Chapter 53 - Perjalanan Haruto Makin Panjang

4 1 0
                                    

Noir masih tergeletak di atas tanah, tatapannya menembus langit yang berangsur tenang setelah kekacauan. Debu dan sisa ledakan masih melayang di udara, menyisakan jejak pertempuran yang baru saja terjadi. Dalam diam, Noir merenungi keadaannya—terkapar tak berdaya, sesuatu yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.

Pikiran Noir berkelana pada detik-detik sebelum semuanya terjadi, saat kesombongannya memuncak, meyakini bahwa kekuatannya tak tertandingi. Namun kini, terbaring di tanah dengan tubuh yang penuh luka, ia merasakan getirnya kenyataan yang baru saja menghantamnya. Haruto, yang dahulu ia pandang sebelah mata, telah melampaui ekspektasi dan menyeretnya ke dalam kenyataan pahit.

"Sial... aku terlalu meremehkan," gumam Noir, suaranya hampir tenggelam di antara desau angin yang membawa serpihan sisa ledakan. Pandangannya menerawang, menatap langit yang kini hanya dihiasi awan tipis, seolah tak peduli pada peperangan yang barusan mengguncang dimensi ini.

Bayang-bayang kesombongan yang Noir pertontonkan dalam pertarungan tadi kini kembali menghantuinya. Dia teringat betapa dia berdiri dengan angkuh, memandang Haruto sebagai pejuang yang takkan pernah mencapai kekuatan sejatinya. Namun kini, dalam keheningan yang dingin, ia menyadari bahwa kesombongannya adalah kelemahan terbesar. Haruto bukan lagi sosok yang ia kenal dulu—dia telah berkembang menjadi sesuatu yang bahkan Noir sendiri belum sepenuhnya pahami.

"Haruto..." Noir menghela napas panjang, merasakan beratnya setiap luka yang mengingatkan pada kekalahan ini. "Kau lebih kuat dari yang kukira... mungkin bahkan lebih dari yang pernah kubayangkan."

Langit di atasnya seolah menyimbolkan jarak yang harus ditempuh untuk kembali berdiri sebagai yang terkuat. Noir tahu, ini bukan hanya tentang mengembalikan kekuatannya, tetapi juga tentang menelan kesombongan yang hampir menjadi kejatuhannya. Di dalam dirinya, tumbuh tekad yang baru, bukan sekadar untuk melawan Haruto, tetapi untuk menghadapi kelemahannya sendiri. Noir menutup matanya sejenak, membiarkan dinginnya realita menghantam tanpa ampun, namun juga menyulut semangat yang pernah padam.

Saat itu, Noir berjanji, kekalahan ini bukanlah akhir baginya. Hanya awal dari perjalanan untuk kembali, lebih kuat, lebih bijak, dan tanpa kesombongan yang membutakan. Kemudian Haruto pun mendekatinya dengan langkah mantap.

"Sesuai janjiku... kau berhak mendapatkan semuanya, Haruto," ucap Noir, suaranya berat namun penuh keikhlasan, seperti seorang raja yang akhirnya menyerahkan tahta.

Haruto mengangguk, masih dengan napas tersengal, tetapi ada kilauan tekad dalam matanya. Namun, sebelum ia sempat meresapi kemenangannya, Noir melanjutkan dengan nada datar yang sangat berbeda dari biasanya, memecah suasana yang penuh ketegangan.

"Tapi... kau benar-benar berlebihan, tahu? Aku bahkan nggak bisa gerak sekarang. Ayo, gendong aku cepat ke kastil," keluh Noir sambil mengerutkan wajah kesakitan. "Aku bukan hiasan taman yang bisa tergeletak begitu saja di sini!"

Haruto tertegun sejenak, bingung apakah harus tertawa atau tetap serius. "Eh? Gendong? Bukannya tadi kamu yang...?"

"Ayo cepat! Mau sampai kapan aku di sini? Udara tanah ini keras, tahu!" Noir merajuk dengan nada sok penting, tetapi wajahnya yang terjepit rasa sakit membuatnya terlihat kocak.

Haruto hanya bisa menghela napas panjang, berusaha menahan senyum. "Baiklah, baiklah, Yang Mulia Iblis, tunggu sebentar."

Ia lalu mendekati Noir, lalu, dengan sedikit kikuk, mengangkat Noir yang sedikit lebih berat dari dugaan. "Kau tahu, ini aneh sekali. Biasanya kan iblis yang minta dihormati, bukan digendong."

"Diam. Ini hanya bagian dari rencana besar," Noir bergumam, berusaha menjaga wibawanya meski posisinya kini di punggung Haruto seperti anak kecil yang minta digendong pulang. "Jangan sampai ada yang lihat kita seperti ini, atau reputasiku sebagai Penguasa Dimensi tamat sudah."

Dead or Alive in Second Life : RETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang