23 :: Mencari Akhir.

10.8K 1.1K 34
                                    

Everything keeps us apart. And I'm not the one you were meant to find.

Rewrite The Stars
Zac Efron Ft. Zendaya

***

Gadis itu turun dari taksi yang kini sudah terparkir sempurna di halaman rumahnya. Dengan tangan yang terbalut tisu yang kini sudah berwarna merah, Nadi berjalan masuk ke dalam rumah, mengabaikan rasa sakit menyengat di pergelangan tangannya.

Langkah kakinya terhenti ketika dia berpapasan dengan Bundanya. Nadi menarik napas dalam, nyeri, Bundanya sendiri bahkan tidak ingin dia ada.

Matanya masih belum kering, dan kini air mata itu ingin jatuh kembali. Perih sekali, lebih perih daripada luka bekas infus yang dia lepas paksa tadi.

Kemudian Nadi terisak pelan. Membuat Anita yang masih berdiri tidak jauh dari gadis itu mengernyit samar. Dia tidak pernah melihat anak itu menangis bahkan ketika dia memakinya dengan kata-kata yang sangat kasar, dan kini Nadi menangis di hadapannya seolah tidak ada lagi harapan.

Nadi kembali melangkah, namun kini mendekati Bundanya, pelan, sangat pelan, hingga dia menjatuhkan kepalanya di pundak Bundanya yang kini menegang kaget.

Dia tersedak isakannya. Tangisannya tidak bisa dia kontrol, benar-benar terisak hingga dia sesak napas.

Anita ikut merasakannya, perasaan yang meyiksa ikut menyelimutinya, anak ini tidak pernah menangis, terakhir kali Nadi menangis separah ini adalah ketika Ayahnya meninggal dunia.

Namun kemudian Anita tersadar, ini salah, dia tidak boleh mengasihani anak ini, dia tidak boleh berempati. Anita melepas pelukan Nadi. Tidak kasar, namun juga tidak lembut.

“Apa-apaan kamu?” dia bertanya dengan dingin.

Di antara isakannya, Nadi menjawab terbata-bata. “Ma---maaf Bunda.”

Dan dia langsung pergi ke kamarnya meninggalkan Anita yang sesaat merasa bersalah melontarkan pertanyaan itu.

Nadi mematut dirinya di depan kaca. Tangisannya sudah berhenti walaupun belum sepenuhnya. Dia memperhatikan wajahnya yang sangat pucat, dengan mata merah yang bengkak di bagian bawahnya.

Dia menghela napas panjang, sudah pukul 3 lewat, dia harus menemui Ari dan menyelesaikan semuanya. Menyelesaikan hal yang bahkan belum dia mulai.

Ponselnya bergetar, panggilan dari Aurell masuk. Nadi memejamkan mata, kemudian dengan tangan yang bergetar dia mematikan daya ponselnya, kemudian meletakan ponselnya di dalam nakas.

Nadi merapihkan diri, dengan menendap-ngendap, dia keluar dari rumah, tidak ingin di tahu oleh Bundanya. Dia masuk ke dalam taksi yang sudah di pesannya, dan pada saat itu juga, dia sudah membulatkan tekadnya. Bahwa apa yang dia lakukan saat ini adalah jalan menuju akhir yang sudah dia rencanakan.

•••

Nadi duduk di sudut cafe, lengannya yang terluka terbalut oleh jaket kulit hitamnya. Tangannya gemetar, dan mulai mati rasa. Dia tidak lagi merasakan sakit, walau kini ada sakit yang lebih menyengat. Dia berusaha untuk mati rasa, walaupun sangat sulit. Bahkan dia sudah tidak bisa lagi membedakan yang mana sakit akibat luka fisik dan yang mana akibat luka batin. Terasa sama walaupun samar.

Diary Of The Antagonist Where stories live. Discover now