12. Kericuhan Tak Terduga

781 116 96
                                    

Hari keenam menjelang acara puncak.

Satu hari lagi menjelang hari puncak pendewasaan Pangeran bungsu membuat negeri Terra Aeterna layaknya bersuka cita menyambut hari tersebut. Di hari ke-6 ini, istana Terra Aeterna mengundang seluruh rakyat untuk menuju halaman belakang istana yang terletak di bagian barat.

Mengarah langsung ke arah silva vitae, hutan lebat milik negeri Terra Aeterna. Sedari pagi buta, rakyat sudah berkumpul di halaman istana untuk menyaksikan perburuan yang dilakukan oleh 7 Pangeran Terra Aeterna.

Acara perburuan yang menampilkan kehebatan dan ketangkasan 7 putra Emperor melakukan persaingan di dalam hutan.

"Hari ini aku pasti akan menang!" Seru Haechan menggebu-gebu seraya meneliti alat panah nya. "Aku akan mendapatkan mangsa lebih cepat dari kalian!"

Chenle tersenyum remeh. "Kau selalu mengatakan itu sedari bertahun-tahun yang lalu, namun tetap saja kau berada di peringkat ke-2," ledek nya menjulurkan lidah.

Haechan berdecih sinis. "Hanya berbeda 1 menit dari Jeno." Bela nya tak terima di rendahkan. "Setidaknya aku selalu berada di peringkat ke-2," ujarnya lagi.

Renjun mendengus malas. "Kau selalu berada di peringkat ke-2, bahkan kami sudah pernah berada di peringkat pertama."

"Setidaknya aku tidak berada di peringkat terakhir seperti anak lemah itu." Balas Haechan sinis.

Mark memperhatikan ke penjuru ruangan mereka saat ini. "Dia tidak ikut?" Tanya Mark dengan nada dingin.

Jisung menggeleng pelan. "Dia mengalami patah kaki," jawab Jisung ketika mengingat kondisi Jaemin saat ia jenguk kemarin.

"Baguslah," kekeh Jeno tertawa culas. "Anak bodoh itu terlalu lemah untuk persaingan ini. Dia akan selalu menempati posisi terakhir di dalam hidupnya."

Jisung tidak mengerti, kenapa Jeno sangat membenci Jaemin? Pangeran yang lain memang memiliki rasa kebencian kepada Jaemin, tapi Jeno terlalu memperlihatkan bahwa dia sangat membenci Pangeran ke-5 itu.

"Kau akan memakai senjata yang mana?" Tanya Renjun menyadarkan Jisung yang melamun.

Jisung menunjukkan tombak dengan ukiran naga di tangan kanan nya. "Sepertinya ini saja," gumam nya.

Renjun mengangguk paham. "Itu sangat sesuai untukmu. Dengan postur tubuhmu yang tinggi, jarak lemparan tombak tidak terlalu menjadi penghambat bagimu." Jelas Renjun.

"Apakah masih dengan jalur yang sama?" Tanya Chenle sambil mengasah pedang nya.

Haechan selaku pewaris Silva Vitae menggeleng. "Jalur nya akan di perpanjang hingga ujung Silva Vitae."

"Kenapa di perpanjang? Bukankah setiap tahun jalur nya hanya sampai padang grasidi?" Heran Jisung.

Haechan mengangkat bahu, acuh. "Tanyakan saja kepada Ayahmu, Jisung." Balasnya tidak peduli.

Jeno berdecih sinis. "Laki-laki tua itu selalu saja sesuka hatinya." Gumam nya kesal.

Mark melengos pergi, meninggalkan ruangan terlebih dahulu. Ia malas jika harus membahas tentang Jung Yunho.

"Pangeran pertama itu sangat sombong." Cetus Chenle tak suka.

"Jangan membuat keributan," sergah Renjun menatap malas. "Cukup fokus pada perburuan masing-masing hari ini." Seloroh nya lagi.

Jeno meninggalkan ruangan. Ia berjalan dengan langkah tegap dan sorot mata angkuh yang menambah kesan menyeramkan pada sosok Pangeran tersebut. Langkah kaki nya membawa ia menuju kolam kecil di samping peternakan kuda. Ia menghampiri kolam tersebut dan duduk di samping gadis yang asik menikmati suara air kolam.

[ii] The Seven Sons, D² (Delight & Dolour) || NCT DREAMWhere stories live. Discover now