Chapter 6

1.3K 115 9
                                    

Jo memegang kedua pipiku dengan tangan dinginnya. "Kau tidak apa-apa?" suaranya bergetar.

Aku mengangguk pelan, menyalakan senterku dan menyinari seisi dapur. Aku melihat sosok pria gempal itu rubuh dengan darah merambas keluar dari bekas tancapan pisau yang aku lemparkan.

Aku menunduk mengulum bibirku menahan air mata, "Jo, aku mendengarkan panahnya menancap. Kau baik-baik saja?"

Ekspresi Jo terlihat kaku, ia mengangguk beberapa kali. Jo berdiri dengan cepat untuk memastikan pendengaranku benar atau salah. Jantungku serasa berhenti berdetak saat ku pikir Jo tertusuk panah pria asing itu. Entahlah dia kanibal atau bukan, aku tak peduli.

"Mom..." Jo membiarkan ucapannya menggantung.

Mom mendesah dan berusaha duduk, "Aku baik-baik saja, percayalah."

*

Sekarang aku berdiri di samping Mom, memegang bahunya dan mengelus rambutnya yang berdebu dengan tanganku yang bebas. Aku tahu pendengaranku tidak salah. Panah itu mengenai kaki Mom, aku tidak tahu harus berkata apa. Aku merasa anak yang payah.

Aku tertunduk, "Mom, maafkan aku." Aku terisak saat itu juga, ekspresi Mom dengan wajah lembutnya membuatku merasa bersalah. Bibir Mom terlihat pucat, ia menahan rasa sakitnya.

Mom bernafas tidak teratur, sesekali nafasnya tercekat. Dinginnya malam serasa menusuk-nusuk pori-pori kulitku, hatiku hancur.

"Jo, tarik panahnya!" ucap Mom pelan.

Jo menatap kosong Mom.

Mom menggeleng, "Lakukan! aku sudah tidak sanggup." Nada Mom meninggi di kata pertamanya membuat Jo tersentak.

Aku menutup mataku rapat-rapat saat Jo mencabut panah dari kaki Mom. Yang ku dengar hanya pekikan Mom dan suara darah yang menetes. Aku membuka mataku dan melihat luka disekitar kaki Mom. Luka yang menghitam.

Jo lekas membalut kaki Mom dengan sehelai kain yang ia temukan. Mom menggigit bibirnya dan mengepal tangannya hingga seluruh jarinya memucat.

Aku mendengar beberapa langkah, sudah kuduga mereka tidak akan diam saja setelah salah satu dari mereka menemukan kami.

"Jo, bawa Mom ke tempat yang aman. Aku akan menghabisi mereka." Aku tahu suaraku bergetir saat mengucapkan kalimat tadi, tapi kali ini aku serius. Aku tak akan membiarkan orang yang melukai Mom selamat, aku akan menghancurkan mereka semua, baik temannya, atau siapapun itu.

Jo menggendong Mom ke ujung dapur, seperti tempat pencucian piring dan lemari es. Aku berlari ke arah pria gempal tadi. Ia sudah tak bernyawa. Anak-anak panah berjatuhan di sekitarnya, begitu juga dengan pemanahnya. Aku memunguti anak-anak panah itu, walaupun aku belum pernah belajar memanah tapi setidaknya aku punya senjata.

Sebelum aku berlalu dari pria gempal tak bernyawa itu, aku menghadiahinya dengan anak panah yang ku tembakkan tepat di samping pisau yang masih menancap. Aku membencinya! Dan aku sudah membunuhnya dua kali.

Aku bersembunyi di samping pintu utama gedung kecil ini, lalu aku memadamkan senterku. Aku menempelkan telingaku ke dinding dan mendengar samar langkah kaki mereka. Mungkin sudah semakin dekat. Aku menoleh ke Jo beberapa detik, ia masih berusaha menenangkan Mom.

Aku menghela nafas, memejamkan mataku beberapa detik, dan membiarkan para kanibal menerobos masuk.

Ada sekitar enam atau lebih kanibal yang masuk melalui pintu, aku menyalakan senterku sehingga dapat melihat mereka, dan mulai memanah.

Beberapa anak panah yang ku tembakkan tepat sasaran dan membunuh setidaknya tiga kanibal. Di bawah cahaya bulan seadanya dan cahaya lampu senterku, aku melihat mereka berteriak, mencoba mendekat, bahkan mencoba mencakarku. Aku terus menembakkan panah-panah ke hadapan mereka sampai aku kehabisan anak panah.

The CannibalsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang