Bitter (Vignette)

142 7 1
                                    

Kopi;

"Kita tidak bisa menyamakan kopi dengan air tebu. Sesempurna apa pun kopi yang kamu buat, kopi tetap kopi, punya sisi pahit yang tak mungkin kamu sembunyikan."

ーDee Lestari [Filosofi Kopi]

.

.

Aku membuka mata ini dengan perlahan, pandanganku terlempar ke arah langit yang berwarna biru-jingga. Sudah lima jam aku berada di pesawat dan kurang lima jam lagi untuk sampai di kampung halamanku, Korea Selatan.

"Chanyeol hyung, kau akan sarapan apa?" Aku menoleh lalu menatap Oh Sehun ーsi adik angkatkuー yang tengah melihat sebuah brosur mengenai makanan di pesawat.

"Roti panggang dan susu saja."

"Oh, oke." Lalu Sehun memanggil seorang pramugari untuk memesan makanan.

"Hyung, apa Ibu dan Ayah merindukan kita?"

"Pasti."

Singkat cerita, 15 tahun yang lalu, ibu dari Sehun meninggal karena kecelakaan saat berada di kapal yang berlabuh dari Busan menuju Jeju. Sedangkan Ayahku meninggal karena tumor otak. Mereka, Nyonya Oh serta Tuan Park dipertemukan. Aku dan Sehun menjadi saudara.

Pertama memang aku tidak setuju dengan semua ini, tetapi melihat Sehun yang selalu menyembunyikan kesedihannya agar aku dapat menerimanya, aku pun mulai memahaminya.

Ketika aku berumur 19 tahun, Ayah menyuruhku agar pergi ke San Fransisco untuk kuliah dan membawa Sehun. Saat aku tanya mengapa, Ayah merahasiakannya.

"Ah, aku sangat rindu dengan bau tanah Seoul," ujar Sehun yang membuatku hanya terkekeh.

"Kau harus ingat, di Korea jangan pergi ke club. Jika Ayah tau Kau pergi ke sana, dia akan menyuruhmu tinggal di luar."

Sehun melototkan matanya kearahku. "Yaa! Jangan mengatakan pada ayah jika selama di San Fransisco, terkadang aku pergi ke tempat itu."

Aku menaikkan satu alisku. "Jasa untuk menjaga rahasia tidak gratis tahu."

"Mata duitan," ujarnya sembari mengeluarkan 4.380 won kepadaku.

Aku hanya membalasnya dengan tersenyum dan segera memasukkan uang itu. Dompetku menebal!

Tidak lama kemudian, pramugari membawakan kami sarapan pagi. Kami berdua memakannya tanpa suara, sudah menjadi kebiasaan.

ㅆㅆ

Waktu sudah menunjukkan pukul 11.45 tetapi, barang-barangku dan Sehun belum terlihat sama sekali. Seorang staff pesawat mengatakan jika ada beberapa kesalahan di bagasinya. Aku berharap tidak ada yang kehilangan barang sama sekali, terutama untukku dan Sehun.

"Lama sekali, jika tidak karena masalah pesawat, satu jam yang lalu kita sudah dapat duduk di mobil," keluh Sehun sembari memainkan line ranger kesayangannya.

"Hei anak kecil, kau harus belajar menjadi sabar."

Sehun hanya mencibir setelah aku memperingatkannya. Tidak tahu diri.

"Hyung, aku haus. Aku akan mencari minuman dulu ya."

"Jangan lama!"

Lalu punggung lebar Sehun ーyang lebih lebar dari milikkuー menghilang, dia berlari sangat cepat. Pantas saja dia memenangkan olimpiade marathon bulan lalu.

Tatkala aku sedang berdiri menunggu kabar dari pihak maskapai, Ibu menelponku. Ibu hanya memastikan kondisiku dan sudah begitu saja. Sehun kembali tatkala masalah sudah selesai, sedikit lama, alasannya karena dia mengantri.

ROOM 2Where stories live. Discover now