18. Tulisan di Atas Laut Lepas

936 147 118
                                    

"Na Jaemin.. tolong, aku tidak kuat jika harus menghadapi siksaan ini sendirian.."

Bulu mata lentik dan halus itu mulai bergerak kecil. Jari telunjuk nya mulai menunjukkan pergerakan dan ringisan lirih mulai terdengar.

"Jaemin?" Panggil Mark yang sedari awal menjaga Jaemin.

Mata itu mulai terbuka. Menampilkan netra hazel yang terlihat indah namun menyedihkan. Sorot matanya terlihat kosong, tak ada kehidupan yang berarti di dalam bola mata itu.

"A..air.." lirih Jaemin melirik kearah teko kecil di sebuah nakas.

Mark mengerti, ia langsung mengambil segelas air dan membantu Jaemin untuk meminum air tersebut.

"Merasa lebih baik?" Tanya Mark dengan raut cemas.

Jaemin hanya mengangguk kecil. Tubuhnya masih terasa kaku dan sakit, Jaemin tidak bisa bergerak aktif sehingga ringisan sakit masih terus keluar dari bibir nya.

"Di bagian mana yang sakit? Katakan. Apa perutmu sangat sakit? Atau di bagian kaki yang sakit? Atau.."

"Cerewet," ketus Jaemin menyela perkataan Mark. "Aku hanya butuh istirahat." Lanjut nya kesal.

Jaemin menarik napas panjang sembari menutup kedua mata nya. Kening nya mengkerut dalam, mengingat kembali suara yang memanggil nya dengan penuh putus asa.

Dari sekian banyak mimpi atau suara yang hadir di setiap tidurnya Jaemin, kali ini adalah suara yang berbeda. Suara seorang gadis yang meminta pertolongan nya, tapi Jaemin tidak mendapat petunjuk apapun tentang gadis ini. Ia benar-benar tidak tahu siapa gadis itu.

Jaemin merasakan tangan dingin bertengger di kepalanya, memijat pelan dahi nya yang terasa sakit, ia membuka mata dan melihat Mark yang tersenyum kecil kepadanya.

Afeksi yang di peroleh secara tiba-tiba membuat Jaemin tersentak kecil. Ia tidak terbiasa memperoleh perlakuan hangat dari orang-orang di sekitarnya.

"Terimakasih banyak.." Mark menjeda kalimatnya. "Terimakasih dan maaf atas segala rasa sakit yang kau tahan saat ingin menyelamatkan kami." Lanjut nya tersenyum tulus.

Jaemin mendengus kecil. Ia merasa aneh karena menerima perlakuan hangat dari Mark yang biasanya selalu bersikap dingin kepada nya.

"Kau harus tahu. Haechan masih menangis sampai saat ini," kekeh Mark membocorkan aib Haechan.

Kening Jaemin mengernyit dalam. "Haechan? Kenapa dia menangis?" Tanya nya bingung.

"Karena tadinya kapal ini akan berlayar tanpa kau." Jawab Mark sendu. "Haechan menangis sangat kencang, memohon untuk putar balik dan kembali ke pinggir laut untuk menjemputmu. Di saat ledakan itu terdengar, dia semakin meraung dan berteriak memanggil namamu."

Jaemin berdecih. "Dramatis sekali," respons nya tersenyum sarkas.

Mark menggeleng pelan. "Aku tahu kau tidak akan percaya dengan cerita ini, mengingat kembali semua perlakuan buruk yang kau terima maka wajar bagimu untuk tidak percaya kepada kami."

Pangeran pertama itu menarik napas panjang melihat sorot penuh keraguan di bola mata Jaemin. "Tidak masalah, Jaemin. Kau pantas untuk menaruh rasa curiga dan benci kepada orang yang telah menyakitimu." Kekeh Mark tersenyum tipis.

"Kau pasti tidak akan percaya jika Jeno yang menggendongmu saat kau berakhir sekarat, bukan?" Mark kembali bercerita.

Jaemin mendelik dan mendengus malas. "Orang pertama yang sangat ingin membunuhku tidak akan mungkin untuk menyelamatkanku." Seloroh Jaemin sarkas. "Lebih baik dia membiarkanku mati dari pada menyelamatkan hidupku."

[ii] The Seven Sons, D² (Delight & Dolour) || NCT DREAMWhere stories live. Discover now