26 :: Let me.

11.9K 1.2K 49
                                    

So let me just give up, let me just let go. If this isn't good for me, well I don't wanna know. Let me just stop trying, let me just stop fighting.

You Don't Know - Katelyn Tarver.

***

Iyan menatap baksonya tanpa minat sama sekali, rasanya sepi sekali hari ini. Dia belum mendapatkan kabar Nadi dari Aurell dan lebih parahnya Candra tidak masuk sekolah hari ini.

Benar kata orang, penyesalan itu datangnya di akhir, kalau di awal namanya pendaftaran.

Iyan mendengus keras, membuat beberapa orang meliriknya termasuk Ari yang tengah mencari tempat untuk duduk.

Ari memutuskan untuk duduk di depan Iyan. Dia meletakkan baksonya di meja kemudian dia tersenyum tipis melihat Iyan.

“Hai, Kak.”

Iyan tersentak, dia bahkan tidak sadar bahwa Ari sudah duduk di depannya. “Oh, hai, Ri.”

“Aku duduk di sini ya, Kak. Abis keliatannya Kakak kesepian banget sih.” gadis itu terkekeh pelan.

Bibir Iyan tertarik membuat sebuah senyum tipis. “Candra nggak ada jadi nggak tau sepi aja, duh gue jadi kayak cewek gini nih.”

Dahi Ari mengernyit. Kenapa rasanya percakapan ini aneh?

Kemudian pikirannya kembali saat tengah malam tadi. Saat Candra menelfonnya dan mengatakan bahwa dia tidak akan pulang untuk menemani Aurell yang sedang menunggui Nadi yang kecelakaan.

Jujur Ari kaget, sangat kaget malah. Dia tidak tahu dari mana ke mana kakaknya bisa ada di rumah sakit bersama Aurell dan menemani Nadi. Padahal tadinya dia berpikir Iyan yang akan ada di sana, dia bahkan sudah menyiapkan hati jika mendengar kabar itu.

Tapi..... kenapa Iyan seperti tidak tau apa-apa?

“Nggak dimakan itu Ri?”

“Ah?” Ari bergerak sedikit, “itu Kakak juga belum dimakan kok makanannya dari tadi malah.”

Iyan tersenyum tipis. “Gue nggak napsu makan.”

“Kenapa?”

Iyan mengangkat bahu kemudian mengutak-atik handphone dan mengirimkan bom chat kepada Aurell yang rasanya sia-sia karena belum juga dibaca oleh gadis itu dari tadi pagi.

“Kakak nggak mau nanyain Candra?”

Pertanyaan tiba-tiba itu membuat Iyan mendongak. Dia menggeleng pelan.

“Buat apa gue nanyain dia coba?”

Kemudian Ari mengalihkan pandangannya ke segala arah, hingga kembali bertemu dengan kedua mata Iyan.

Dia tersenyum tipis. “Soalnya tengah malem tadi Candra nelfon aku---”

“Tengah malam?” Iyan memotong.

Kepala Ari mengangguk dua kali.

“Dia kemana tengah malam? Tumben?”

Diary Of The Antagonist Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang