Part 9

29 0 0
                                    

Bel istirahat telah berdering menandakan bahwa seluruh kegiatan belajar mengajar di hentikan untuk sementara waktu. Seluruh murid berhamburan keluar kelas, seperti diriku saat ini aku masih bingung akan kemana diriku?

Saat aku sedang merenung, tiba-tiba ada seseorang yang mengantarkan sebuah kotak lalu memberikannya kepadaku.
Aku bertanya kepadanya dari siapa kotak ini? Namun, dia tidak menjawabnya malah langsung pergi begitu saja. Segera aku membuka kotak ini dan melihat apa isi di dalamnya. Sesaat setelah dibuka ternyata di dalamnya terdapat setangkai mawar putih, coklat putih, dan sweater putih. Aku menyeritkan dahiku siapa sebenarnya orang ini? Aku semakin dibuat bingung karenanya lagi dan lagi, dia memberikan semuanya kepadaku sesuai dengan warna favoritku. Dan tak lupa dia menulis secarik kertas di dalamnya.

Cewek cantik, gimana suka gak? Semoga suka ya, kalo gak suka jangan dibuang oke. Sweaternya dipake ya jangan lupa buat ngangetin tubuh kamu. Aku selalu berharap dan berdoa supaya kita bisa berjodoh suatu saat nanti. Meski kamu tidak tahu siapa diriku tapi aku tahu kamu. Aku sengaja memberikan sweater karena itu cara aku menghangatkanmu dari kejauhan. Aku selalu memperhatikanmu dari kejauhan tanpa kamu sadari.

Dari pengagum rahasiamu

Itulah isi dari suratnya. Aku menaruhnya di dalam tasku dan aku keluar kelas. Dengan rasa malas, aku berjalan di koridor sekolah entah ingin kemana diriku ini. Kakiku berjalan tidak memiliki tujuan, aku berjalan namun pikiranku kosong.

Saat sedang berjalan tiba-tiba ada lengan yang menarikku secara kasar. Gadis dibatiku telah berubah warna menjadi merah padam. Ternyata Adit orang yang berani-beraninya menarik lenganku secara kasar. Ingin rasanya aku menghempaskan tanganku dari cengkraman Adit namun, Adit terus menahan lenganku dengan tangannya. Tenagaku terkalahkan oleh tenaganya.

"Ayok ikut gua."

"Gua gak mau! Ish.. Aaddiitt.. sakit tau lepasin gak!" Aku meronta, berusaha terlepas dari cengkraman tangannya yang begitu kuat.

"Enggak gua gak mau lepasin, kita harus bicara. Gua minta waktunya sedikit aja sama lo Theressa, gua mohon dengerin gua sebentar aja.

"Kalau begitu bicaralah!"

"Lo kenapa sih akhir-akhir ini selalu menghindar dari gua? Gua telfon, gua sms tapi lo gak menjawab semuanya. Apa lo sengaja ngelakuin ini sama gua? Iya? Gua salah apa sih sama lo?" Ucapnya sambil memandangku frustasi dan mengacak-acak rambutnya.

"Gak gua kenapa-kenapa. Dih perasaan lo aja kali, siapa juga yang menghindar dari lo dasar kepedean. Oh soal itu gua lagi males megang hape toh gak ada gunanya." Ucapku dengan nada jengkel sambil menatap kebawah.

Demi apapun aku tak ingin menatap wajahnya apalagi matanya yang berwarna coklat pekat itu.

"Gak, pasti lo bohong Theressa gua udah tau gimana lo. Kita temenan udah cukup lama ya bukan cuma baru beberapa hari. Oh gua ngerti pasti lo marah sama gua gara-gara kejadian dipuncak malam itu? Iyakan? Jawab gua Theressa." Ucapnya sambil mengacak-acak rambutnya sendiri dan mengguncang-guncangkan tubuhku sambil memaksaku untuk menjawabnya.

Tapi aku tetap diam tak bergeming dan tak ada niatan untuk membalas pertanyaannya.

"Kalau memang iya, gua minta maaf banget sama lo gua gak bermaksud apa-apa, gua tau gua salah karena gak ngebela lo saat itu. Gua cuma gamau mencari keributan saat itu dan gak mau kalo gara-gara itu hidup lo bisa terancam. Laudia itu orangnya gak main-main sama ancamannya, makanya lebih baik gua memilih untuk diam." Ucapnya sambil melepaskan cengkramannya di lenganku lalu bertekuk lutut dihadapanku, dia memasang muka yang bisa dibilang sudah sangat frustasi sekali untuk mendapatkan maaf dariku.

"Theressa please maafin gua, gua harus ngelakuin apa supaya lu bisa maafin gua? Jawab Theressa bilang sama gua apa yang lu mau biar gua lakuin." Ucapnya lagi.

Aku yang merasa tidak tega melihatnya, akhirnya aku suruh dia untuk berdiri dan entah mengapa seperti membalikkan tangan dengan mudah aku memberikan maaf kepadanya.

Give me vote and comments you

Tobe Continued!!

Thankyou!!

Janji PetakaDonde viven las historias. Descúbrelo ahora