Jilid 5

5.4K 52 1
                                    

Terjadilah pertadingan yang berat sebelah karena para penyerbu terdiri dari puluhan orang sedangkan yang memper­tahankan hanyalah Gin Sim Hwesio yang sudah terluka, Im-yang Seng-cu dan Suma Hoat. Murid kepala Gin Sim Hwesio juga sudah roboh.

"Ha-ha-ha! Jai-hwa-sian, mari kita basmi anjing-anjing keparat ini!" Im-yang Seng-cu tertawa bergelak dan cepat mengerjakan tongkatnya merobohkan dua pengeroyok karena ingin mengejar keting­galannya ketika melihat betapa Suma Hoat sudah lebih dulu merobohkan dua orang. Gin Sim Hwesio mengeluh ketika melihat kuilnya menjadi kotor oleh darah manusia, dan karena dia sudah terluka cukup parah, ia hanya dapat menggerak­kan tongkatnya untuk melindungi tubuh­nya.

Dari pihak penyerbu, yang memiliki kepandaian tinggi hanya Thai-lek Siauw-hud, dan tosu yang mengaku bernama Thian Ek Cinjin, Si Perwira Gemuk telah tewas oleh pedang Suma Hoat, si Perwira Kurus telah remuk tulang kering kakinya dan dua orang kang-ouw teman mereka pun telah terluka oleh pedang Suma Hoat. Biarpun kepandaian dua orang itu cukup hebat, namun Si Tosu kewalahan menghadapi tomgkat Im-yang seng-cu dan Thai-lek Siauw-hud juga terdesak hebat menghadapi pedang Suma Hoat. Akan tetapi karena datang puluhan orang anak buah Coa Sin Cu, payah jugalah Im-yang Seng-cu dan Suma Hoat, sedangkan Gin Sim Hwesio sudah tidak dapat menyerang lawan kecuali melindungi diri sendiri.

Bunyi senjata beradu bertubi-tubi nyaring dan terdengar Gin Sim Hwesio mengeluh panjang, tubuhnya terhuyung dan roboh ke belakang ketika kembali bahu kanannya terluka oleh sabetan pedang. Dia sudah terluka dan tenaganya makin berkurang sedangkan para pengeroyoknya yang masih muda-muda itu terlampau banyak. Biarpun ia roboh terjengkang dan rebah sambil memutar tongkatnya, namun keadaannya terancam bahaya maut dengan serangan senjata pedang yang amat banyak, yang bagaikan hujan menimpa dirinya.

"Trang-trang-trang....!" Pedang-pedang yang menyerang tubuh ketua kuil ini terpental, bahkan dua orang pengeroyok roboh terguling ketika Suma Hoat meloncat datang meninggalkan para penge­royoknya untuk menolong Gin Sim Hwesio. Hwesio itu kini sempat bangun kem­bali. Darah mengucur dari bahu dan pahanya, namun ia sudah dapat mema­sang kuda-kuda dan melintangkan tongkatnya. Suma Hoat kini kembali dikepung dan pundaknya kena ujung pedang se­orang pengeroyok, bajunya robek dan ku­litnya ikut robek sehingga darahnya mulai mengucur keluar. Namun bagaikan seekor naga mengamuk, ia masih terus memutar pedangnya menyambut datang­nya serangan Thai-lek Siauw-hud dan para murid Coa-bengcu.

Keadaan Im-yang Seng-cu juga tidak lebih baik. Biarpun ia masih tertawa-tawa, namun dia sudah terluka pula. Dada kanannya tertusuk pedang, dan untunglah bahwa ia sempat mengerahkan sin-kang sambil emmbanting diri sehingga hanya kulit dan daging dada saja yang robek berdarah. Diapun mengamuk hebat, bahkan terdengar dia bernyanyi nyaring:

"Malang-melintang di dunia kang-ouw

menentang kejahatan mengabdi kebenaran

tongkat di tangan haus darah dan nyawa

para penjahat angkara murka

biarpun tewas dalam membela kebenaran

dengan senjata tongkat tetap di tangan

apa lagi yang membuat penasaran?"

"Bress! Prookk!" Kembali dua orang pengeroyok roboh oleh tongkat di tangan Im-yang Seng-cu, akan tetapi pada saat itu, pedang Si Tosu yang lihai telah ber­hasil membacok ke arah lehernya. Im­-yang Seng-cu cepat membuang diri ke belakang, namun sinar pedang menyusul dan darah muncrat keluar dari pundak kanan Im-yang Seng-cu, sebagian daging bahu kanannya robek! Ia terhuyung dan memutar tongkatnya sehingga terdengar suara nyaring ketika tongkatnya berhasil menangkis banyak senjata lawan.

Suma Hoat mengeluarkan teriakan keras dan pedangnya berubah menjadi gulungan sinar menyilaukan mata tertim­pa api penerangan, membuat Thai-lek Siauw-hud dan teman-temannya mundur, kesempatan itu dipergunakan Suma Hoat untuk meloncat jauh menyambar tubuh Im-yang Seng-cu, dibawa ke tempat di mana Gin Sim Hwesio masih memperta­hankan diri.

Serial Bu Kek Siansu (Manusia Setengah Dewa) - Asmaraman S. Kho Ping HooWhere stories live. Discover now