Chapter 11

28 2 1
                                    

Jo berdiri tepat di bibir lorong saluran air gelap tanpa ujung, bukan hanya satu, ada beberapa pintu seperti labirin yang memastikan siapapun tidak akan keluar dengan selamat dari lubang neraka itu.

"Ini tidak akan berhasil Jo," ucapku lirih sambil menarik bahu Jo. Aku bisa mendengar helaan nafas berat Jo di dalam keheningan.

Jo berbalik dan menatapku, aku melihat kedua bibirnya bergerak seakan ingin berkata sesuatu namun Jo kembali bungkam. Kami berdua kembali duduk bersandarkan dinding gorong-gorong yang berlumut. Saluran air ini sangat bersih semenjak ditinggal oleh manusia, manusia asli maksudku. Desiran angin halus menerpa tubuhku yang basah yang membuatku mengigil.

Suara aliran air yang tenang seakan memintaku untuk tidur. Aku sangat lelah, beberapa hari ini seperti mimpi bagiku, kehilangan banyak orang dan bertemu banyak orang. Sebenarnya kami tidak tahu apa yang terjadi di luar block. Hanya berkutik di sekitar rumah mengais sampah dari puing-puing bangunan yang punah. Aku sadar aku bukanlah manusia, aku hidup tidak seperti manusia, kami hanya seperti anjing liar yang mengais sampah demi makanan dan menghindar dari serigala.

"Aku tidak akan menangis lagi." Ucapku asal.

Jo menatapku lagi sambil mengerutkan dahi, kerutannya terlihat samar karena hanya ada lampu rel sebagai sumber cahaya.

"Tidak ada yang memintamu untuk menangis." Ucapnya lembut tapi terkesan ketus.

"T-tidak," aku menyela, "bukankah aku dan kau, kita, sudah hidup terlalu menderita? Tidak ada yang mudah bagi kita."

Jo menangguk, "Kau mengeluh sekarang? Setelah sekian lama..." aku mendengar sedikit tawa di ujung kalimatnya yang membuatku sedikit kesal, ini percakapan yang tidak penting, tapi aku ingin membahasnya.

Aku merapikan helaian rambutku ke balik telinga, rambutku basah, kasar, dan kusam, mungkin jika dunia tidak berubah seperti ini aku sudah menjadi model. "Aku hanya berpikir bagaimana hidup selayaknya remaja dua puluh satu tahun, pergi ke kampus, memakai pakaian bagus, berdandan, dan berkencan! Aku sangat ingin berkencan dengan seorang pria tampan, aku ingin pergi kemanapun tanpa tujuan dengan van, kehidupan seperti itu benar ada?"

Jo terdiam, akupun tidak melanjutkan kalimatku. Selama ini kami hanya berbicara tentang bertahan hidup, mencari makan, tempat aman, visi, dan hal-hal gila lainnya. Duniaku berbeda dengan dunia yang sering kubaca di majalah remaja.

Air menetes perlahan tepat mengenai rambutku yang mulai mengering sontak membuatku dan Jo menoleh ke atas, hujan. Ingatanku berputar kembali sebelum kami dalam pelarian karena mimpi konyol itu, setiap hujan kami selalu bermain di atap, membersihkan tubuh dan menampung air untuk minum dan kebutuhan lainnya. Kanibal sialan itu tidak suka hujan, mereka yang sudah pada tingkatan tertinggi alias gila bersembunyi di bangunan-bangunan kosong menunggu hujan selesai. Hanya kanibal tingkatan awal yang masih sedikit waras namun tetap gila yang sesekali berkeliaran di kala hujan.

Aku menjulurkan telapak tanganku untuk menikmati hujan yang turun, tetesan air hujan segar merambat dari lubang-lubang air yang terhubung dengan daratan.

Aku tertegun sejenak, dan aku yakin Jo juga merasakannya. Aku mendengar hentakan kaki yang mendekat perlahan dan merayap seakan berjalan tanpa ingin kami ketahui. Beberapa detik tidak bergeming, ia tidak lagi bergerak perlahan, dia berlari. Aku dan Jo bertukar pandang dan sontak berdiri. Kami terjebak, ini bunuh diri.

Secepat kilat seseorang yang mungkin saja kanibal menyerangku dan Jo yang membuat kami berdua terguling. Aku nyaris masuk kembali ke air. Pandanganku suram karena ia bergerak membabi-buta. Aku merasakan bahuku terpukul benda tumpul dan dentuman besi yang keras.

Kilat menyambar cepat diiringi guntur yang sangat keras membuatku melihat siluet pria yang berdiri memojokkan Jo. Jo terkunci di dinding dengan ujung pisau mengarah ke lehernya. Suara katupan gigi Jo terdengar jelas menahan pisau pria itu yang akan menusuknya.

Aku kembali berdiri dan menendang pria itu tanpa berpikir apapun. Ia terjerembab dan berguling. Aku melihat Jo yang merosot di lantai dengan nafas terengah-engah.
"Kanibal sialan!" teriak pria itu sambil berlari mendorongku sehingga kami berdua masuk ke dalam air.
*
Aku membuka mataku perlahan dan terbatuk keras, dadaku sesak dan aku sulit bernafas dengan baik. Terakhir kali aku merasakan pria itu menjambak rambutku dan menenggelamkanku dengan ganas ke dasar air. Pandanganku mulai normal dan aku melihat pria itu tepat di hadapanku, anehnya kondisi tidak segelap saat pertarungan tadi, aku bisa melihat jelas wajahnya yang tegas dengan rahang dan hidung yang lancip, matanya begitu tajam dengan rambut yang terpotong rapi, ia sangat tampan, namun aku tetap memukulnya hingga ia terpental ke belakang.

"Ahh!" teriak pria itu, "Seharusnya kubunuh saja kau sejak tadi." Umpatnya.

Jo langsung menarik bahuku dan menyadarkanku, Jo masih ada, ia selamat.

"Dia manusia Sophie, sama seperti kita!" ucapnya sambil menggoyang bahuku mencoba menyadarkanku. Aku melihat wajah Jo yang penuh harapan.

"Metode perkenalan yang baik, pukulanmu sedikit hebat." Ucap pria itu sombong namun tetap menyeka hidungnya yang berdarah.

Aku mencoba mencerna apa yang terjadi, "Apakah kau gila menyerang kami dalam kegelapan membabi buta jika kau juga manusia?" aku marah, bagaimanapun aku tetap ingin memukulnya spesies apapun ia.

Ia meyakinkan diri bahwa ia manusia sama seperti kami, dan konyolnya pria yang bernama Lucas itu membuka bajunya dan memintaku untuk memeriksa bahwa dia benar-benar manusia tanpa luka gigitan kanibal. Aku tidak menyukainya, dia orang asing yang tinggal di lorong saluran air, menyerangku dan Jo tiba-tiba dengan dalih berpikir aku dan Jo kanibal. Bagaimanapun misi ini akan selesai tanpanya. Bagaimana mungkin aku percaya dengan pria yang menjambak dan menenggelamkanku ke air?

Jo menarikku menjauh dari Lucas, tidak terlalu jauh, hanya setengah meter dan aku bersumpah dia akan tetap mendengar percakapan kami berdua.

"Aku tidak ingin melanjutkan perjalanan ini dengan pria gorong-gorong itu, kita tidak tahu asal usulnya." Ucapku tegas pada Jo.

Jo menghela nafas dan menurunkan volume suaranya, "Bagaimanapun hanya dia harapan kita berdua, lebih banyak manusia lebih baik. Lucas akan membantu dan kita bersama-sama ke tempat yang aman, kau tidak seperti dirimu, kau peduli dengan Erick."
"Dia manusia, kita tidak pernah bertemu manusia lainnya sejak hidup di banker sampai saat ini." Lanjut Jo tanpa memberikanku jeda berbicara.

"Hanya sampai keluar saluran air ini." Ucapku, pikiranku berkelebat dan tidak karuan, aku memikirkan semua kemungkinan jika aku mengikut sertakan pria bernama Lucas ini dalam misi, apa ia bisa dipercaya? Bagaimana jika ia meumbalkanku dan Jo? Bagaiman kalau ia mata-mata Nubia yang memiliki misi khusus?

Jo menangguk, "Hanya sampai keluar saluran air ini." Balasnya meyakinkanku.

Lucas tertawa dari tempatnya berdiri, aku benci tawa itu, ia menghinaku "Aku benar-benar tidak menyukaimu Sophie Madison."
[]

Author Note
Haiii, akhirnya Chapter 11 udah di up!!!
Terima kasih yang masih setia baca cerita ini sampai detik ini,
Semoga kalian suka ya chapter ini, jangan lupa tinggalin jejak vote, save to library, dan komentar. Thank you!!!!

Du hast das Ende der veröffentlichten Teile erreicht.

⏰ Letzte Aktualisierung: Jul 11, 2021 ⏰

Füge diese Geschichte zu deiner Bibliothek hinzu, um über neue Kapitel informiert zu werden!

The CannibalsWo Geschichten leben. Entdecke jetzt