20 :: Jangan bilang siapa-siapa.

10.1K 1K 13
                                    

Just like all the seasons, never stay the same, all around me I can feel it changes...

Today My Live Begins - Bruno Mars

***

Sampai dua puluh menit kemudian Ari masih terduduk gemetar di kursi tunggu di depan UGD. Padahal Nadi sudah dipindahkan ke ruang rawat VIP. Ari masih shock, sungguh, dia benar-benar tidak menyangka hari minggunya akan mendapati kejadian tidak terduga seperti ini.

“Ari!”

Ari menoleh dan melihat Aurell berjalan cepat ke arahnya. Ari berdiri kemudian terduduk kembali, dia terkejut mendapati dirinya sendiri ternyata sudah sangat lemas.

Aurell memegang kedua lengan Ari. “Di mana Nadi, Ri? Dia baik-baik aja 'kan?”

Ari melihat kekhawatiran Aurell dengan sangat nyata. Sejujurnya Ari masih sangat bingung dengan keadaan ini. Kenapa Aurell dan Nadi terlihat sangat dekat? Padahal di sekolah tidak seperti itu. Lalu ke mana dua teman Nadi yang selalu bersamanya itu? Semakin banyak saja pertanyaan yang berkeliaran di kepala Ari.

“Ri! Jawab!” Aurell membentak, membuat beberapa orang menoleh ke arah mereka.

Ari menarik napas dalam. “Di VIP 2, Kak.” suaranya mencicit, tapi cukup untuk di dengar oleh Aurell.

Aurell menjatuhkan dirinya di kursi di sebelah Ari. Tangannya beralih memijat keningnya.

“Ri? Kenapa bisa lo sama Nadi?” tanya Aurell pelan.

Ari menoleh dan melihat wajah penat Aurell. Lalu dia menceritakan semuanya, tanpa ada sedikitpun yang tertinggal, termasuk dengan penjelasan dari dokter yang tadi menemuinya.

Aurell mengusap wajahnya kasar. “Ikut gue ke ruangan Nadi ya, Ri. Mungkin ada beberapa hal yang bakal gue minta dari lo. Gue harap lo nggak keberatan.”

Ari mengangguk kemudian berjalan bersama Aurell sambil berusaha menjaga agar tubuhnya tetap seimbang.

Aurell membuka pintu kamar rawat Nadi dengan pelan, dia masuk lalu menyuruh Ari duduk di sofa sedangkan dia menarik kursi dan duduk di samping ranjang Nadi.

Aurell memandangi wajah tenang Nadi. Seperti tidak sakit sama sekali. Dia meraih tangan Nadi.

“Kenapa lo keras kepala banget sih, Nad?” suara Aurell bergetar.

Aurell meremas tangan Nadi. “Coba deh Nad, sekali-sekali lo dengerin apa kata dokter. Gue nggak mau kehilangan lo lagi, Nad!”

Air mata Aurell sudah siap jatuh namun di sela oleh tangan Nadi yang bergerak kemudian disusul dengan kelopak matanya yang terbuka.

Nadi menatap Aurell sayu. “Jangan pernah nangis buat gue. Gue nggak pernah suka orang nangis buat gue.” dia perkata pelan dan datar.

“Nad--”

“--Jangan pernah nangis buat gue, Rell!” Nadi menekan kata-katanya.

Aurell menarik napas dalam. “Iya, Nad.”

Mata Nadi beralih ke arah Ari yang tengah menatap mereka dengan tatapan yang tidak terbaca sama sekali.

“Buat lo makasih udah nolongin gue. Tapi tenang aja, gue nggak bakal hentiin niat gue ngerebut Iyan hanya karna lo nolong gue.” Nadi mengatakan itu kemudian berbalik membelakangi Aurell dan berusaha untuk kembali tertidur.

Ari hanya diam memandangi punggung Nadi yang terlihat rapuh. Dia menarik napas panjang, dia tahu apa yang dia usahakan sekarang belum tentu berbuah manis di masa depan. Tapi tidak ada salahnya mempertahankan 'kan?

Diary Of The Antagonist Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang