1: (Di Dalam) Janji Hati

9.1K 659 96
                                    



2014.

Tolong pindahkan semua alat musik di rumahku ke panti! Jangan lupa ajari mereka bermain musik karena kamu sudah pernah janji sama anak-anak! Aku percaya padamu. Aku tahu kamu hebat dan berbakat.

PS: Itu tugas terakhirmu. Kalau kamu tidak melaksankannya dengan baik maka bersiaplah, anak-anak yang akan menghukummu!

Pesan itu terdengar sangat sederhana dan mudah. Tidak ada bunyi kalimat yang benar-benar mengancam—wala seluruh dunia tahu orang yang menulis pesan itu punya perilaku yang cukup menyeramkan. Di sisi lain, sangat sedikit orang yang tahu bahwa sifat arogan si penulis hanyalah sebuah topeng. Termasuk Amanda Tavari.

Dia laki-laki yang sangat baik dan penyayang. Maka, Amanda tahu pesan terakhir Dava Argianta—yang ditulis lewat surat dan dititipkan pada Bobi—adalah lebih penting dari sekedar permohonan. Pesan itu merupakan amanah berharga yang harus dijalankan.

Jadi, lima tahun lalu—setelah Dava dimakamkan, Amanda langsung memutuskan untuk kembali tinggal dan menjalani seluruh hidupnya di Indonesia. Ia sungguh menjadi guru besar musik anak-anak Panti Asuhan Asih Lestari. Ya, mungkin banyak orang-orang menganggap bahwa dirinya terlalu berlebihan, tapi Amanda tidak perduli.

Karena justru keluarga Asih Lestari lah yang mampu menguatkan dirinya untuk tetap melanjutkan hidup ini tanpa Dava. Keceriaan, permainan musik, dan bahkan kecerobohan yang sering mereka lakukan, justru dapat mengobati luka yang menganga besar di hati Amanda waktu itu. Bagi Amanda Tavari, mereka adalah ketakutan, kebahagiaan, kesedihan, dan kerinduan...

Berjuta-juta kata pun sepertinya tidak akan cukup untuk mengartikan seberapa pentingnya panti asuhan itu baginya. Mereka adalah segalanya.

"Kak Amanda, kok malah melamun? Kita udah sampe, nih!"

"Eh, iya, Adila."

Buru-buru gadis itu membuka pintu minibus dan turun. Bersamaan dengan itu, Adila dan beberapa anak panti lain langsung berlarian menuju ke atas bukit. Anak-anak itu meninggalkan dirinya berdua dengan seorang wanita paruh baya. Wanita yang memiliki hati jauh lebih murni daripada permata dan intan. Budhe Lastri.

"Anak-anak nggak pernah berubah, ya, Budhe. Apalagi anggota geng Lima Bintang."

Gadis itu menoleh ke sebelah kirinya dan pandangannya bertemu dengan Budhe Lastri. Wanita itu menggangguk sambil tersenyum. Amanda tak perlu melontarkan banyak kalimat untuk membuat sosok itu mengerti maksud dari kalimat "nggak pernah berubah" yang ia ucapkan.

Kemudian Budhe Lastri mengenggam erat tangan Amanda.

"Yuk, kita sudah ketinggalan jauh sama anak-anak!"

Dia mempercepat sedikit langkahya, buru-buru gadis itu mengimbangi. Mereka pun menyusuri perbukitan asri itu. Beberapa kali Amanda menoleh ke kanan dan kiri seraya menghela napas panjang ketika pendangannya beradu dengan batu-batu nisan besar yang kokoh.

Amanda semakin mengeratkan jemari-jemari tangannya yang memegang selusin tangkai bunga. Angin menggelitiki wajah mungilnya—membuat gadis itu tak sabar untuk segera sampai ke batu nisan 100 meter dari tempatnya sekarang.

"Budhe! Kak Amanda! Ayo, buruan!" teriak Jena sambil melambai-lambaikan kedua tangan.

Janji Hati 2: "Setelah Dava Tiada"Where stories live. Discover now