Bab 4

25 7 0
                                    

Sesampainya mereka di rumah-atau lebih tepatnya markas rahasia yang dibangun oleh Mama Daniel-tersebut, tak seorangpun yang bersuara mungkin karena semuanya kelelahan berceloteh di sepanjang jalan tadi. Alhasil Daniel dan Gerry langsung menghempaskan tubuhnya ke sofa, disusul oleh Karel dan Rey di dekat mereka. Sementara yang cewek-cewek segera ke kamar mereka untuk berganti baju dahulu.

Capek! Itulah yang mereka rasakan sekarang, terkapar di atas sofa dengan kaki terangkat ke atas. Tertidur sangat pulas dengan mulut menganga lebar membuat Fani yang sudah keluar dari kamarnya langsung tersenyum menahan tawa melihat ekspresi para lelaki itu. Cewek itu berjalan tertatih berharap langkahnya tak menimbulkan suara yang mengganggu.

Ika langsung tertawa begitu melihat objek di depan matanya, sontak mereka semua terbangun dengan mata masih setengah terutup. Jessi yang baru tiba juga ikut nimbrung seakan tak mau ketinggalan dengan momen langka itu. "Woy lo semua ngapain tidur di situ?" Toa Okti mulai keluar tak ayal mereka semua menutup telinganya yang sakit mendengar suara cewek itu.

"Bisa gak ngomongnya santai aja? Mau demo jangan di sini Bu!" Balas Rey tak kalah teriaknya.

"Udah stop! Jangan berantem lagi, kita semua dipanggil sama Tante Vita sekarang." Fani muncul dari balik tembok membuat mereka semua terlonjak antara takut dan terkejut. Gerry dan Daniel masing-masing menarik baju mereka, namun yang terjadi seragam kain itu malah terkoyak dua.

Mata keduanya semakin ingin keluar saat melihat nama yang tertera di sakunya, 'Karel Yudhistira!' Kedua cowok itu berteriak serempak sambil menoleh ke arah Karel yang menatap mereka berapi-api. Pandangan Karel tertuju ke seragam yang dipegang keduanya, dia mengangkat tinggi-tingi baju miliknya yang sudah menjadi dua bagian itu.

"Daniel! Gerry! Sini kalian woy!"Fani terlonjak karena hampir saja terkena pukulan dari Karel, salah dia sendiri kenapa menahan agar Kakaknya itu tak memukul kedua cowok itu. Karel segera menghampiri dan memastikan Adiknya itu tak kenapa-napa. Setelah perkara selesai mereka semua segera menuju ke lantai atas untuk menemui Pevita.

"Akhirnya kalian datang juga, terima kasih Fani." Mama Daniel tersenyum ke arah cewek itu, mereka berdelapan mulai duduk melingkar dimasing-masing kursi yang telah tersedia.

"Kalian sudah melihat bukan apa yang terjadi di kota kita sekarang?" Semua mengangguk, "hutan mulai terbelenggu, pepohonan banyak yang terbuang percuma. Dan bisa kalian semua tengok, matahari seakan enggan menyinari kita lagi. Semuanya karena apa? Karena manusia-manusia bodoh itu yang mengacaukannya, mereka sama sekali tak memikirkan lingkungan yang semakin kehilangan jati diri seharusnya."

Semua tertegun, tak ada yang menyanggah ataupun berkomentar terhadap ucapan wanita muda di depan mereka. Masing-masing mencoba memasukkan perkataan Mama Daniel yang sangat benar sekali adanya. Mereka juga mulai merasakan dampak dari perbuatan orang-orang jahat itu.

"Dan kalian sudah tahu apa maksud saya mengumpulkan kalian semua bukan? Daniel?" Daniel mendongak, sesaat dia menggeleng tanda tak tahu.

Mamanya menarik napas, memang lumayan susah membuat anak semata wayangnya ini untuk mengerti apa yang dimaksudnya. Dengan sabar wanita itu beranjak mendekati Daniel dan membelai rambut hitam miliknya. "Maksud Mama, kalianlah yang akan mengembalikan semuanya seperti semula."

Kini bukan hanya Daniel yang bingung, tapi mereka semua juga. Bahkan Karel yang biasanya memiliki kecerdasan di atas rata-rata juga terlihat kalap dengan ucapan Pevita barusan. Meskipun begitu, mereka semua mengangguk tanda setuju karena tak ingin mengecewakan wanita itu.

"Baiklah, kalian boleh memulainya dengan langsung turun ke lapangan!"

Dengan sekali gerakan, semuanya sudah berada di dalam mobil dan mulai berjalan menuju tempat yang sudah ditentukan oleh Pevita. Mereka tak banyak bicara, semua hanya membiarkan alam yang membawa mereka masuk ke dalamnya.

Needless (Selesai)✔️Where stories live. Discover now