11: Saingan Terberat - Roman Picisan (D2)

2.4K 148 7
                                    

selesai ditulis
3 nov 2017

"KEENAN," panggil Dewi, Mama Fashya, sewaktu Keenan datang untuk mengerjakan tugas di rumah Fashya.

"Ah? Iya, Tante?" tanya Keenan sembari mendekat ke arah Dewi.

"Sini, Nak." kata Dewi sambil menepuk kursi di sampingnya yang masih kosong.

Keenan yang sewaktu itu masih menggunakan seragam putih biru nya celingukan, lalu menurut Dewi, duduk di sampingnya.

Keenan teesenyum simpul, "ada apa yah, Tan?" tanyanya.

Ditanya seperti itu, Dewi justru tersenyum simpul. Dan Keenan semakin risau, tidak biasanya Dewi seperti ini. Sedang Fashya sedang di halaman belakang bersama teman-teman lainnya, mengerjakan tugas praktik Prakarya untuk ujian bulan depan.

"Keenan," panggil Dewi lembut.

"Kamu tau, insting seorang Mama selalu benar." ada jeda, "Mama juga pernah muda, Sayang. Mama bisa melihat kamu menatap Fashya dengan berbeda." kata Dewi, sukses membuat Keenan menggaruk tengkuknya kikuk sambil nyengir.

"Fashya, Mama lihat juga sama kayak kamu." kata Dewi sambil manggut-manggut, membuat Keenan semakin salah tingkah.

"Nak," panggilnya, memberi jeda pada Keenan untuk menengok.

"Kamu sudah bisa meluluhkan hati Tante," kata Dewi.

"Ah, itu Tan--"

"Tante tau, Fashya bisa memelukmu, Fashya bisa meluluhkan hati Mama mu." imbuh Dewi, semakin membuat Keenan salah tingkah. Antara tersipu dalam ambang tertipu.

"Tapi saingan kalian berat, Sayang. Rosario dan arah Kiblat." kata Dewi sambil mengusap punggung tangan Keenan.

Seketika Keenan membatu. Apa yang dikatakan Mamanya dikatakan ulang oleh Mama Fashya.

Ada jeda yang diciptakan Dewi supaya Keenan menghayati apa yang diucapkannya.

"Tante nggak larang kamu sahabatan sama Fashya, main sama Fashya, sampai pacaran sama Fashya pun nggak akan tante larang." kata Dewi dengan nada lembutnya, enggan Keenan tersinggung.

"Tapi Sayang, tante mohon, dalam jangka itu, buatlah proses melupakan Fashya. Karena hubungan kalian itu dihitung mundur, berdurasi." kata Dewi, mengelus lembut lengan Keenan.

"Kamu paham, kan?" tutup Dewi, dibalas anggukan lemah oleh Keenan.

***

Keenan begidik ngeri mendapati Fashya yang, yah, agak pendiam dari biasanya. Walaupun hanya sedikit. Dan... oh shit, jangan lupakan pria bengir di sampingnya yang sedari tadi nampak tenang padahal... Sialan! Bahkan Keenan sudah siap mengorek tentang pikiran jahatnya. Umm, mungkin bukan pikiran jahat sih, hanya saja tanpa kuasanya, pria itu sudah mampu mendoktrin dan memberi sugesti pada Fashya bahwa... Sheh, aku lelakimu.

Baiklah, baiklah... Keenan akui bahwa kini dia sedang menatap telak kekalahannya. Dan, yah, harga dirinya tumbang hanya karena pria bernama Aksa yang saat ini sedang tersenyum manis, tapi di mata Keenan itu sangatlah bengis! Lagi, Keenan akui lagi, bahwa dulu, selagi Fashya masih terjaga dalam kungkungannya, pun Fashya belum bertemu pria ini, Keenan akui kalau ia sempat terbesona kepada Aksa ini. Bukan... bukan berarti Keenan dalam tanda kutip, penyuka. Tapi, attitude pria itu sangatlah... memukau. Wajahnya, tak usah ditanyakan lagi, karena kalau Aksa lewat, dijamin para wanita tak segan untuk menoleh dua kali, bahkan mengekor. Apalagi intelegensinya, sheh, rumor yang beredar, dia menduduki peringkat satu se-IIS waktu pendaftaran dulu. Bahkan, sebenarnya Aksa bisa diterima di MIPA. Uhm, soal attitude, Keenan mengibaratkan, dia itu berbeda. Dia itu sama seperti orang lain prinsipnya, my attitude is based how you treat me. Tapi, tapi... bukan berarti jika orang lain memperlakukannya buruk, dia akan bersikap buruk. Bagi Aksa, jika orang lain memerlakukannya dengan baik, dia akan memerlakukan orang lain jauh lebih baik. Tapi, kalau orang lain memerlakukannya buruk, dia akan tetap baik.

Sweet PoliceWhere stories live. Discover now