Chapter 2

2K 177 6
                                    

“Jo?” panggil sophie sambil meringkuk dan menatap Joshua di balik cahaya seadanya.

Joshua mendongak, “Kau belum tidur?” ia meletakkan pedangnya perlahan.

“Kemarilah.” Ucap Joshua sambil menepuk pelan lantai di sampingnya. Ny. Madison telah tertidur pulas.

Sophie keluar dari selimutnya lalu berjalan menuju Joshua yang sejak ia mulai tidur sudah duduk disana, di tepi jendela. Joshua selalu tidur disitu atau bahkan hanya sekedar berjaga, agar mudah mendengar siapa yang mendekat dan mengintip melalui jendela. Sejauh ini semua masih aman.

Sophie menghela nafas dan duduk tanpa jarak di samping Jo, ia menatap wajah pria itu saat lampu jalan miring di depan rumah mereka menyala.

“Belum sembuh juga?” ucap Sophie memegang halus pipi Joshua yang beberapa hari lalu tersayat.

Joshua tersenyum tipis, senyum yang dapat membuat Sophie merasa aman.

“Hanya luka kecil, tidak usah dipikirikan.” ucap Jo lembut.

Sophie menarik tangannya dari pipi Jo dan mendekatkan ke tangan Jo, “Belakangan ini kau jarang tidur, benar bukan?”

Jo melirik sesaat, “Begitulah, belakangan ini semakin banyak orang yang berkeliaran.”

Sophie menyandarkan kepalanya di bahu kekar Jo, “Bukankah mereka yang terkena virus sudah di penjarakan oleh pemerintahan Nubia?”

Sophie dapat mendengar Jo menghela nafas, “Mungkin mereka tidak memperketat penjagaan penjara setelah semua manusia normal dibawa pergi, membiarkan para kanibal berkeliaran diluar kota.”

Sophie mengerutkan keningnya, “Kalau seperti itu, manusialah yang terpenjara di kota Nubia.”

Joshua merangkul Sophie, “Entahlah, aku tidak mengerti, apa yang mereka pikirkan, kemana kita akan pergi, apa yang akan terjadi besok, apakah kita mati kelaparan, atau mungkin kita dibawa pergi seperti adikku. Kita tidak punya masa depan saat ini.”

Sophie menautkan jari-jari tangannya ke jari-jari Jo lalu meremasnya. “Aku tidak pernah mendengarmu putus asa seperti itu.”

Jo memejamkan matanya beberapa detik, “Saat invasi kita masih terlalu kecil, kita tidak tahu apa yang sedang terjadi, kita tidak tahu apa yang orang dewasa lakukan, kita hanya dibawa berlari, terus berlari dan bersembunyi...”

“Jadi inti dari perkataanmu, kita harus bergerak?” potong Sophie.

Jo mengangguk, “Kita harus menghadapinya, apapun di luar sana, berapa banyak para kanibal yang mulai berkeliaran, jika kita tetap disini, kita akan mati.”

“Tidak, kita sudah bertahan sejauh ini, lalu kita merencanakan pelarian begitu saja?” jelas Sophie menolak, ia merasa butuh melanjutkan apa yang dilakukan ibunya. Sudah selama ini mereka bertahan, tidak semestinya mereka pergi dan tiba-tiba diserang lalu mereka mati.

“Setidaknya kita punya pilihan. Seperti bermain undian, mungkin saja kita menang.” Joshua tetap meyakinkan.

Perlahan Sophie melepaskan jarinya yang tertaut pada jari Joshua, lalu ia tersenyum tipis, “Aku mengantuk, kita lanjutkan saja besok, dengan Mom.”

*

Sophie membuka matanya perlahan. Telinganya masih menempel di lantai rumahnya. Ia merasakan segerombolan orang berada di sekitarnya.

Sophie langsung terkesiap dan berdiri, tidak ada Mom ataupun Jo, mereka menghilang.

Sophie berlari ke lantai dua rumah mereka, lalu mengambil sebuah pistol yang sudah lama ia sembunyikan untuk keadaan darurat. Sophie berlari kencang, menuruni tangga dan keluar dari rumahnya.

Mata Sophie melebar, jantungnya berdebar kencang, pegangan pada pistolnya menguat. Ia menatap sekitar selusin kanibal bergigi tajam dan bejalan semboyongan bergerak menjauh darinya. Mereka sudah mendapatkan buruannya. Mom dan Jo.

Mata Sophie berair saat ibunya berkesimbah darah dan di gendong oleh salah satu kanibal bertubuh lebih besar. Ia melihat Jo yang kakinya ditarik dan tubuhnya terseret sepanjang jalan.
Sophie tidak bisa menembak, latihan pertahanannya tidak berguna, tangannya gemetar, bahkan ia tidak memikirkan kuda-kuda penyerangan. Ia menangis.

“MOM!” teriak Sophie.

Kanibal itu tidak menghiraukannya. Mungkin Jo masih hidup, dia hanya pingsan, yang ada hanya goresan cakar di bahu kanannya yang terus berdarah. Tapi mungkin dia sudah terinfeksi, jika mereka kembali, mereka juga akan memakan Sophie.

Sophie meringkuk di depan rumahnya, ia menangis menatap para kanibal yang merenggut kedua orang yang dicintainya.

“Mom bergerak!” Ucap Sohie getir menatap kepala ibunya yang berusaha melihatnya.

“PERGILAH KE PERPUSTAKAAN BALAI KOTA.” Teriak Hanna Madison tepat sebelum para kanibal menghabisinya dan joshua.

*

“Sophie!”

Sophie membuka matanya, menatap kosong sekelilingnya.

“Sophie? Kau baik baik saja?”
Wajah khawatir Joshua membuat Sophie tersadar dan menunduk.

“Sophie? Apa yang terjadi?” Joshua memperbaiki duduknya dan membelai kepala Sophie. “Semua baik-baik saja, tak ada yang perlu di khawatirkan.” Kalimat itu tercekat di leher Joshua, tentu saja Sophie tahu ia berkata asal, tidak ada yang dapat memastikan semua baik-baik saja.

Sophie menarik Joshua ke pelukannya, lalu berbisik di telinga kanan Joshua, “Aku percaya padamu.”

“Oh, Apa yang terjadi sayang?” ucap Ny. Madison saat menuruni tangga kayu rapuh perlahan, ie setengah berlari mendekati Sophie.

Sophie beralih ke ibunya, lalu mencoba tersenyum, “Aku baik-baik saja mom, percayalah.”

Hannah Madison menghela nafasnya, “Ibu percaya kau gadis yang kuat dan pintar.” Lalu ia tersenyum kepada Sophie.

Sophie langsung memeluk erat ibunya, nenutup matanya dan merasakan hal-hal luar biasa. Setiap kali Sophie memeluk ibunya, pikirannya langsung mundur lima belas tahun kebelakang, tepat pada saat semuanya baik-baik saja. Benar-benar baik-baik saja.

Sophie melepaskan pelukan ibunya, lalu berdiri perlahan.

Gadis itu menatap wajahnya yang menyedihkan di potongan kaca yang tertempel rapuh di dinding. Ia mendesah, lalu menambil sisir yang terletak di lantai.

“Kau bermimpi aneh?” tanya Joshua saat Sophie menyisir rambutnya.

Sophie mengangguk.

“Apa hanya mimpi atau terlihat seperti visi?” lanjut Jo.

Sophie menatap Joshua melalui kaca, tanpa berbicara Joshua mengikatkan rambut hitam panjang Sophie, lalu tersenyum pada gadis itu. Joshua melakukannya, setiap hari, setiap Sophie menyisir rambutnya.

Sophie berbalik dan berhadapan dekat dengan Joshua, “Seperti visi, aku ketakutan...” Sophie berhenti, “Aku tidak bisa mengingat semuanya, tapi yang ku ingat, ibu menyuruhku berlari ke perpustakaan balai kota.”

Mata Joshua melebar, “Kita harus pergi sekarang.”

Sophie membeku, “Sekarang!” teriakan Joshua menyadarkannya.[]

------------
Guys, sorry ya updatenya rada lama, huaa padahal niatnya secepatnya sih -,-
Readersnya dikit sih, sepi lagi *jiahcurhat
Tapi gapapa gue usahain upatenya teratur :)
Dadaaah

The CannibalsWhere stories live. Discover now