Chapter 3 - Dia Membunuh Tanpa Ragu Demi Keselamatan nya

17 7 14
                                    

Di sebuah tempat yang cukup gelap, terdengar suara erangan pelan dan permohonan ampun. Seorang pria tampak gemetar, menundukkan kepalanya dalam-dalam di depan seseorang yang berdiri dengan sikap dingin dan mengancam. Cahaya redup menyorot wajah pria yang memohon ampun itu, menunjukkan bekas luka dan memar yang masih baru.

"To-tolong... ampuni saya... saya benar-benar menyesal...," ucapnya dengan suara bergetar, hampir tak terdengar karena ketakutannya.

Pria yang berdiri di depannya menatapnya dengan pandangan tajam, penuh kebencian dan dendam yang terpendam. Dia menghela napas panjang, seolah menikmati penderitaan orang yang berlutut di hadapannya.

"Kau menyesal, ya?" katanya dengan nada sinis. "Lucu sekali. Kau pikir permohonan ampunmu akan menghapus semua kesalahanmu?"

Dengan gerakan cepat, pria itu menendang orang yang berlutut di depannya, membuatnya terjatuh ke belakang dengan keras. Suara pukulan dan erangan kesakitan kembali terdengar, mengisi ruangan gelap itu.

"Setiap tindakan punya konsekuensi," lanjut pria itu tanpa belas kasihan. "Dan kau, kau akan merasakan setiap detik dari penderitaan yang kau sebabkan."

Orang yang terbaring di lantai mencoba merangkak mundur, tetapi pria itu menginjak tangannya dengan keras, menghentikan gerakannya. "Tidak ada tempat untuk lari," katanya dengan senyum dingin di wajahnya. "Kau akan membayar untuk semua yang telah kau lakukan."

"Ta- tapi dia tidak sesuai dengan apa yang anda katakan ..." ucap pria itu.

"Apa maksudmu ...? dia hanya cecunguk lemah ...!" getak pria iru

"Dia sendirian ... menghabisi kami di lorong itu ... 25 orang dia jatuhkan tanpa luka sedikit pun ... bahkan peluru tidak bisa menembusnya ..." ucap pria itu gemetaran.

Pria itu duduk kembali dan memikirkan beberapa hal, "Dia tidak mungkin mempunyai ilmu kebal ... dia pasti menggunakan baju pelindung, dia kan orang tajir ..." ucap pria itu sambil mengerutkan keningnya.

"Kalau begitu aku akan pancing dia dengan menyiksa kekasih nya ..." ucap pria itu dengan angkuh.

Pria itu menyeringai jahat, matanya berkilat penuh dendam. "Aku akan pastikan dia merasakan sakit yang luar biasa. Aku akan hancurkan segala yang dia cintai, dimulai dari kekasihnya."

Dia berdiri, tangannya mengusap dagunya yang licik. "Aku akan tangkap kekasihnya malam ini. Dia tidak akan punya tempat untuk bersembunyi. Saat dia melihat penderitaan kekasihnya, dia akan berlutut memohon ampun."

Pria itu tertawa pelan, penuh dengan kebencian. "Aku akan menyiksa kekasihnya di depan matanya, sampai dia tidak bisa menahan tangis. Aku akan hancurkan hatinya, tubuhnya, dan jiwanya. Dan saat dia memohon untuk mati, aku hanya akan tertawa."

Dia memandang keluar jendela, merencanakan langkah berikutnya dengan hati-hati. "Kekasihnya akan menjerit memanggil namanya, tapi tak akan ada yang bisa menolong. Tidak ada yang akan mendengar jeritan mereka di tempat ini."

Dengan tatapan tajam, pria itu memanggil anak buahnya. "Siapkan segala sesuatu. Malam ini kita akan berburu. Pastikan tidak ada yang tahu rencana kita. Kita akan bawa kekasihnya ke tempat yang paling gelap dan tersembunyi. Di sana, penderitaan mereka akan menjadi kenyataan."

Anak buahnya mengangguk, segera bergerak untuk mempersiapkan segala sesuatu. Pria itu tersenyum puas, membayangkan rasa sakit yang akan segera ia ciptakan. "Aku akan pastikan dia menyesali setiap tindakan yang pernah dia lakukan. Dia akan tahu bahwa bermain-main denganku adalah kesalahan terbesar dalam hidupnya."

Kemudian di suatu tempat, seorang pria duduk di balkon rumahnya, wajahnya mengeras dan matanya menyala penuh kemarahan. Dia mengepalkan tinjunya, menekan keras pada sandaran kursi. Seakan dia tahu sesuatu yang tidak bisa diterima.

Dead or Alive in Second Life : REWhere stories live. Discover now