3: Matamu Melemahkanku

7.7K 293 8
                                    

2017

MALAM ini, Keenan meminta Fashya untuk menemaninya membeli sepatu futsal. Setelah diiming-imingi beberapa hadiah, akhirnya Fashya setuju dengan penawaran Keenan.

"Turun yuk." ajak Keenan setelah memarkirkan motornya.

"Iya lah, lo pikir gue mau nangkring di situ?" kata Fashya dengan intonasi sebal, membuat Keenan terkekeh kecil.

Keenan membantu Fashya turun dari motor. Setelahnya, barulah Keenan yang turun. Memang dasar Fashya, bukannya menunggu Keenan, justru berjalan lebih dulu. Tidak memedulikan teriakan Keenan yang menyuruhnya menunggu. Dengan sebal, Keenan berlari dan menarik tangan Fashya, lalu menggandengnya supaya berjalan bersama.

"Emang gue anak kecil apa, lo gandeng-gandeng!" protes Fashya.

Keenan tersenyum, lalu mendekat ke arah Fashya, berniat berbisik, "biar nggak diambil orang!" katanya lalu terkekeh.

"Emang ada yang mau nyulik gue? Kalau kata Ayah, gue ini kayak tuyul. Bedanya, kalau tuyul itu nyari duit, gue ngabisin." kata Fashya seolah-olah memutar ulang memorinya.

"Dompet gue juga merinding nih jalan sama tuyul." kata Keenan sambil terkekeh. Tangannya berpindah ke pundak Fashya, merangkulnya erat, seakan tak mau berbagi dengan siapapun.

"Tangan lo dong, nanti yang liat bakal salah paham deh." kata Fashya tidak nyaman.

Keenan menaikkan satu alisnya, "ya udah, kalau gitu kita bikin aja mereka nggak salah paham." kata Keenan enteng.

"Caranya? Lo mau bawa spanduk 'gue sama dia cuma sahabat', 'best friends forever', atau 'kita gak ada apa-apa'?" tanya Fashya sambil memutar bola matanya malas. Jika itu adalah ide yang ada di pikiran Keenan, maka Fashya akan sangat yakin bahwa Keenan adalah manusia paling tolol.

Keenan tertawa, "caranya ya gampang." kata Keenan.

"Ya gimana gampangnya?" tanya Fashya lagi, mulai sebal.

"Kalau gue kasih tau, lo pasti juga nggak akan nurutin saran gue." jawab Keenan sambil tertawa sumbang.

"Tck. Ya mana gue mau kalau ide lo itu adalah salah satu yang udah gue sebutin!" kata Fashya jujur. Siapa juga yang mau membawa spanduk seperti orang demo ke mana-mana, dan hanya untuk menjelaskan bahwa mereka sahabatan.

"Caranya ya kita pacaran." kalimat itulah jawaban paling benar yang dimiliki Keenan. Sayangnya, itu hanya sampai di kerongkongan saja. Bahkan belum sempat pita suaranya menyuarakannya, buru-buru terjadi gerakan peristaltik.

"Udahlah, gak usah mikirin omongan orang. It's gonna be okay." kata Keenan sambil melepaskan rangkulannya, kembali menarik tangan Fashya. "Yuk." katanya setelah sampai di salah satu toko sepatu.

***

"Ribet amat sih lo Keen, cuma mau futsal aja milih sepatu harus seabad!" protes Fashya.

Bagaimana tidak? Sudah dua jam mereka di sini, dan Keenan hanya bingung menimbang-nimbang dua sepatu dengan model yang sama, harga yang sama, spesifikasi yang sama. Dan yang membuatnya bimbang adalah, warna merah atau biru. Great. Kalau saja Fashya yang membuat sepatunya, dia akan membuatnya dengan kombinasi warna biru dan merah.

"Menurut lo bagus mana sih, biru apa merah ya?" tanya Keenan sambil mengenakan sepatu yang dicobanya. Kaki kanan warna merah, dan kaki kiri warna biru.

"Ya kan selera orang beda-beda." jawab Fashya seadanya.

"Kalau menurut lo?" tanya Keenan.

Sweet PoliceWhere stories live. Discover now