7 :: Gencatan senjata.

9.9K 1K 12
                                    

Sudi kah dirimu untuk kenali aku dulu? Sebelum kau ludahi aku? Sebelum kau robek hatiku?

Risalah Hati

***

Aurell berubah menjadi pendiam semenjak kejadian di kantin saat itu. Cita menyadarinya. Kalau mau jujur, Cita ingin sekali menanyakan apa yang membuat Aurell memeluk Nadi. Apalagi selama bersahabat dengan Aurell, Cita tidak pernah melihat Aurell menangis seperti itu. Terasa sangat memilukan. Membuat Cita juga ikut merasakan kesedihan Aurell. Tapi, sepertinya menanyakan itu bukan hal yang baik untuk saat ini.

Cita menghela napas kasar. Cukup mencolok hingga membuat Aurell menoleh.

“Kenapa?” tanya Aurell.

Cita mengerjap. “Kenapa apanya?”

“Ada yang mau lo omongin sama gue?” tembak Aurell langsung.

Cita cukup terkejut dengan pertanyaan itu, namun dia menggeleng pelan. “Nggak ada kok,”

Aurell menatap Cita datar, “Gue tau lo, Cit. Gue tahu ada yang mau lo omongin.”

“Enggak, Aureeell. Nggak ada yang mau gue omongin,”

“Cit, kita sahabat udah lama. Kalo ada apa-apa harusnya lo bilang sama gue,” kata Aurell menasehati.

Cita terdiam sejenak, “Bukannya gue ya yang harusnya bilang kayak gitu?” lirihnya.

Aurell mengernyit. “Maksud lo?”

Cita menatap Aurell tepat di mata. “Rell, kita sahabatan udah lama. Tapi ... sampe sekarang rasanya kayak masih banyak banget hal yang lo sembunyiin dari gue,” Cita menunduk, “kok kelihatannya gue nggak guna banget jadi sahabat lo ya, Rell?”

Bahu Aurell melemas, “Lo bukan sahabat yang nggak guna, Cit. Lo selalu ada buat gue, bahkan walau pun lo sendiri sadar masih banyak yang gue sembunyiin dari lo, lo tetep sahabatan sama gue, itu yang lo bilang nggak guna?” Aurell beralih menggenggam tangan Cita, “kalo emang lo mau tau yang sebenarnya, lo bisa ikut gue minggu nanti,”

Cita tertegun. Aurell mengajaknya hari minggu nanti, padahal selama ini setiap Cita bertanya kemana saja Aurell setiap hari minggu dan kenapa Aurell tidak pernah mau ikut hangout tiap hari minggu, Aurell hanya tersenyum dan menggeleng, namun hari ini dia mengajak Cita.

Perlahan, senyum Cita mulai mengembang, dia balas menggenggam tangan Aurell. “Makasih, Rell.”

Aurell menggeleng sambil tersenyum, “Harusnya gue yang bilang makasih ke lo,”

•••

“Mir, Mir!”

Nadi yang sedang hpnya mengangkat satu alis saat mendengar seruan pelan dari Sinta.

Sinta berdecak kesal. “Ih, Mira, coba lo lihat dulu itu, tuh tuh!” dia menunjuk ke arah kanan.

Nadi menoleh lalu menyipitkan mata saat melihat Iyan dan 'Dedek Emeshnya' sedang duduk berdua di sudut lain taman belakang sekolah ini.

“Kok gue eneg banget ya lihat muka sok polos si Ari-Ari itu?” kata Dea dengan nada bicaranya yang dibuat sejijik mungkin dan tangannya yang asik menggulung-gulung kecil rambut ikalnya.

“Iya, gue juga. Lihat deh sok gitu di depan Iyan, palingan kalo di belakang Iyan keluar deh aslinya,” timpal Sinta seolah ingin memanas-manasi Nadi.

Diary Of The Antagonist Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt