Donghyuk -Riders On The Storm-

216 21 2
                                    

Halo, postingan baru nih.  Sebetulnya cerpen ini tercipta bukan dari prompt.  Tapi dari ide aja.  Dan, judulnya juga paralel dengan lagu favorit saya akhir-akhir ini, Riders On The Storm by The Doors.

DAMN I LOVE THE DOORS SO MUCH

LONG LIVE ROCK MUSIC!!!

Selamat membaca.

***

Rin menyalakan mobilnya. Setelah dirasa mesin mobil sudah panas, ia mengecek tas tangan besar yang ia pangku. Memerika apakah ada barang-barang pentingnya yang tidak terbawa. Lengkap, tidak ada yang tertinggal. Ia langsung meletakkan tas itu di kursi belakang dan menjulurkan kepalanya ke luar jendela.

"Elle! Cepat!" panggilnya. Beberapa detik kemudian, seorang perempuan mungil muncul dari balik pagar sebuah rumah. Perempuan pirang itu segera masuk dan duduk di kursi pengemudi, bersebelahan dengan Rin. Setelah itu, Rin menginjak pedal gas dan mobil itu melaju di jalanan.

"Aku hanya akan menemanimu satu kali ini saja," ujar Elle sembari menyeruput jus jeruknya. Rin yang mengemudi di balik setir mengerlingkan matanya.

"Aku kan tidak memintamu,"

"Kau terlalu keras kepala, bukannya aku sudah menyuruhmu untuk minta pendamping kepada bos?" balik Elle yang bersikukuh. Rin menghela nafasnya panjang. Ia tidak akan bisa memenangkan perdebatan dengan perempuan blasteran Prancis disampingnya ini. Ia akhirnya memilih untuk diam, dan fokus pada jalanan di depannya.

"Aku masih tidak percaya bos memiliki proyek di kota terpencil seperti Escuro," gumam Elle. Mereka mulai terpisah dari jalan raya yang besar, berganti jalur ke jalan yang lebih sempit dan sepi. Wanita yang sudah kehabisan jus jeruk itu membuka laci dashboard mobil Rin dan mengambil sebuah peta. "Lihat, ini benar-benar kota yang terisolasi! Tidak ada kota atau desa lain di sekitarnya. Hanya kota kecil di tengah-tengah hamparan rumput yang sangat luas. Jauh dari peradaban."

"Seorang teman lama bos meminta bantuannya untuk mengeruk tanah di sekitar sumber air," jelas Rin. "Nantinya tempat itu akan dijadikan tujuan pariwisata. Dan kota kecil itu bisa lebih ramai dan terjangkau peradaban. Bagus, kan?"

"Iya juga sih," Elle menanggapinya. Ia kembali memperhatikan peta yang terbentang di pangkuannya. "Memakan waktu dua jam untuk pulang pergi dari kota kita ke Escuro. Yakin tidak mau menyewa hotel saja?"

Rin mengangguk.

"Tugasku cuma menjadi penasihat dan koordinator lapangan," jelas Rin. "Aku tidak apa-apa. Lagipula yang kulakukan cuma datang ke lapangan dan memperhatikan mereka bekerja."

"Selama satu minggu," timpal Elle. "Itu bisa membunuhmu."

"Aku kuat," bantah Rin. "Perjalanan pulang pergi empat jam bukan apa-apa buatku."

"Terserah," Elle memasukkan peta yang sudah ia lipat kembali ke dalam laci. Jalanan kini benar-benar sepi. Jalan yang tadinya cukup lebar untuk dilewati oleh enam kendaraan secara horizontal, kini hanya cukup untuk dua kendaraan jika berpapasan. Kanan kiri jalan yang tadinya penuh oleh toko, rumah, dan bangunan-bangunan lainnya, kini mulai hilang satu persatu.

Satu jam kemudian, yang mereka lihat hanyalah hamparan sawah dan ladang rumput yang begitu luas. Di kiri jalan, di kejauhan, bukit-bukit berdiri dengan megah. Sayangnya, keindahan alam tersebut tidak terpancar sepenuhnya, karena langit berwarna gelap dan guntur meraung dari kejauhan.

Tidak ada lagi bangunan sama sekali. Yang mereka lewati hanya beberapa papan tanda lalu lintas dan sebuah halte bis kecil yang sudah usang di sebelah kanan jalan.

Awalnya gerimis, tetapi langsung berubah menjadi terjangan air dari langit. Elle dan Rin buru-buru menaikkan jendela mobil dan menyalakan air conditioner.

iKON Oneshots [Story Prompts] [Bahasa Indonesia]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang