Prolog.

34.9K 2.2K 96
                                    

Gadis itu menyeringai, tatapannya dingin dan tajam. Dia kembali menginjak pedal gas, memperdalam injakannya. Mobilnya melesat semakin cepat, melambung mobil-mobil lainnya yang juga melaju cepat seperti mobilnya.

Dia mendesis pelan, garis finish tinggal satu tikungan lagi, dan masih ada satu mobil di depannya. Tak lama, rasa nyeri mulai menyelimuti dadanya, bukannya meringis dia malah tertawa senang tanpa berusaha menahan rasa nyeri itu.

Saat mendekati tikungan, mobil di depannya agak memperlambat kecepatannya. Melihat kesempatan, gadis itu langsung menginjak pedal gas semakin dalam lagi, garis merah di speedometer mobil itu mendekati angka 200 km/jam. Mobilnya melesat semakin medekati tikungan, rasa nyeri semakin menyelimuti dadanya.

Tiba di tikungan, dia langsung banting stir ke arah yang berlawanan dengan tikungan tersebut. Mobilnya melaju miring, ban mobilnya berdecit dan menimbulkan asap berwarna hitam serta bau ban terbakar, dia kembali membanting stir dan mobilnya kembali lurus. Gadis itu semakin mempercepat laju mobilnya saat melihat garis finish. Hanya dalam beberapa detik, dia dan mobilnya keluar sebagai pemenang.

Gadis itu menginjak rem, ban mobilnya kembali berdecit, dia keluar dari mobil sambil membuka helm pengamannya. Sorakan orang-orang menyambutnya. Dia tertawa puas dan senang, berusaha mengabaikan rasa sakit yang mulai menguasai tubuhnya. Setelah menerima beberapa ucapan, dia berjalan ke bagian yang sepi. Dia memegang dadanya tepat di bagian jantung, lalu tersenyum puas dengan rasa sakit yang dirasakannya. "Mati lo!" desisnya sambil memukul-mukul dadanya.

Tiba-tiba sebuah tangan menahan tangannya, membuatnya berhenti memukul-mukul dirinya sendiri. Gadis itu menggeram pelan lalu mengangkat wajahnya dengan napas terengah-engah. Dia sedikit kaget melihat seorang gadis yang sebaya dengannya tengah menatapnya dengan pandangan marah. "Nadia Azmira! Bego lo, ya!" teriak gadis di hadapannya murka.

Gadis itu, Nadi, menatap gadis di hadapannya dengan datar. "I am." jawab Nadi datar.

Gadis di hadapan Nadi menggeram semakin marah. "Di mana obat lo?!"

Nadi mendengus. "Nggak penting." dia lalu melangkah pergi dengan rasa nyeri yang terus menikamnya.

Gadis itu menyusul Nadi, mendorong gadis itu kasar lalu membalikan tubuh Nadi agar menghadapnya. "DI MANA OBAT LO, BEGO?!"

Jantung Nadi berpacu semakin cepat, lalu rasa nyeri yang lebih daripada yang tadi menyerangnya bertubi-tubi. Nadi memegang bagian jantungnya, lalu meremasnya pelan. "Di—tas." dan tubuh Nadi tumbang seketika.

    ***

Saturday, 14 january 2017--- 4:34 PM.

Diary Of The Antagonist Where stories live. Discover now