Bab 7

10 7 0
                                    

Matahari belum sepenuhnya menampakkan sinar hangatnya, kabut subuh mulai berjalan mengelilingi sebuah gedung besar yang dimana adalah tempat tinggal kedelapan orang anak. Seorang gadis tengah terduduk sambil memandang seluruh temannya, yang tengah bersiap-siap untuk melakukan tujuan yang telah dibuat sebelumnya. Dengan berbekal alat yang sudah disiapkan jauh-jauh hari oleh Pevita, agar semuanya bisa berjalan dengan lancar.

"Kenapa, sih?"

Fani tak menjawab bergerak sedikitpun tidak, pikirannya masih sibuk dengan apa yang akan terjadi kedepannya. Merasa ada yang tak beres, Daniel langsung duduk di samping cewek itu. Matanya ikut memandang ke depan, sepertinya dia juga memikirkan sesuatu yang semua orang tak pernah tahu.

"Kamu pernah gak ngerasain, gimana rasanya ditinggalin orang tua?" Daniel menoleh dan merenungkan kata-kata Fani barusan. Sejurus dia langsung menggeleng.

Fani tersenyum, namun bukan manis melainkan miris, "enak ya jadi kamu, masih punya Mama yang selalu ada buat kamu. Teman-teman yang baik banget. Sedangkan aku? Jangankan dapat kasih sayang orang tua, melihat wajah mereka aja gak pernah."

"Tapi, lo kan masih punya Kakak yang akan selalu jagain lo, teman-teman yang baik..." Daniel tersenyum menatap kedua bola mata cewek itu. "...Dan ada gue yang akan selalu sayang sama lo!" Daniel hanya bisa mengucapkan kata-kata itu di dalam hati kecilnya.

Fani tak menjawab, dia menutup matanya rapat-rapat berharap saat dia membuka mata, kedua orang tuanya berada di sini. Namun nihil, yang terlihat hanya penampakkan beberapa orang yang tampak sibuk seakan tak melihat keberadaan dia di situ. Hatinya sekan teriris ribuan sembilu, pedih, sakit, itulah yang dirasakannya sekarang. Berasa sendiri di tengah keramaian.

"Tapi kamu masih bisa dapat kasih sayang sama Mama kamu. Dia baik banget, Niel, aku berasa punya orang tua saat di dekat dia."

"lo boleh anggap dia Mama lo kok, lagian Mama gue pasti gak keberatan kalau mengadopsi salah satu anak asuhnya yang cantik banget."

Fani tertawa mendengar ucapan Daniel yang menurutnya meledek itu. Dia memukul lengan cowok itu, Daniel tersenyum lega saat melihat cewek di sampingnya ketawa lepas. Rasanya beban di cowok itu hilang, melayang lepas dibawa angin yang melaju semakin menjauh ketika cewek itu sudah bisa ceria lagi.

"Kamu bisa aja, by the way makasih yah."

Daniel tersenyum, namun wajahnya berpaling ketika mengingat semua hal itu. Air mukanya berubah keruh tak seperti tadi. "Tapi lo gak akan pernah ngerti gimana rasanya, kalau tahu bahwa yang mendalangi semua kerusakan ini adalah Ayah lo sendiri, Fan."

Karel hanya memandangi kedua insan itu dari balik dinding, tanpa bisa berbuat apa-apa. Dia terlonjak saat Rey tiba-tiba berada di dekatnya sambil kepo dengan apa yang dilakukannya itu. Karel tak menjawab dia segera menyuruh Rey agar bilang sebentar lagi mereka semua akan terjun langsung ke tempat kejadian perkara. Rey tak membantah sebentar saja semua anak-anak sudah berkumpul di ruang tengah.

"Ingat yah jangan ada yang berbuat macam-macam. Jangan sampai melukai orang lain, kecuali sudah terpaksa! Paham?" Sekali lagi Karel berkata seperti itu, sedang ketujuh remaja lainnya sudah menatap muak ke arah cowok itu.

"Iya, Pak Bos!" Mereka berteriak serempak membuat Karel memonyongkan bibirnya kesal dipanggil seperti itu.

Sedang Pevita yang bersembunyi di balik tirai hanya bisa tersenyum menahan tawa melihat kedelapan anak itu. Dia berbalik ketika semua anak asuhnya sudah meninggalkan rumah. Matanya tak sengaja menangkap objek yang berada tak jauh di depannya, dua orang duduk dengan seorang anak kecil di tengah-tengah mereka. Setetes air tiba-tiba turun di kedua mata wanita itu, sungguh dia tak lagi bisa menahan semuanya.

Needless (Selesai)✔️Where stories live. Discover now