16: I Know..

2.1K 139 5
                                    

selesai ditulis
10 des 2017

SEMUANYA semakin tidak terkendali. Keenan dan Aksa, kontrolnya sudah diluar kendali Fashya. Sekarang, Fashya tau bahwa piala dari kompetisi itu adalah.... Hatinya.

Iya, hatinya. Bukan raganya. Sebab, sejauh apapun raga, kalau hatinya sudah tergapai, pastilah raga itu akan datang--pasti--cepat atau lambat.

Kini, Fashya tengah memijat pangkal hidungnya sejenak, setelah menyelesaikan beberapa tugas sekolahnya. Bedebam keras seperti menghujam dirinya. Dia paham betul jika setelahnya, dia harus membuat pilihan. Kembali, menggandeng Keenan dan melanjutkan semuanya. Atau... Berputar haluan--menggiring Aksa menulis kisah indah bersama. Berlagak seperti seorang Mama yang memiliki anak kembar siam pada umumnya, Fashya tengah mendalami lakonnya.

Sekali lagi, dia paham betul bahwa Aksa dan Keenan siam. Di mana jika Fashya memilih Aksa--maka dia harus mengikhlaskan Keenan. Begitu pula sebaliknya. Harus ada yang dijadikan tumbal untuk kepuasan perasaan Fashya. Tapi, percayalah, Fashya tengah dihujam cemas ber-title romansa.

Jujur. Dalam diam Fashya selalu mengucap nama Aksa dan pikirannya dihujam kata-kata pujian manis untuk Aksacakara Perdana. Bagian paling sialannya, implus Fashya sudah tidak berfungsi dengan baik. Responnya berbalik arah, sensitif, ketika disentil nama Aksa. Padahal, di Brawijaya, tidak hanya Aksacakara Perdana yang ada.

Sementara, Keenan. Dia itu seperti... Ilusi. Kadang datang mengejar, kadang tersenyum di sudut remang, kadang menelisik nakal menyebabkan keresahan, dan kadang memejam tenang memberikan kenyamanan.

Jujur; Fashya sendiri tidak yakin jikalau nanti--dirinya memilih Aksacakara Perdana, Keenan akan bersikap biasa-biasa saja: seperti janjinya. Fashya paham betul, bagaimana perasaan Keenan nantinya. Setelah dibiarkan menunggu bertahun-tahun dalam fase mencintai diketahui, Fashya melenggang begitu saja pergi bersama Aksa yang bahkan baru dikenalnya berapa hari.

Bisa saja memang, jika Keenan bersikap; maaf; belagak biasa saja di hadapan Fashya dan semuanya. Tapi, Fashya tau. Setelahnya, Keenan yang terlihat apatis akan berdiam di kamar--dengan jendela yang terbuka. Lalu dirinya akan merokok semalam suntuk, ditemani kopi. Untung saja, lambung Keenan bukan lambung liar yang bisa menenggak alkohol dalam kapasitas tinggi. Katanya, Keenan pernah seteguk dua teguk sampai membuatnya nge-fly ringan. Lalu dicekokinya satu botol, dan yang terjadi adalah lambungnya yang panas, muntah bersamaan sakit berhari-hari. Apresiasi yang baik.

Himpunan penyelesaian lain mengenai drama picisannya adalah: memilih Keenan.

Ini mudah, sangat mudah dilakoninya. Mengingat dia dan Keenan sudah berteman lama, pasti akan sangat mendukung. Tetapi, sepertinya, hati Fashya sudah balik kanan memungkiri Keenan.

Fashya menutup bukunya kasar, lalu berjalan meraih ponselnya di nakas dan berbaring merenggangkan otot-ototnya. Dinyalakannya ponsel warna hitam miliknya, lalu muncullah sederetan chat. Ada satu yang begitu mencolok, chat dari kontak berhuruf empat-- A K S A

Dibukanya perlahan dengan hati yang bergetar hebat, efek samping dari perasaannya. Dan pesan itu hanya berisi satu larik pesan, mengatakan kalau besok Aksa ingin mengajak Fashya bertemu setelah pulang sekolah. Lalu, dengan senyum yang mengembang Fashya menyetujuinya.

***

"Fash, pulang bareng gue nggak?" tanya Keenan sudah menenteng tas nya.

Fashya yang baru berkemas, menatap Keenan dan menggeleng. "Makasih Keen, tapi gue masih ada urusan."

Keenan menaikkan alisnya, "mau gue temenin?" tawar Keenan.

Sweet PoliceWhere stories live. Discover now