesedihan. Baru pertama kalinya bagi Riji melihat ekspresi Gin seperti itu, selama ini yang ia tau adalah pria di sampingnya penuh dengan keceriaan.

"Gue capek selalu ketemu orang munafik, selama ini orang-orang cuma manfaatin gue doang. Rasanya mau mati aja waktu dikhianatin temen sendiri, bisnis gue bangrut gara-gara mereka. Ke kota juga gak ada bedanya, isinya cuma penjilat doang. Tadinya gue mau berhenti aja" tangan Gin menarik lengan bajunya ke atas, memperlihatkan bekas sayatan yang sudah kering. Riji membelalakan matanya, ia tak menyangka jika masa lalu Gin sekelam itu. Kini ia sadar jika Gin tak pernah memakai baju pendek, bahkan saat membuat tato ia meminta untuk menjadi yang terakhir agar semua orang pulang duluan.

"Sampe akhirnya gue ketemu Rion, Caine, sama Souta, temen masa kecil gue. Gue ngerasa ada cahaya harapan buat ngelanjutin idup" senyuman Gin kini terasa berbeda, matanya mengatakan jika dirinya kesakitan.

"Kok lu nangis si" saat Gin menolehkan wajahnya menatap Riji, ia tak dapat menahan tawanya. Sedari tadi anak itu hanya diam mendengarkan cerita Gin, ia tak menyangka jika Riji sangat tersentuh oleh ceritanya. Kini Riji tengah mencoba mengusap matanya cukup kencang, berharap air matanya berhenti mengalir. Melihat itu buat Gin refleks menarik tangan Riji untuk menghentikannya.

"Jangan dikucek, nanti merah" ucapnya pelan, dirinya tersenyum menatap wajah sembab Riji. Sebenarnya ia juga ingin menangis, tapi gengsi rasanya. Tangannya mengusap pipi basah Riji, meski setelahnya tetap basah karena air mata masih mengalir deras.

"Kok lu ga pernah cerita sih" meski sesenggukan, Riji berusaha untuk mengucapkan kalimat itu. Tak pernah terbesit di kepalanya jika pria seceria Gin mengalami kehidupan yang pahit. Memang benar, orang yang banyak tertawa adalah orang yang banyak memiliki luka.

"Lah, ini cerita" tanggapan dari Gin membuat Riji kesal, ia mendorong tubuh Gin dengan kakinya. Sontak hal itu membuat Gin tertawa lebar, biasanya ia akan membalas perbuatan Riji tapi kali ini ia hanya pasrah.

"Tuh ingus lu ati-ati kejilat, emmm asin" kini Gin tertawa keras dengan candaannya sendiri, tangannya mengeluarkan sapu tangan dari kantong jaketnya. Niat hati membantu mengelap air mata Riji, namun sapu tangan itu direbut sebelum sampai ke wajah di depannya.

"Gue aja, nanti lu ngelapnya gak bener" sejujurnya Riji ingin tertawa mendegar ucapan Gin, tapi ia pilih untuk berpura-pura jengkel. Ia bersihkan sisa air mata yang membasahi wajahnya, sedikit malu karena menangis di depan Gin.

"Ape lu" sinis Riji pada Gin yang tengah menatapnya, padahal dalam hatinya ia sedang salah tingkah. Tangan Gin terangkat untuk mengusak rambut Riji pelan, hal itu membuat wajah Riji memerah padam. Tak tahan bertatapan dengan mata Gin, ia memilih untuk mengalihkan pandangannya pada danau di depan. Kini gantian Gin yang terpesona, pantulan warna orange membuat wajah Riji semakin tampan apalagi ditambah rona merah di pipinya.

"WOY AYO PULANG, BERDUAAN MULU, YANG KETIGA GARIN NOH" teriakan Rion buat keduanya terkejut, kompak mereka menoleh ke belakang dan menemukan yang lain tengah menatap mereka. Garin yang tadinya tertawa kini menatap Rion tak terima, mengacungkan jari tengahnya pada sang kepala keluarga.

"Yuk balik" ajak Gin pada Riji, ia lebih dulu bangkit dan mengulurkan tangannya. Melihat bantuan itu buat Riji tersenyum, ia raih tangan Gin dan berdiri. Pikirnya Gin akan melepaskan tangannya ketika ia sudah berdiri, tapi Gin malah menggenggam tangannya dan berjalan mendekati yang lain. Riji panik dibuatnya, tapi ia tak berusaha melepaskan genggaman itu menghasilkan sorakan dari yang lain.











Romancenya tipis tipis yaaa, soalnya belum dapet feelnya. Next bakal ada Keylea, jadi ditunggu yaaaa~ hopes y'all enjoy and see you on the next story byeeeeee 💋🦖

Keluarga Mapia [TNF] [RionCaine]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang