Bab 9

7 7 0
                                    

Entah penyerangan yang bagaimana atau apa, mereka semua hanya mengikuti intruksi dari Pevita. Rasanya hari ini akan terjadi suatu peristiwa besar, dimana para pengacau akan segera dimatikan oleh para anak-anak SMA itu. Mungkin saja ini termasuk peristiwa bersejarah yang nantinya bisa masuk ke dalam materi buku sejarah Indonesia. Atau mungkin didaftarkan di buku rekor dunia, yang jelas semuanya akan kita ketahui sekarang.

Daniel memasukkan peralatannya ke dalam tas, dia melihat teman-temannya kelihatan sibuk sekali. Begitu juga Rey dan Fani yang keduanya memang baru saja sembuh juga harus ikut andil di sini, cowok itu agak merasa khawatir daritadi. Entahlah sepertinya ada yang mengganjal hati Daniel, dia menatap wajah semua orang seakan mencari sesuatu, Mamanya. Di mana wanita itu sekarang? Perasaannya baru membaik ketika Pevita muncul dengan seragam yang sama.

"Waw! So cool, keren Tante!" Teriak Okti kegirangan.

"Kamu bisa aja, Ti."

"Ma? Mama yakin kita harus melawan dengan cara seperti ini? Apa gak ada ide lain?" Daniel merasa ragu kali ini. Pevita tak menjawab dia hanya tersenyum penuh sambil memandang wajah anaknya itu. Ada perasaan bersalah yang kembali mengganggunya, namun segera ditepisnya dengan mencoba sibuk dengan para anak asuhnya.

Setelah semuanya beres mereka semua bergegas untuk pergi. Sedang di sisi lain para pengacau sepertinya juga sudah menyiapkan segala cara untuk menggagalkan rencana anak-anak itu. Namun rona muka orang yang mereka panggil bos itu daritadi tak bisa ditebak, dia terus memukul-mukul pahanya sambil menatap lurus ke depan jendela.

Pevita menarik napas panjang sebelum turun dari mobil, dia memerintahkan agar para anak-anak itu berkumpul dulu sebelum memulai penyerangan. "Kalian saya bagi menjadi 3 tim. Jessi, Ika, Gerry dan Okti dibagian belakang. Daniel, Fani, Rey dibagian samping. Karel dan saya biar berjaga di depan. Ingat, jangan sampai melukai orang lain kecuali terpaksa!"

"Daniel? Hati-hati sayang!" Pevita memeluk anak semata wayangnya itu. Daniel menatap miris ke arah Mamanya, seakan tak ingin meninggalkan wanita itu. "Pergilah, Mama akan baik-baik saja."

Mereka semua mengangguk dan bergegas pergi ke tempat masing-masing, begitupun dengan para pengacau mereka mulai keluar dari tempat persembunyiannya. Tak berapa lama suara tembakan mulai terdengar di beberapa titik. Karel dan Pevita segera berpencar, mereka juga mulai melakukan aksinya.

"Tante! Sepertinya itu bos mereka." Karel berteriak ketika seseorang tiba. Tubuhnya tegap, pembawaannya yang dewasa seakan menghipnotis Karel yang sedang menatap pria itu. Karena keasyikan cowok itu tak menyangka dari belakang beberapa anak mulai mendekat, untungnya dia bisa menghalau mereka semua dan mulai sibuk dengan musuhnya itu.

Pevita tak bergerak dari tempatnya, pria itu semakin mendekat. Sedetik saja wanita muda itu lengah, sebuah katana mungkin sudah tertancap di perutnya. Pria itu tak tinggal diam, dia langsung meraih tangan Pevita namun bisa dihalau oleh wanita itu, akhirnya terjadilah aksi tarik menarik antara dua orang itu. Karena penasaran, Pevita menarik penutup muka si pria dan tampaklah wajah familier bagi wanita itu.

Keduanya sama-sama membeku di tempat, Karel merasa ada yang tidak beres itu langsung menghampiri keduanya. Namun belum sampai 5 meter dia berjalan, sebuah ledakan terdengar bersamaan dengan peluru yang menembus dada seorang cowok. Karel terduduk, dia memegang bahunya yang terkena tembakan itu. Darah segar mengucur deras, matanya berkunang-kunang, kepalanya terasa sangat bera. Dalam sekali hitungan kesadaran cowok itu langsung hilang.

Mata kedua orang tadi sama-sama melotot, tak ayal Pevita menerjang kaki pria itu dan berlari menghampiri Karel yang sudah bersimbah darah. "Karel! Karel, bangun Rel. Kamu jangan mati!" Pevita menampar pipi cowok itu, namun nihil Karel sama sekali tak bergerak. Wanita itu memegang lehernya mencoba mencari denyut nadi cowok itu.

Needless (Selesai)✔️Where stories live. Discover now