BUKU 10. JODOH RAJAWALI I

7.3K 48 0
                                    

Kaisar pertama yang bertahta di Kerajaan Ceng-tiauw, yaitu kera­jaan penjajah Mancu yang menguasai Tiongkok, merupakan kaisar yang sampai puluhan tahun dapat mempertahankan kedudukannya, mengatasi banyak pem­berontakan dan perebutan kekuasaan. Kaisar tua ini mulai bertahta dalam tahun 1663 dan dapat mempertahankan kedudukannya ini selama lima puluh sem­bilan tahun!

Pada awal tahun 1700 terjadilah pem­berontakan dua orang pangeran kakak beradik, yaitu Pangeran Liong Bin Ong dan Pangeran Liong Khi Ong, adik-adik tiri kaisar pertama itu, ialah Kaisar Kang Hsi. Dua orang pangeran yang men­coba untuk berkhianat terhadap kaisar itu melakukan pemberontakan yang nya­ris menggulingkan kedudukan kaisar, atau sedikitnya telah menggegerkan kota raja. Akan tetapi akhirnya berkat bantuan para menteri dan panglima yang setia, apalagi karena bantuan Puteri Milana yang terkenal gagah perkasa dan pandai, pemberontakan itu dapat digagalkan, bahkan dua orang pangeran pengkhianat itu dapat ditewaskan.

Akan tetapi, pemberontakan ini de­ngan segala akibatnya menggores hati kaisar yang sudah tua itu, karena, per­tama dia merasa kecewa dan terkejut melihat kenyataan betapa dua orang adik tiri yang dipercayanya itu betul-betul melakukan pemberontakan terhadapnya. Ke dua, melihat bahwa dia terpaksa membiarkan dua orang adiknya itu tewas. Dan ke tiga, perpecahan-perpecahan yang diakibatkan oleh pemberontakan itu di­antara ponggawa dan pembantunya.

Lima tahun telah lewat sejak pem­berontakan itu dapat ditumpas. Namun, biarpun pemberontakan telah dipadamkan dan dua orang pangeran tua itu telah tewas, peristiwa yang mengakibatkan perpecahan di kalangan atas, dan meng­akibatkan timbulnya sikap curiga-mencurigai di antara mereka, mempunyai pengaruh besar terhadap para pembesar atasan yang mempengaruhi pula para anak buah mereka dan terasa pula ke­tegangan-ketegangan yang timbul di an­tara kelompok satu dan kelompok lain sehingga rakyat pun merasa gelisah.

Peristiwa itu banyak mengurangi ke­daulatan dan wibawa Kaisar Kang Hsi. Kaisar tua itu tidak kuat lagi mengen­dalikan kemudi pemerintahannya yang dilanda gelombang perpecahan itu. Ba­nyak raja-raja muda, gubernur-gubernur dan panglima-panglima komandan barisan di perbatasan yang menguasai daerah propinsi yang jauh letaknya dari kota raja, sedikit demi sedikit dan secara halus tidak menyolok mulai memisahkan diri dari pusat. Mereka itu masing-masing menyusun kekuatan dan berusaha meng­atur daerah kekuasaan masing-masing seperti seorang raja. Semua hasil pe­mungutan pajak dan lain-lain mereka simpan sendiri, dan kalau pun sebagai basa-basi mereka masih mengirimkan hasil daerah mereka ke kota raja, maka yang dikirim itu tidak ada artinya di­bandingkan dengan hasil yang masuk.

Tentu saja tidak semua pembesar bersikap demikian. Banyak pula yang semenjak semula berpihak kepada kaisar, masih merupakan pembesar yang setia. Oleh karena itu timbullah pertentangan diam-diam antara para pembesar dan pertentangan ini tentu saja menimbulkan keadaan yang kacau dan tidak aman. Biarpun dari pusat sendiri tidak atau belum ada tindakan apa-apa, namun an­tara para pembesar yang setia kepada kaisar dan yang hendak memisahkan diri, terdapat pertentangan baik secara sem­bunyi-sembunyi maupun secara terang­-terangan sehingga sering pula terjadi pertempuran-pertempuran kecil antara pembesar yang mempertahankan daerah kekuasaannya masing-masing hanya kare­na urusan perairan, urusan perdagangan dan lain-lain.

Semua bentuk permusuhan, baik di­mulai dari permusuhan perorangan sampai kepada perang dunia, adalah pencetusan dari sifat mementingkan diri pribadi dan manusia. Sifat mementingkan diri pribadi ini yang didorong oleh keinginan menge­jar kesenangan, menimbulkan ambisi-­ambisi pribadi dan dalam pengejaran ambisi-ambisi pribadi inilah terjadi ke­kerasan, saling menjegal, saling me­robohkan dan saling membunuh demi mencapai ambisi pribadi. Kalau hanya begitu saja kiranya masih mending, akan tetapi yang lebih celaka lagi adalah ke­nyataan bahwa di dalam pengejaran am­bisi pribadi itu, dalam menghadapi sa­ingan, mereka tidak segan-segan untuk mempergunakan tenaga orang lain, bahkan tidak segan-segan mengorbankan orang-orang lain yang tak terhitung ba­nyaknya, dengan menggunakan kedok perjuangan dan sebagainya yang muluk-­muluk untuk menutupi dasar perbuatan mereka yang sesungguhnya, yaitu demi kepentingan diri mereka sendiri! Hal seperti ini merupakan kenyataan dalam kehidupan manusia, kenyataan yang ter­jadi berulang-ulang selama ribuan tahun lamanya, namun sampai kini pun masih ada saja manusia yang berhati srigala bermuka domba, mengorbankan banyak orang demi tercapainya cita-cita atau ambisi mereka dan menggunakan slogan­-slogan muluk, dan anehnya masih banyak pula orang-orang yang begitu bodohnya, mudah saja diperalat oleh beberapa ge­lintir orang dengan umpan slogan muluk­-muluk.

Serial Bu Kek Siansu (Manusia Setengah Dewa) - Asmaraman S. Kho Ping HooWhere stories live. Discover now