Epilog

26 6 1
                                    

Semua tak lagi sama, bumi sudah kembali seperti dulu lagi. Matahari dengan semangat menghamburkan sinar hangatnya. Debu pabrik, pohon-pohon tumbang, serta hewan berkeliaran tak lagi melindungi pandangan orang-orang. Taman-taman kembali berfungsi sedia kala, sekolahpun sudah dibuka sehingga siswa bisa kembali menuntut ilmu. Sejauh mata memandang, yang terlihat hanyalah: segelintir senyuman.

Di samping kebahagiaan semua orang, ada satu cowok yang masih setia berada di depan tiga buah makam yang tampak masih baru. Meskipun memakai kacamata hitam, tapi semua orang tahu kalau lelaki itu sedang menangis. Daniel beranjak dari sana, dia menoleh sekilas ke arah gundukan tanah itu. Tak berapa lama dia sudah berjalan menjauhi pemakaman.

Matanya bergerak ke segala arah, seperti sedang mencari sesuatu. Teman-temannya entah berada di mana saat ini, akhirnya cowok itu duduk di sebuah bangku yang memang terletak di dekat tempatnya berdiri. Angin sepoi-sepoi menerpa wajahnya, Daniel memejamkan mata sembari menikmati sapuan lembut udara yang bergerak itu. Namun acara santai-santainya terganggu karena telinganya tak sengaja menangkap suara krasak-krusuk yang menuju ke arahnya.

“Eh, jangan lari, woy!”

“Ika, cepat kejar Dia!”

Seseorang berlari tergesa-gesa dengan dua orang di belakangnya. Merasa jadi buruan, si gadis kembali berlari dengan kencang. Namun tak berapa lama dia berhenti karena merasakan sakit luar bisa di tubuhnya. Dia berjalan terhuyung. Tepat saat kakinya sudah tak mampu menahan berat badannya, sebuah tangan langsung menangkap tubuh gadis itu. Mata mereka sempat bertemu, sebelum si cowok menggendong dan membawa gadis itu duduk.

“Tuh kan, udah dibilangin jangan lari-larian, masih aja bandel, mana yang sakit?” Gadis itu tak menjawab, dia terlalu takut dengan ucapan Daniel barusan. Akhirnya dia hanya memegang bagian kanan perutnya. Daniel langsung memeriksanya, dan bernapas lega saat tak melihat keganjalan di perut gadisnya.

“Wuah! Lo larinya kaya dikejar anjing aja, Fan!”

“Tau nih, gue sama Jessi capek banget. Hadeh!” Si kembar langsung selesahan di atas rumput sembari menikmati lajunya angin.

“Jadi, kalian berdua biang keroknya? Udah gue bilang, Fani itu baru selesai operasi jangan diajak main. Gimana sih?”

“Ya elah, Niel sensi amat sih. Ya udah kita berdua minta maaf, nih!” Jessi mengangkat jari telunjuk dan tengahnya, secara bersamaan.

“Tau gak, Fan? Selama lo dirawat, si Daniel tuh uring-uringan, udah kaya pasien RSJ. Bentar-bentar duduk eh tiba-tiba berdiri. Untung aja dia gak gigit-gigit bantal hahah!” Ika ketawa besar, sambil memegang perutnya karena sakit.

“Hehehe, kalian ada-ada aja.” Fani ikut tertawa bersama mereka, sedang Daniel cuma tersenyum yang terkesan dipaksakan. Cowok itu kini menatap wajah gadis di depannya. Dia tak menyangka kini gadis itu benar-benar berada di dekatnya, mungkin sebentar lagi akan jadi miliknya.

Merasa tak enak hati, Jessi dan Ika bangkit dan pamit untuk pergi. “Waah, kayanya kita bakal jadi obat nyamuk nih, udah ah yuk Jess cabut!” Mereka berdua langsung berlalu dari hadapan kedua temannya itu.

Mata gadis di depannya mulai berkaca-kaca, tak berapa lama tangisan pecah di situ. Entah apa yang membuat air mata gadis itu keluar, tanpa banyak bicara Daniel langsung membawa gadis itu ke dalam pelukannya. Mencoba menyalurkan segala kekuatannya, dia tak peduli bahunya basah akibat air mata yang terus mengalir dari mata Fani.

“Makasih!”

“Buat apa?”

“Buat semuanya.”

“Jadi? Lo beneran sayang sama gue?” Goda Daniel memasang senyum cengengesan, sedang Fani tampak tersipu malu. Jujur saja, kata-kata di 'pertempuran' kemarin luwes begitu saja keluar dari mulutnya tanpa ada unsur kesengajaan. Alhasil gadis itu hanya memberikan sebuah senyum canggung.

“Gue nggak perlu tahu jawaban lo, kok.” Daniel tersenyum, dan kembali meraih gadis itu ke dalam pelukannya. Matahari seakan tersenyum melihat kedua insan itu, burung-burung bahkan ikut bernyanyi merayakan kebahagian mereka berdua. Bahkan, alampun ikut merasakan apa yang dirasakan Daniel dan Fani.

“Fan? Mulai besok, kita semua akan pindah ke London!” Mata Fani seketika berbinar mendengar ucapan Daniel, rasanya kebahagiaan gadis itu semakin lengkap saja. Fani mendekat ke arah Daniel, dia berhenti tepat di depan telinga cowok itu. Menarik napas dalam-dalam, dengan semangat dia mulai membisikkan kata-kata yang membuat Daniel tersenyum.

“Sekarang aku percaya, Niel. Semua memang indah pada waktunya!”

Tamat

Needless (Selesai)✔️Where stories live. Discover now