Chapter 11

8.1K 918 69
                                    

.

.

.

Kehidupan, tidak pernah berbaik hati pada orang-orang seperti kita.

-x-


Mereka duduk berhadapan dengan selembar kertas menunggu bosan di atas meja. Rasanya seperti mengadakan sebuah perjanjian lagi, bedanya adalah kali ini mereka mengadakan perjanjian untuk berpisah selamanya.

"Jadi," Jongin memecahkan keheningan, "aku akan menandatanganinya lebih dulu."

Jongin mengulurkan tangan untuk mengambil pena. Tangannya masih kaku saat digerakkan meski perbannya sudah dilepas. Perban-perban mini putih melilit buku-buku jarinya. Agak keren, sebenarnya, jika rasa sakitnya tidak terlalu mengganggu. Bekas jahitan melintang itu mungkin akan menghiasi telapak tangannya selamanya.

"Dengar," suara Jaeyeon menghentikan pena di udara, "aku tidak akan melakukannya semudah ini."

Jongin mendongak dengan tatapan bertanya.

Jaeyeon menegakkan punggungnya sedikit. "Ini tidak adil. Selama ini aku melakukan segalanya sesuai kemauanmu. Kapan kau akan melakukan sesuatu sesuai kemauanku?"

Jongin menatapnya dan menghela napas pendek. "Han Jae—"

"Ayo lakukan ini setelah tanganmu benar-benar sembuh," sela Jaeyeon cepat. "Bagaimana? Lagipula, kau juga tidak bisa menandatangani surat cerainya dengan tangan seperti itu. Garisnya akan jelek seperti kaki labah-labah. Tidak terlambat walaupun menunggu seminggu-dua minggu lagi. Akhirnya kita akan tetap berpisah, ya, kan?"

Argumen gadis itu mengalir nyaris terlalu lancar, seolah ia sudah mengarangnya dan sengaja menghafalnya.

Jongin meletakkan penanya kembali ke atas meja dan menyandarkan punggung ke sofa. "Baiklah," katanya. "Apa yang kau ingin aku lakukan?"

Selama sedetik Jaeyeon mengerjap-ngerjap, sepertinya tidak menduga Jongin akan menyerah mudah, atau ia mungkin menyayangkan argumen lainnya yang sudah ia siapkan dan tidak sempat digunakan. Tapi ekspresinya dengan cepat berubah biasa. "Aku sudah membuat daftar hal-hal yang harus kau lakukan setiap hari."

Dari saku celana selututnya, Jaeyeon benar-benar mengeluarkan kertas berlipat empat yang benar-benar berisi daftar. Jongin membacanya tiga kali, berpikir ia mungkin salah membaca atau melewatkan sesuatu, karena daftar itu pendek sekali dan sangat konyol;

Bangun jam tujuh pagi

Sarapan dengan Jaeyeon

Antar Jaeyeon ke restoran

Tunggu Jaeyeon sampai waktu pulang

Pulang dengan Jaeyeon

Makan malam dengan Jaeyeon

"Ini—"

"—tidak berlebihan," potong Jaeyeon. "Aku sudah melalui lebih banyak hal dan, asal tahu saja, tidak ada yang mudah. Semua ini tidak akan membunuhmu."

Jongin mengangkat wajah dari kertasnya. Semua ini tidak akan membunuhnya, tapi semua ini praktis menyuruhnya menghabiskan sebagian besar harinya dengan gadis itu. "Jaeyeon—"

"Apa salahnya?" Jaeyeon menyela lagi, tidak memberinya kesempatan berpendapat. "Hanya sementara. Aku tidak memintamu melakukannya selamanya."

Jongin menatapnya, dan tahu ia tidak akan bisa membantah.

"Aku juga akan berhenti bicara formal padamu mulai sekarang," tambah Jaeyeon. "Karena kau toh tidak pernah menghargainya. Bukan begitu, Kim Jongin? Kau juga, bicara biasa saja padaku. Kau kan sudah memutuskan untuk mencampakkanku, tidak ada gunanya bersikap baik."

Loveless CovenantWhere stories live. Discover now