4: Buru Cinta

5.9K 242 1
                                    

2017

ENTAH apa yang terjadi pada Fashya hari ini. Sepertinya komedi putar dufan sudah buka lapak di otak Fashya. Anehnya, isinya bukan binatang-binatang, tapi Aksa! Sinting.

Otaknya secara otomatis memutar ulang pertemuan-pertemuannya dengan Aksa beberapa hari lalu. Mulai saat pertama kali bertemu, saat di mall, atau beberapa hari ini saat berpapasan di kantin. Fashya tau, Aksa bahkan tidak menyadari kalau mereka pernah bertemu barang sekali pun. Tapi, sungguh, mata elangnya itu sangat memukau. Kalau Aksa diibaratkan narkoba, Fashya akan memasukkannya ke daftar stimulan. Sumpah, hanya karena ada Aksa, Fashya menjadi semangat. Dan jika ditatap Aksa, Fashya merasakan euforia. Ini Fashya yang gila atau bagaimana?

Sialan.

Kalau mengingat-ingat sikap Aksa yang jutek, dingin, judes, dan nggak ada ramah-ramahnya, hasrat Fashya telah bangun untuk membuatnya jatuh kepada Fashya. Harus. Bagaimana pun harus. Fashya akan mengusahakan semua itu.

Fashya tersenyum miring. Membulatkan tekadnya. Walapun dia tau ada dua kemungkinan setelahnya: bertahan melawan arus; terhempas bersama gelombang.

Dengan senyum yang menghiasi wajahnya, Fashya memejamkan matanya. Melemahkan indera-inderanya untuk diistirahatkan. Tekadnya bulat, besok dia harus membuatkan nasi goreng untuk Aksa. Walaupun entah bagaimana rasanya, karena itu adalah nasi goreng perdananya.

***

Setelah dirinya membuat nasi goreng pagi-pagi buta, kini dirinya juga harus berangkat pagi-pagi buta karena jadwal keberangkatan Aksa yang upnormal. Bagaimana tidak? Berangkat bahkan sebelum pukul enam. Mau apa cepat-cepat ke sekolah?

"Astaga, Fashya, hati-hati dong, sayang." kata Resi, mamanya, menasihati.

"Buru-buru ini Fashya." jawabnya sambil memakai sepatu dan menyedot susu di gelas.

"Buru apa sih? Ini jam enam juga belum ada." imbuh Resi.

"Buru cinta, daaah." kata Fashya secepat kilat, lalu pergi disambut gelengan Resi.

Fashya berlari ke halte depan kompleks perumahannya dengan senyum yang sedari tadi mengembang. Membayangkan wajah pulas Aksa membuatnya melayang. Astaga, apalagi membayangkan wajah Aksa saat menyantap nasi goreng nya. Luar biasa!

Fashya duduk di halte sendirian. Dia yakin, tidak akan ada orang yang mau berangkat pagi-pagi buta seperti ini. Apalagi jalanan di sini tidak macet seperti Jakarta. Hanya orang gila seperti Aksa, dan orang yang ikut-ikutan gila seperti Fashya.

Fashya menegakkan tubuhnya saat ada klakson bus. Great! Bus sama seperti yang ditumpangi Aksa selama beberapa hari ini, setelah Fashya melakukan pengintaian.

Fashya berjalan yakin menyusuri tempat duduk yang kosong. Hanya ada beberapa orang, lebih banyak para pedagang yang memang harus berangkat pagi-pagi buta. Lalu mata nya menangkap sosok yang belakangan ini sudah dia hapal karena selalu berkeliaran di pikirannya. Fashya tersenyum sejenak, lalu mengambil posisi duduk. Membuat Aksa bangun dari tidurnya sebentar, lalu melirik Fashya sinis, dan kembali pada mimpi indahnya. Membuat Fashya melongos sebal.

Dua puluh menit.

Dua puluh menit sudah Fashya berada di samping Aksa, sampai kini hampir tiba di sekolahnya. Tidak ada pembicaraan, yang ada hanya Aksa yang tidur dengan dipandangi Fashya. Fashya mengatur napasnya, ini saatnya.

"Kak, udah sampai." kata Fashya sambil tersenyum, seperti beberapa hari ini.

Aksa bangun dari tidurnya, melirik Fashya sekilas yang masih diam sambil tersenyum, lalu keluar mendahuluinya, membuat longosan Fashya lagi-lagi meluncur dengan sempurna.

Sweet PoliceWhere stories live. Discover now