Epiloog (Epilog)

33.7K 3K 363
                                    

AMSTERDAM, 2020

Putri Aries barangkali telah berbahagia dengan Leo. Mereka hidup di nirwana bersama bidadari, seperti Adam dan Eve sebelum terusir dari surga. Tiada yang tahu nasib kakak Putri Aries, si pendengki itu, kecuali kabar yang diterima rakyat bahwa Putri Gemini menjadi gila dan akhir hidupnya sungguh menyedihkan. Ia mati dalam kurungan. Tanpa kasih sayang. Tanpa cinta. Tanpa kehidupan.

Cinta sangat erat kaitannya dengan kehidupan. Menodai cinta artinya mengkhianati kehidupan. Mata bisa menjadi gelap demi mengejar kehidupan membahagiakan. Cinta, seperti udara, merupakan elemen penting dalam kehidupan. Segala hal jahat, tipu muslihat yang dilakukan Putri Gemini salah satu contoh gagal tumbuhnya pohon kehidupan yang ia tanam. Ia bukan mencintai Leo. Ia terobsesi pada Leo. Cinta tak mungkin dilakukan dengan pemaksaan. Hati manusia tidak serapuh dan selemah itu. Kendati Aries dan Leo tak disatukan di bumi, yakinlah mereka hidup lebih bahagia di nirwana.

Ario, Sayangku, jika kita tak disatukan di bumi, kau harus yakin kita disatukan di kehidupan berikutnya. Itu sumpah hidup dan matiku.

Buku di tanganku ini, hasil karya Helenina Bregsma yang disimpan kakek buyutku dalam bentuk kertas lusuh dan telah dimakan usia. Bukan hanya cerita dan penyampaiannya yang menarik itu yang mendorongku menyulap manuskrip tua ter-sebut menjadi buku, melainkan karena ingin menunjukkan pada dunia bahwa seorang Helenina Bregsma memang pernah dilahirkan dan ada. Dunia tak boleh pilih kasih hanya menampilkan karya kakek buyutku, ia harus memperkenalkan pula eksistensi dara jelita yang pernah memenuhi hati kakek buyutku. Bukan hanya berupa batu nisan di belakang galeri, yang keberadaannya tak seorang pun tahu.

Meletakkan buku dengan nama penulis Helenina Bregsma bertajuk "Prinses Aries en Leo", aku meraih cangkir teh dan menyeruput sebentar. Ini teh yang diekspor dari Indonesia, aku dapat mengenali kekhasannya dari aroma dan rasanya yang menyatu dengan lidah.

Sehari lalu aku sampai di bandara Siphol, langsung mengemasi barang menuju apartemen sementara seraya menghubungi bagian penyewaan mobil di Amsterdam. Hari ini aku duduk di Greenwoods bukan tanpa maksud. Kutengok jam di pergelangan tanganku, memperikarakan waktunya. Waktu aku akan segera meninggalkan tempat ini. Waktu berdetak tak sabar ingin melihatku enyah dari kursiku. Sengaja aku bikin ia kesal dengan melemparkan perhatian pada kanal-kanal di sungai yang tampak dari balik jendela tea rooms ini. Di jalanan sana aku mendengar keributan seorang turis dalam bahasa Jerman yang kelihatan kebingungan. Biarpun aku tak dapat berbahasa Jerman, aku tahu apa yang membuat ia kelihatan linglung dan panik. Seorang penduduk Belanda mencoba menenangkannya dalam bahasa Inggris. Rupanya turis itu baru kemalingan sepeda mahalnya. Aku tertawa sebentar. Di Belanda rupanya maling-malingnya lebih tertarik mencuri sepeda. Banyak kasus kemalingan sepeda terjadi di sini. Jika kau datang kemari, pastikan sepedamu terikat oleh rantai pada tiang-tiang yang disediakan khusus.

Sekali lagi aku tengok jam tanganku. Padahal sudah jam sepuluh lebih sepuluh menit. Harusnya ia lewat, sesuai dengan perkiraan. Anak buahku bilang ia melihatnya melewati Greenwoods pada jam sepuluh.

Begitu aku melihat sebuah sepeda yang kutaksir keluaran Batavus melaju melewati Greenwoods, segera aku menarik kursi ke belakang dan menyambar buku sebelum berlari menghampiri mobil yang terparkir di depan tea rooms. Sepeda Batavus itu dilajukan tak terlalu kencang, namun aku cukup waras mengemudikan mobil ini perlahan menguntitnya di sepanjang Singel dan berbelok menyeberangi jembatan Lijnbaanburg. Sepedanya terus melaju lurus hingga melewati jembatan lagi. Aku perlu mengurangi kecepatan mobilku menghindari kecurigaannya yang mulai menoleh ke belakang berkali-kali. Meski demikian, ia tidak menampakkan kepa-nikan, alih-alih bersepeda lebih santai melewati rumah-rumah mungil di kanan kirinya dan akhirnya berbelok menuju Noordermarkt. Ia memarkir sepedanya di tempat parkir, lantas berlarian kecil menenteng tas memasuki sebuah bangunan—lebih cocok disebut rumah yang disulap menjadi bangunan berisikan sekumpulan bocah—dengan papan nama bertuliskan "Het Weeshuis" yang artinya panti asuhan.

HELENINA (SELESAI)حيث تعيش القصص. اكتشف الآن