EVENT SINDROM_MY RAINBOW

87 11 11
                                    

Screenwriter: yoonys // Casts: F(X) Krystal & EXO Kai

Kata orang, pelangi akan datang setelah hujan reda.

~~

Hanya melihatnya saja, aku sudah merasa senang. Seandainya aku mengetahui penyakit ini lebih cepat.

"Hei! Ngelamun aja. Lagi liatin apa sih?" katanya saat menghampiriku yang sedang duduk di sudut café sambil memperhatikan sepasang suami-istri dengan anak kecil bersama mereka.

"Bukan apa-apa, Oppa," kataku sambil menikmati secangkir latte hangat yang telah aku pesan.

Tujuh tahun sudah aku dan laki-laki di depanku ini menikah. Dia laki-laki tersabar di dunia menurutku. Bagaimana tidak sabar, dia yang sibuk dengan pekerjaannya masih sempat merawatku yang tak berguna ini.

Iya, aku orang tak berguna. Kedua orangtua kami sudah mendesak kami agar cepat mempunyai momongan, tapi aku belum bisa memberikannya. Beberapa kali aku dan oppa mencoba dan hasilnya nihil. Ah bukan benar-benar gagal, waktu itu beberapakali sebuah janin tumbuh dan berkembang di rahimku. Tapi, aku harus merelakannya pergi karena sindrom antifosfolipid yang aku idap ini.

Aku masih mengingatnya rasa sakit itu. Rasa sakit kehilangan sesuatu yang telah kau tunggu. Rasa sakit kehilangan sesuatu yang telah kau usahakan sebaik mungkin. Tidak hanya sekali tapi berkali-kali.

"Oppa, apakah ini akan berhasil?"

"Sudah banyak yang berhasil, sayang. Kita harus yakin. Oke?" katanya sambil membelai lembut surai hitamku. "Kamu juga jangan lupa minum obat biar cepet sembuh."

Aku hanya tersenyum mengiyakan perkataannya.

"Soojung ah, ayo pulang."

Dia menggenggam tanganku dan berdiri dari tempat duduknya. Kedua ujung bibirnya selalu tertarik saat bersamaku. Dia tak pernah sekalipun menunjukkan sedihnya di hadapanku.

"Soojung a, bagaimana jika kita liburan?" katanya membuka pembicaraan sambil fokus menyetir.

"Liburan?"

"Iya, selama ini kita jarang liburan, 'kan? Bagaimana? Kamu mau liburan kemana?" lanjutnya dengan semangat.

"Oppa, bukannya aku harus banyak istirahat? Bagaimana kalau aku kecapekan? Aku nggak mau kehilangan janinku lagi, Oppa!"

Dia hanya tersenyum dan melajukan mobilnya lebih cepat. Entah mau dibawa kemana aku sekarang. Yang jelas, ini bukan jalan ke rumah.

"Soojung a, kita mampir beli baju bayi dulu. Oke?"

"Terserah, Oppa," jawabku malas.

Aku memandang lurus ke seberang jalan. Hari ini hari libur. Banyak anak kecil bermain bersama kedua orangtuanya di luar rumah. Ah, sebentar lagi aku akan merasakannya juga. Ah, tapi sebelum janin ini lahir semua masih bisa berubah. Hmm, aku takut dia tidak lahir lagi.

"Op... pa, nyeri," rengekku lirih.

Dengan segera, Jongin oppa menepikan mobilnya. Ahk, dadaku nyeri lagi. Nyeri hingga membuatku sesak.

"Soojung a, ini minum dulu," katanya sambil memberikan sebotol air mineral yang ada di mobil. "Ini obatmu. Ayo minum dulu."

"Oppa, aku takut."

"Aku di sini, Soojung a. Semua baik-baik saja," katanya menenangkan. "Baby, kau juga baik-baik saja, kan? Sehat terus, oke? Appa, tidak sabar untuk bermain denganmu. Jadi kau harus sehat-sehat terus bersama ibumu, oke?" lanjutnya berbicara dengan perut buncitku. Aku tersenyum kecil mendengarnya.

"Oppa," panggilku sambil memegangi tangannya yang berada di atas perutku.

"Hm?" Dia menolehkan wajahnya menatapku.

"Ayo kita pulang, oppa."

Dia menarik ujung bibirnya lagi. Menunjukkan senyum indahnya. Aku bersyukur memilikinya.

"Oppa, di mana ini?" tanyaku sesampainya di sebuah villa yang tidak pernah aku kunjungi sebelumnya.

"Ayo, masuk."

Dia selalu seperti ini. Memberikan sebuah kejutan kecil yang membuatku tak bisa berkata-kata.

"Kita akan liburan di sini sambil menunggu jagoan kita lahir," katanya dengan di akhiri senyuman lebarnya.

"Lihat! Indah bukan pemandangannya?" tanyanya sambil memperlihatkan taman belakang villa ini.

Aku menyukainya. Pemandangan ini. Pemandangan suamiku yang bersemangat menunjukkan pemandangan indah yang dapat dilihat dari villa ini. Tapi aku benci saat aku harus sakit kepala seperti ini.

"Oppa," kataku lirih sambil memegang kepalaku. Aku berjalan terhuyung-huyung menuju sofa yang tak jauh dari tempat aku berdiri. Pandangan mataku kabur.
***

Putih. Semua serba putih. Di mana aku sekarang? Bau obat menusuk hidung. Apa aku di rumah sakit?

"Kau sudah bangun?" tanya seseorang yang ada di sampingku.

"Iya, oppa. Hmm, kenapa aku ada di sini, oppa?"

Jongin oppa pun menjelaskan semuanya. Aku mengalami pre-eklampsia dan harus diobservasi, katanya.

"Kau akan dioperasi nanti," penjelasannya membuatku terkejut. "Hmm, aku tahu kau tidak ingin dioperasi, tapi ini adalah yang terbaik."

Hmm, ini salah satu akibat dari sindrom yang aku idap. Aku harus siap menerimanya. Kalau ini yang terbaik, aku akan melakukannya.

"Permisi, Tuan. Saya akan membawa nyonya ke ruang operasi sekarang," kata suster yang sejak tadi merawatku, memberikan injeksi agar aku tidak kejang.

Pemberian anastesi dimulai. Perawat dan dokter obgyn pun sudah siap di tempatnya masing-masing. Tak lupa Jongin oppa juga menemaniku di sini.

Takut? Iya. Khawatir? Jelas. Tapi aku harus tetap tenang agar dapat berjalan dengan baik.

Tidak sampai hitungan jam, aku dapat mendengar suara tangisnya. Aku benar-benar bahagia mendengarnya. Tangisan bayi mungil yang selama ini aku rindukan.

Aku melihat senyum bahagia di wajah Jongin oppa. Air mata bahagia tak lupa ikut bergabung merayakan lahirnya jagoan kecil kami.
***

Melihatnya tumbuh, aku benar-benar merasa bahagia. Suara tangisan pertamanya membuatku merasa takjub. Benar kata orang. Pelangi akan muncul setelah hujan turun. Dan dialah pelangiku. Kim Jongin dan Kim Jongjin.

"Jongjin-i, jangan tinggalkan Appa!"

"Appa! Eomma! Ayo coba tangkap aku!"

"Jongin-i, pelan-pelan larinya!"

ROOM 2Where stories live. Discover now