34

70 7 58
                                    

Liburan yang diinginkan Aya se-usai ujian mungkin hanya akan menjadi khayalan sebelum tidur, karena sampai hari ke lima liburan, Pasha tidak pernah membahas apa pun.

Sebenarnya Aya ingin menuntut kapan mereka liburan, tetapi kesibukan Pasha akhir-akhir ini membuat Aya tidak sempat mengobrol banyak seperti biasa.

Aya melirik jam di dinding, sudah pukul dua belas dan dia belum memasak apa pun untuk makan siangnya, memesan secara online, sedikit takut setelah satu minggu lalu mertuanya bercerita tentang bahaya mengkonsumsi makanan fast food terlalu sering. Ingin memasak, malas sekali karena hanya untuk dirinya sendiri.

Senyum Aya terukir begitu teringat Ibunya. Hanya Ibunya yang tidak ingin dibantu saat memasak. Jadi, ia putuskan makan siang hari ini di rumah keluarganya.

🌷

Baru sampai di depan cluster perumahan, Aya dibuat kesal, disapa satpam yang pernah menyebarkan fotonya turun dari mobil Pasha pada Ifeh, bukan hanya satpam, di sana juga ada pemilik warung bubur sop
kacang yang pernah bertanya pada neneknya tentang hubungannya dan Pasha sebelum mereka resmi menikah. Melihat orang tersebut, membuat Aya ingin melampiaskan kekesalan.

"Udah lama nggak ke rumah, mentang-mentang udah punya laki." Yang baru saja bicara adalah pemilik warung.

Aya tersenyum dengan kondisi hati luar biasa jengkel. Ia ingin menjawab kasar, tetapi ada rasa takut, mengingat dua orang yang sedang berkumpul ini adalah orang super cepu yang pernah ia temui di permukaan bumi.

"Udah isi?"

Cukup lama Aya diam karena bingung maksud pertanyaan pemilik warung, sampai orang itu memperjelas pertanyaan, membawa-bawa 'hamil'.

"Oh.. kebetulan perut Aya isinya nasi bukan bayi. Pak, ayo bukain," pinta Aya diakhir pada Pak satpam yang sedari tadi hanya diam menyimak. Aya tahu, diamnya si satpam pasti sedang merekam isi percakapannya di otak.

Begitu barrier gate terbuka, Aya langsung tancap gas menuju rumah orangtuanya.

Sampai di rumah, Aya hanya menemukan motor Ibunya terparkir di halaman dan dua sepeda milik adiknya yang di sandarkan ke jendela dan satunya bersandar ke motor Ibunya. Di sini Aya gagal faham, apa fungsinya standar sepeda jika tidak digunakan?

"Aya," kaget adik bungsunya begitu melihat Aya masuk.

"Eh ompong."

"Aduh, kenapa, lagi tantrum ya kamu?" Tanya Aya sambil mengusap bagian perutnya karena dilempar si bungsu dengan lego.

"Aku udah nggak ompong lagi, gigiku udah tumbuh!"

"Oh.." Aya terkekeh pelan. "Itu panggilan sayang aku buat kamu."

"Aku nggak suka!" Lalu Laits celingukan, seperti sedang mencari sesuatu. "Ka Pasha mana?"

"Ngapain kamu cari Om Pasha? Mau minta dibeliin lego lagi? Nggak boleh ya, Pong, aku nggak mau duit Om Pasha abis-abis di kamu."

"Kenapa kamu panggil Ka Pasha, Om?" Heran Laits.

Aya diam sejenak untuk berpikir. "Itu... itu karena perbedaan umur kami jauh, makanya manggil Om."

"Kalo kamu panggil Om, kenapa aku disuruh Mumi panggil Kakak?"

"Tahu ah, pikir sendiri!" Lalu Aya melangkahkan kaki menuju dapur. Bicara dengan Laits tidak ada manfaat, malah Aya semakin kelaparan dan haus.

The game Where stories live. Discover now