Part 6

32 0 2
                                    

Namun tanpa ada aba-aba, Adit memelukku begitu saja dari samping dan aku terpaku seketika.

Saat berada di pelukannya, seperti ada aliran listrik yang entah datangnya dari mana seketika dingin yang merasuki tubuhku hilang begitu saja.

Deru nafas dan detak jantung Adit terdengar sangat cepat. Apakah dia merasakan apa yang aku rasakan juga? Tapi entahlah aku tidak bisa menebaknya, yang tau hanya dirinya sendiri.

Gadis di batinku merasa kegirangan karena aku bisa dipeluk oleh Adit seperti sekarang ini. Ingin rasanya waktu berenti saat ini juga, rasanya sangat nyaman saat aku berada di pelukannya.

Tiba-tiba seseorang datang dan mengejutkan kami berdua. langsung saja aku melepaskan diri dari pelukan Adit.

"Adit sayang, kamu ngapain sih di sini bareng cewek gatel ini? Kamu ninggalin aku gitu aja kan aku takut." Ucapnya sambil menggelayut di lengan Adit dan memandang tampang sinis kepadaku.

Oh demi Dewa Langit dan Bumi, ingin rasanya aku menyolok mata gadis kegatelan yang berada di hadapanku ini. Berani-beraninya dia mengatakan aku cewek kegatelan bukannya dia sedang berbicara tentang dirinya sendiri.

Aku merasa sangat kesal, aku sudah tidak kuat menahan air mataku yang sudah berdesakkan ingin keluar.

Akhirnya aku pergi meninggalkan mereka berdua, aku berlari menuju kamarku dan seketika itu pula aku air mataku tumpah.

Mengapa melihat Adit bersama perempuan itu rasanya sangat menyayat hatiku? Sangat sakit dan tidak terima. Apakah perasaan yang sedang aku rasakan terhadap Adit? Sebelumnya aku tidak pernah merasakan persaan sesakit ini di hatiku. Aku terus-menerus menangis hingga tanpa sadar aku tertidur.

Aku terbangun dengan mata yang sembab dan bengkak pagi ini. Bagaimana tidak? Aku menangis hingga tertidur.

Rasa sakitnya masih terasa. Aku menghirup napas panjang, yang mana tidak langsung mengisi kekosongan di dadaku.

Aku turun dari tempat tidur, berjalan gontai menuju kamar mandi dan menyalakan keran untuk memenuhi bathtub dengan air hangat. Lagi-lagi hanya untuk sekedar memarik napas panjang dan menetralisir rasa sakitnya. Tubuhku serasa mengambang, telingaku terasa tuli, dan hingga detik ini aku belum membuka mataku. Entah sudah berapa detik ini berlangsung dan aku masih belum melepaskan udara di dalam paru-paruku.

Dulu hal ini pernah menjadi kebiasaanku jika aku tidak bisa berhenti menangis. Merasakan paru-paruku yang semakin mengempis dan kosong membuatku melupakan dia untuk beberapa waktu. Kupikir sekarang aku merasa jauh lebih baik.

Setelah membersihkan tubuhku, aku bangkit dari dalam bathtub berlalu keluar. Aku segera berpakaian dan bergegas untuk pulang ke Jakarta lebih dahulu di bandingkan dengan teman-temanku yang lainnya. Aku mengemasi seluruh barang-barangku dan berlari keluar kamar, lalu memberikan kuci kamarku kepada penjaga villa yang kami sewa. Sebisa mungkin aku meninggalkan villa ini tanpa terlihat oleh teman-temanku yang lainnya.

Sebelum aku keluar kamar aku sudah menghubungi tanteku agar dia mau menjemputku di daerah puncak. Syukurlah tanteku tidak memperotes sama sekali.

Akhirnya mobil tanteku tiba di depan villa sesegera mungkin aku memasukkan barang-barangku kedalam bagasi mobil tanteku, kemudian masuk kedalam mobil.

Selama diperjalanan tidak ada percakapan sama sekali di antara kami, mungkin tanteku akan berfikir tentang sesuatu yang terjadi kepadaku. Namun aku tidak menghiraukannya terserah apa yang ada di fikiran tanteku akan diriku saat ini.

Sesampainya di Jakarta aku mengeluarkan barang-barangku dan langsung menuju kamarku yang berada di lantai atas tanpa berkata sepatah kata pun kepada tanteku.

Give me vote and comments you

Tobe Continued!!

Thankyou!!

Janji PetakaWhere stories live. Discover now