Bab 2

27 7 0
                                    

Satu hal yang paling menyebalkan untuk seorang Fani Yudhistira adalah ... Pergi sekolah. Baginya ke sekolah sama saja memasukkan cewek berambut lurus panjang itu ke dalam neraka. Tiap hari harus berhadapan dengan cewek tomboy sok garang itu, bukannya dia gak mau melawan tapi itu sama saja dia mengingkari janji kepada kedua orang tuanya yang telah lama meninggal. Sejak kepergian mereka, cewek itu menjadi pendiam dan jarang bergaul. Setiap hari yang dilakukannya hanya termenung, maka dari itulah Okti si cewek songong-menurut Fani-selalu saja mengganggunya.

Padahal Fani tahu sekali alasan cewek itu sering membuat ulah kepadanya karena dia juga sama dengan Fani. Okti hanyalah salah satu dari sekian banyak anak yang butuh kasih sayang dari orang tua. Mama dan Papanya tak pernah memikirkan anaknya itu, mereka hanya mementingkan pekerjaan saja. Makanya Okti berusaha untuk menarik perhatian sekeliling dengan cara membully ... Dan korbannya adalah Fani sendiri.

"Eh sok cantik banget sih lo?"

Fani memutar kedua bola matanya, untuk yang kesekian kalinya dia hanya bisa bersabar. Mudah saja baginya untuk melabrak-jangankan melabrak, menghajarnya pun dia sanggup-cewek di depannya sekarang. Tapi dia masih punya belas kasihan, dan hati nuraninya mengatakan tak akan pernah menyakiti siapapun.

Fani menarik napasnya, "bisa gak sehari aja kamu gak usah ganggu aku? Aku lagi buru-buru."

"Alah bilang aja lo takut kan?" Dengan nada mengejek Okti kembali merebut buku tulis dari tangan Fani, "ayo kalo lo emang berani, bisa gak ambil ini buku? Cewek sok cantik!" Darah Fani rasanya semakin mendidih mendengar omongan cewek itu yang sudah kelewat batas.

"Okti! Bisa gak jangan ganggu dia? Kamu udah keterlaluan!" Suara lantang seseorang langsung membuat kedua cewek itu menoleh, terlihat Daniel dan pasukannya-termasuk Karel-memandang ke arah mereka dengan wajah menahan amarah.

Okti langsung memandang remeh wajah cowok itu, Karel langsung mendekati Adiknya. Sementara Fani langsung tak berkutik karena kedatangan Daniel yang tiba-tiba. Sejujurnya sejak dia melihat wajah cowok itu di waktu MOS, memang ada rasa terpendam yang tak pernah ia tahu apa itu.

"Kamu gak kenapa-napa kan?" Pandangan Daniel kini terjatuh di Fani, cewek itu hanya mengangguk sambil mencoba tersenyum.

"Lo, daripada terus ganggu Fani mending ikutan bareng kita? Gimana?" Tanya Alika membuat Okti bingung, Jessika langsung menimpali ucapan Adiknya dengan menjelaskan semuanya kepada Okti. Cewek tomboy itu mulai menimbang-nimbang, dahinya berkerut karena berpikir keras.

"Bener tuh, lagian buang-buang waktu aja lo gangguin dia." Tambah Gerry yang setuju dengan pacarnya si Jessi.

"Kalau kamu masih nekat gangguin Fani, aku gak akan segan bilang ke Mama kamu biar dipindahin sekolah kalau perlu!"Ancam Daniel langsung membuat mata Okti membelalak. Jujur dia memang takut pada kedua orang tuanya, terutama sang Mama. Karena dimarahin Mama sama saja menyerahkan diri ke malaikat maut, untuk soal ini dia sangat tak berani menolak lagi.

"Oke-oke, selow man jangan bawa-bawa nyokap dong? Ya deh gue mau gabung. Gue juga udah bosen gangguin ini anak..."

"Fani! Dia punya nama, jangan sembarangan aja." Daniel memotong ucapan sepupunya itu, membuat Okti langsung ingin menghantamkan kepala cowok itu ke dinding.

"Iya-iya, sorry ya Fan!" Okti mengulurkan tangannya, sedang Fani masih menatap ragu ke cewek itu. Dia takut kalau Okti hanya berpura-pura kepadanya. Karel yang mengerti dengan gelagat aneh Adiknya langsung mengelus pelan rambut panjangnya yang tergerai.

"Tenang aja, dia gak main-main." Karel mengkodekan kepada Fani, kalau Karel sudah berbicara seperti itu barulah Fani percaya. Karena Kakaknya itu memang bisa membaca pikiran seseorang. Akhirnya cewek itu menerima uluran tangan Okti.

Needless (Selesai)✔️Where stories live. Discover now