Part 3

56 0 0
                                    

Bel istirahat pun berdering dengan sangat kencang dan mungkin saja bisa merusak gendang telinga seluruh murid di sini. Seluruh murid berlari keluar kelas mereka masing-masing, ada yang menuju kantin untuk membeli makanan, ada juga sebagian dari mereka yang pergi ke halaman belakang sekolah.

Begitupun dengan aku dan Lili kami berdua berjalan menuju kantin sekolah untuk mengisi perut yang sedari tadi didalamnya terdapat sebuah pertunjukkan cacing-cacing yang sedang menabuh-nabuhkan drum.

Sesampainya di kantin aku dan Lili duduk di bangku yang tidak terlalu ramai orang yang mendudukinya.

"Tessa, lo mau pesen makanan apa?" Tanya Lili sambil menatapku.

"Emm.. gatau nih Li gua bingung mau pesen apa." Ucapku yang entah sedang berada di mana pikiranku saat ini.

"Tess lo kenapa deh, lagi gak enak badan ya? gua liat dari tadi di kelas sampai sekarang di kantin lo bengong terus. Apa lagi mikirin sesuatu ya tess? Cerita dong ke gua siapa tau gua bisa bantu lo biar keluar dari masalah itu." Ucapnya yang sedari tadi telah menyadari ketidak fokusanku.

"Ehh engga kok Li, gua enggak papa. Biasa lo tau sendirikan gua selalu insom setiap malem jadi ya gini deh kalo disekolah efeknya gua selalu ngantuk. Yaudah pesenin gua bakso aja deh ya Li." Ucapku berbohong kepada Lili.

Namun mau di apakan lagi aku sudah terlalu merepotkannya setiap hari Lili selalu mendengarkanku menceritakan segala keluh kesahku. Kali ini aku terpaksa berbohong kepadanya.

Sebenarnya aku tidak memiliki selera makan sedari tadi pagi semenjak melihat Ayah dan Ibuku tiba di Jakarta tanpa memberi tahuku terlebih dahulu, dampaknya moodku langsung berubah.

Akhirnya aku meninggalkan kantin begitu saja tanpa memberi tahu Lili terlebih dahulu. Aku berjalan dengan langkah gontai dengan mood yang tidak karuan menuju taman yang letaknya di belakang sekolah.

Mungkin aku bisa merilekskan sedikit pikiranku jika aku menghirup udara segar di taman.

Namun saat aku berjalan, tiba-tiba seseorang menubruk ku dengan sangat keras sehingga membuat aku terjatuh. aku segera bangkit dan melihat siapa orang yang berani-beraninya menabrakku. Setelah aku bangkit dan melihat secara seksama ternyata yang menabrakku barusan adalah seseorang yang menabrakku juga di pagi hari tadi. Sial, kenapa bisa bertemu dengan orang ini lagi dan lagi. Apakah sekolah ini sebegitu sempitnya sehingga aku bisa bertemu dengannya lagi.

"Eh lo lagi lo lagi. Kenapa lo suka banget nabrak gua sih? Jalanan kan masih lega, kalo lagi jalan tuh matanya di gunakan jangan di tutupin pake kacamata biar gak nabrak orang." Ucapku yang sedikit kesal dan menunjukkan tampang tidak suka karena kebiasaannya yang selalu menabrakku.

"Wes selaw dong siapa juga yang sengaja nabrak lo. Jangan ke-geeran deh mau ditabrak sama orang kayak gua. Gua jalan juga udah pake mata, ya lo nya aja yang jalan tapi pikiran lo kemana-mana makanya gak fokus sama jalanan yang ada di depan lo." Ucapnya yang tak kalah jengkelnya sambil melirikku dengan sudut matanya.

"Eeerrr... udah jelas-jelas lo yang salah masih juga gak mau ngaku dasar orang gak waras." Ucapku dengan tampang yang amat sangat marah.

Langsung saja aku berjalan melalui dirinya. Untuk apa aku tetap tinggal diam di sana hanya untuk meladeni orang yang tidak punya akal itu hanya membuang-buang energi dan waktuku saja jika terus-terusan berdebat dengannya.

Sesaat aku berjalan menjauh darinya tiba-tiba orang itu mengejarku dan menghalangin jalanku.

"Eh woi lo gak punya otak ya? Gamau minta maaf atau apalah gitu sama gua?" Ucapnya dengan nafas yang terengah-engah, sepertinya dia berlari saat mengejarku.

"Idih, ngapain banget gua minta maaf sama orang kaya lo. Yang ada lo yang seharusnya minta maaf sama gua. Udah jelas-jelas lo yang salah. Dasar orang enggak waras." Ucapku dengan nada yang tinggi dan tatapan seperti ingin mencengkram lehernya lalu membunuhnya.

"Yailah biasa aja kali tatapannya gakusah tajem-tajem kayak gitu, kayak pisau aja tatapan lo ke gua jangan-jangan lo mau bunuh gua yak, haduh jangan dong kasian fans-fans gua nanti gimana nasibnya kalo idolanya ini meninggal tragis dibunuh oleh teman satu sekolahnya. Nanti lo pasti di judge dan di cap oleh fans-fans gua sebagai pembunuh berdarah dingin serem gak tuh?" Ucapnya sambil tertawa lalu membuat adegan orang yang ketakutan akan dibunuh secara tragis.

Sungguh menjengkelkannya orang ini. Ingin aku membogem mukanya dan melemparnya jauh-jauh ke negara tetangga agar tidak bisa bertemu dengan orang sepertinya lagi. Aku tidak menanggapi ucapannya, sesegera mungkin aku bergegas untuk menjauhkan diri dari orang yang tidak punya otak itu.

Namun sepertinya Dewi Fortuna tidak berpihak kepadaku, nyatanya dia malah menyamai langkah kakinya seperti ku dan terus-menerus mengekori ke manapun aku melangkah.

"Eh cewe berkaki panjang, jalannya pelan-pelan sedikit kenapa capek nih ngikutinnya. Biar gua tebak pasti setiap hari lo makan galah ya makanya kakinya panjang." Ucapnya sambil terus-menerus berkomentar akan diriku. Apa saja yang ada di diriku dia berikan komentar.

Memangnya siapa yang menyuruhnya untuk mengikuti kemana aku pergi. Bisa dibayangkan bagaimana lelahnya dia mengikutiku yang sedari tadi tidak pernah berjalan pelan sedikitpun.



Aduh pasti jelek banget yak ceritanya, masih amatiran nih. Ini termasuk cerita pertama yang dibuat dan langsung di upload.

Please, Give me your votes and comments.

Tobe continued!!

Janji PetakaWhere stories live. Discover now