Chapter 5

10.1K 1K 86
                                    

.


.


.


Mungkin itu manusia, malaikat dan monster dalam satu jiwa.


-x-


Kesan pertama Jaeyeon tentang apartemen itu adalah; kosong. Begitu melangkahkan kaki ke dalam ruang tengah—sambil menyeret tas ranselnya yang gembung karena malas menyampirkannya di bahu—ia hanya melihat sofa hitam panjang dan meja kopi kaca di sana. Ruangan itu dipisahkan dari dapur yang sama putihnya dengan partisi transparan. Ekor matanya menemukan dua pintu lain yang Jaeyeon duga adalah kamar tidur. Selain itu, tidak ada apa-apa lagi.

Kalau Jaeyeon tidak salah dengar—dan ia yakin tidak—Jongin bilang ini adalah rumahnya, tapi Jaeyeon tidak merasa tempat ini nyaman untuk ditinggali.

"Apartemen ini baru?" tanya Jaeyeon.

"Tidak. Tadinya aku hanya menempati apartemen ini kalau tidak ingin pulang ke rumah, jadi tidak ada apa-apa di sini," jawab Jongin, lalu ikut menatap sekelilingnya yang diperhatikan Jaeyeon dengan alis berkerut bingung. "Setelah kita tinggal di sini nanti mungkin aku akan mengisinya."

"Kita?"

"Karena kita sudah menikah sekarang, kurasa tidak bagus kalau orang lain tahu kita masih pulang ke rumah masing-masing."

Jaeyeon tidak percaya ia baru saja menikah—sungguh!—dua hari yang lalu. Sejauh ini tidak ada yang berbeda. Malah, sejak mendaftarkan pernikahannya di catatan sipil, Jaeyeon baru bertemu lagi dengan laki-laki yang katanya suaminya (euh) malam ini, muncul begitu saja di depan pintu rumahnya saat Jaeyeon baru saja mau tidur dan berkata, "Hai. Kau baru tidur? Maaf mengganggu. Ambil barang-barangmu. Ayo pergi."

Pernikahan yang penuh cinta, bukan begitu?

"Sebenarnya tempat ini rahasia," lanjut Jongin, tanpa menyadari Jaeyeon sempat membayangkan pernikahan ideal versinya di dalam kepalanya. "Tapi tidak ada pilihan yang lebih bagus. Kurasa kau tidak akan mau tinggal di rumah orangtuaku. Orang-orang di sana tidak akan menyambutmu, dan aku juga tidak mau memberi mereka bahan pembicaraan."

Perkataan Jongin tentang tempat rahasia membuat Jaeyeon memikirkan anak-anak dan fantasi mereka tentang markas persembunyian, serta bahaya-bahaya seperti monster dan semua itu. Lucu juga, kalau memang itu yang dipikirkan Jongin tentang tempat ini.

"Baiklah," Jaeyeon menguap, "lalu kenapa kau tidak menjemputku besok pagi saja?"

"Karena pengacaraku hanya punya waktu malam ini, dan dia akan tiba dalam, kira-kira, lima menit. Kau mau cuci muka dulu?"

Tampang Jaeyeon pasti jelek sekali, tapi ia tidak peduli. "Pengacara untuk apa?"

"Pengacara yang mengurus perjanjian kita."

Benar, perjanjian itu. Setelah pernikahannya terdaftar, Jaeyeon kira tugasnya selesai. Ia hampir melupakan perjanjian konyol itu, yang sebenarnya adalah urusan utama mereka berdua.

Sepuluh menit kemudian, Jaeyeon duduk di sebelah Jongin di sofa hitam itu (wajahnya sudah lebih segar setelah membasuh muka), pengacara kurus memakai setelan rapi duduk tegak di sofa tunggal di hadapan mereka, membacakan poin-poin perjanjian mereka dengan suara resmi membosankan.

"Perjanjian ini berlaku secara sah terhitung sejak Saudara Kim Jongin; dari sini akan disebut sebagai Pihak Satu, menikah dengan Saudari Han Jaeyeon; dari sini akan disebut sebagai Pihak Dua. Hal-hal yang berkaitan dengan perjanjian adalah sebagai berikut:

Loveless CovenantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang