8: Muak, Tidak Jera, Kesepakatan

2.7K 164 6
                                    

Selesai ditulis pada 11 Apr 19

AKSA tengah berkacak pinggang di depan anak-anak PASTUB, junior nya. Tidak habis pikir kenapa mereka masih saja melakukan kesalahan. Tidak bisa konsentrasi full, entah pikirannya pada lari ke mana. Yang lebih menyebalkan, junior genit yang kalau ditanya kenapa nggak fokus, jawabannya 'karena diliatin Kak Aksa'. Ya serah-serah sini dong mau ngapain, punya mata juga.

"Bukan mau sombong. Tapi, pada hakikatnya, anak PASTUB nggak pernah sama sekali dicap nggak baik. Apalagi sampai gagal dalam lomba, dan hanya seleksi awal."

"Kalau kalian terus begini, berpeluang seribu persen angkatan kalian gagal dan nggak dapat apa-apa! Pulang dengan tangan kosong. Nggak malu?"

Semua diam.

"Ke mana semua janji-janji manis kalian di awal? Kalian buang ke laut, hah!? Katanya, 'Saya berjanji akan membawa nama baik Pasukan Tata Upacara Bendera dengan sepenuh hati', 'Saya akan mengharumkan nama sekolah tercinta kita ini, atas nama Pasukan Tata Upacara Bendera'. Basi!"

Masih diam.

"Nggak punya mulut, semuanya diam?" tanya Aksa akhirnya dengan nada yang tak enak di dengar. Senior-senior lain pun bahkan ikut diam saat sang senior membentak dengan tegasnya.

"Baik Kak." jawab mereka serempak.

Aksa mengusap wajahnya gusar, "baik apanya? Kalian pikir, hormat nggak kompak, jalan kayak lari, berhenti nggak tepat intruksi, itu baik?" tanya Aksa frustasi.

"Enggak Kak, mengerti." jawab mereka lagi. Kali ini dengan menunduk.

"Enggak? Cuma enggak? Harusnya, enggak sama sekali!" bentaknya.

Aksa menatap nyalang mereka satu persatu, "latihan tiga hari lagi, full. Saya akan cari izin ke Kepala untuk kalian free KBM. Jangan sampai kalian membawa bendera putih saat pulang! Jangan membangkang dan bersikap paling otoriter!" katanya, berlalu meninggalkan gedung.

***

Fashya tertegun sendiri melihat kemarahan Aksa. Tidak pernah dilihatnya tangannya yang terkepal kuat, rahangnya yang mengetat tegas. Bibirnya terkatup rapat-rapat. Benar-benar mengerikan. Cerminan dari bapak rumah tangga idaman. Kalau nggak marah lembutnya minta ampun, tapi kalau marah sudah tanpa ampun. Aihh, membayangkan anaknya nanti disayang-sayang oleh Aksa bibirnya sudah tersungging manis.

Tapi senyumnya memudar ketika mengingat bagaimana nantinya kalau dia--yang notabenya tidak becus untuk urusan rumah tangga--dimarah oleh Aksa karena tidak mengurus rumah dengan baik. Bagaimana kalau anak-anaknya terlantar saat jika sesang keluar. Fashya pun meringis. Sudah keluar dari pikiran normalnya. Saling mencintai saja belum, alih-alih sudah menikah.

"Udah?" tanya Keenan--di sampingnya--datar.

Fashya meringis, "kuy!"

***

"Keen, lo tunggu sini. Gue mau samperin Aksa ke UKS dulu!" kata Fashya pada Keenan.

"Oh, oke." kata Keenan berusaha se-datar mungkin.

Fashya melangkahkan kakinya pasti ke dalam salah satu bilik UKS. Dia yakin, Aksa tidak sedang sakit atau apa, dia hanya istirahat di dalam, menenangkan pikirannya sejenak dari masalah-masalah yang di luar kendalinya.

Sweet PoliceWhere stories live. Discover now