19 :: Sedikit jawaban.

9.8K 1K 20
                                    

Pergilah, cintamu bukan untukku, kembali padanya...

Bukan Untukku - Hanin Dhiya

***

Iyan duduk termenung di dalam kamarnya. Kepalanya terus memutar kejadian kemarin, di saat Candra memberikan ultimatumnya.

Apanya yang salah?

Pertanyaan itu sedari tadi tidak bisa dijawab oleh Iyan. Memangnya salah kalau Iyan penasaran? Iya, Iyan tahu sebenarnya rasa penasaran itu bisa menjadi peluru yang mengarah kepada dirinya sendiri.

Tapi, Ya Tuhan! Iyan hanya ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi pada gadis itu! Karena sejujurnya, Iyan bisa merasakan luka-luka dan rasa sakit Nadi dengan sangat nyata.

Iyan menarik napas panjang. Demi seluruh hidupnya Iyan bersumpah dan berjanji, bahwa yang dia rasakan ini hanyalah rasa penasaran, dan rasa sakit yang dia rasakan semata-mata hanyalah rasa simpati. Hanya itu.

Tapi... apa benar hanya itu?

••

Ari memandangi handphone di genggamannya dengan dahi mengerut. Kenapa Iyan tidak menghubunginya seharian ini? Apa Iyan marah?

Tapi 'kan seharusnya Ari yang marah di sini? Aih pusing! Ari menggerutu. Saat melihat Candra lewat, Ari menghampiri kakaknya itu.

Candra menghentikan langkahnya. “Rapih banget, Dek, mau jalan?”

Ari melihat penampilannya sendiri, dia memang akan ke mall untuk nongki-nongki bersama teman-temannya. “Iya Kak. Ehm, Kak Iyan kemana ya Kak? Tumben dia nggak hubungin aku.”

Candra mengangkat satu alisnya. “Loh? 'Kan kamu yang pacarnya, kenapa malah tanya Kakak?”

“Ih! Aku tuh ngerasa aneh Kak, Kak Iyan kayak ngilang seharian i—” Ari terdiam sejenak, “Kak? Plis jangan bilang Kakak abis mukulin Kak Iyan?” tanya Ari hati-hati.

“Emangnya kenapa?”

Mata Ari membulat. “Kak! Ih! 'Kan aku udah bilang jangan mukulin Kak Iyan!”

Candra menatap adiknya sendu. “Tapi dia pantes dapetin itu, dia udah nyakitin kamu.”

Ari menggeleng. “Kak! Yang disakitin itu aku, ini masalah aku Kak! Aku bisa nyelesain ini sendiri.”

“Kalau kamu disakitin, Kakak juga ngersain sakitnya, Ri.”

Ari menggenggam tangan kakaknya. “Kak, plis, Ari udah gede, Ari bisa nyelesain masalah Ari sendiri, Ari mohon nggak usah ikut campur masalah Ari sama Kak Iyan lagi, Ari nggak suka, Kak.”

Candra terdiam lama, menatap mata adik kesayangannya itu. Hatinya masih tidak rela jika Iyan menyakiti adiknya lagi, tapi demi Ari akhirnya Candra mengangguk.

Ari tersenyum. “Makasih, Kak. Okedeh, Ari pergi dulu ya.”

“Sama siapa? Biar Kakak anter.”

Ari mengedipkan sebelah matanya pada Candra sembari melangkah. “Aku bawa mobil kok, bye Kakak ganteng!”

Dengan langkah ringan Ari masuk ke dalam mobil dan melaju menuju ke salah satu mall di Jakarta. Kemacetan sedikit memperlambat Ari, tapi tidak lama dan kini gadis mungil itu sudah memarkirkan mobilnya di parkian bawah tanah.

Diary Of The Antagonist Where stories live. Discover now