BUKU 10. JODOH RAJAWALI IV

10.8K 70 2
                                    

Pangeran Liong Bian Cu menyentuh tangan Hwee Li dan berkata, "Moi-moi, jangan bilang begitu. Betapapun juga, Locianpwe Hek-tiauw Lo-mo adalah ayah tirimu dan dia sudah memeliharamu sejak kecil, mendidikmu dengan segala macam ilmu. Aku akan selalu menganggap dia sebagai ayahmu."

Pikiran Hwee Li bekerja. Dia melihat Hek-tiauw Lo-mo memandang tajam kepadanya dan di balik pandang matanya itu terdapat ancaman hebat. Dia tahu bahwa kakek itu melakukan semua ini dengan harapan untuk membonceng kemuliaannya kalau dia kelak menjadi isteri Liong Bian Cu. Tentu saja kalau tidak diaku sebagai ayah, harapan kakek itu menjadi hancur dan mungkin saja dia melakukan sesuatu yang akan merugikan dirinya. Selagi dia masih berada di lembah itu, selagi dia masih mencari-cari kesempatan untuk lolos, tidak baik kalau dia menanamkan kebencian dan ancaman baru dalam diri Hek-tiauw Lo-mo.

"Tentu saja, Pangeran. Aku tidak dapat melupakan segala kebaikan Ayah, katanya sambil minum araknya beberapa teguk. Dia melirik ke arah Hek-tiauw Lo-mo dan melihat kakek ini tertawa-tawa senang mendengar ucapannya itu.

***

Demikianlah, Hwee Li yang bagaikan seekor burung telah terkurung dalam sangkar emas itu, terjaga ketat dan sama sekali tidak melihat kesempatan sedikit pun untuk melarikan diri, mulai menggunakan kecerdikannya. Setiap saat dia waspada dan mencari lubang, dan hanya kecerdikannya saja yang membuat dia dapat menahan segala kekhawatirannya dan bersikap biasa, bahkan ramah terhadap Pangeran Liong Bian Cu, seolah-olah dia mulai setuju untuk menjadi isteri Pangeran Nepal ini.

Sering Hwee Li termenung dan hatinya diliputi kedukaan dan kemarahan. Dia merasa benci sekali kepada Hek-tiauw Lo-mo yang ternyata adalah seorang musuh besar. Kini lenyaplah harapanaya untuk dapat tertolong oleh kakek itu. Semua orang yang berada di lembah ini adalah musuh-musuhnya, dan Hek-tiauw Lo-mo merupakan musuh utama malah, di samping Pangeran Liong Bian Cu.

"Ingatlah, Moi-moi, engkau adalah puteri mendiang Panglima Kim Bouw Sin dan engkau sudah tahu betapa ayah kandungmu itu dahulu juga bersekutu dengan ayahku dan membantu ayahku, Pangeran Liong Khi Ong. Maka, kalau sekarang engkau menjadi isteriku dan membantuku, sungguh sudah tepat sekali. Orang tua kita bersahabat, dan kini kita berjodoh, bukankah itu baik sekali?" Demikian antara lain bujukan dari Pangeran Liong Bian Cu. Akan tetapi biarpun dia tidak mau membantah, di dalam hatinya dia sangat tidak senang. Ayahnya adalah seorang pemberontak dan karena perbuatannya itu, seluruh keluarga ayahnya binasa. Dia mengerti bahwa perbuatan ayahnya itu tidak benar, dan tentu saja dia tidak sudi mengulang perbuatan itu, apalagi ditambah dengan pengorbanan dirinya menjadi isteri dari Liong Blan Cu yang dibencinya.

Akan tetapi, kesempatan yang dinanti-nantinya itu tidak kunjung datang. Penjagaan terlalu ketat dan dia sama sekali tidak melihat kernungkinan untuk dapat meloloskan diri melalui penyeberangan sungai. Satu-satunya jalan untuk dapat lolos hanya dengan bantuan garudanya, akan tetapi kini garuda itu telah dikurung, dijaga ketat dan kurungannya dikunci.

Hwee Li sudah menggunakan akal untuk bersikap ramah kepada Liong Bian Cu sehingga pergaulan di antara mereka sudah kelihatan akrab dan tidak asing lagi. Bahkan dengan keramahannya itu, Hwee Li mengajak dia bercakap-cakap dan dengan gembira Hwe Li menceritakan tentang kesenangan menunggang burung garuda melayang-layang di angkasa. Mendengar ini dan melihat sikap Hwee Li, Liong Bian Cu berkata, "Jangan khawatir, kekasihku. Kelak kalau kita sudah menikah, aku akan mengajakmu berpesiar naik garuda itu."

"Ah, mana mungkin? Burungku itu tentu akan dibawa pergi oleh Hek-tiauw Lo-mo. Sekarang pun telah dikurungnya, aku khawatir burung itu akan sakit dan mati."

"Ha-ha-ha, kau tidak perlu khawatir. Ayahmu telah menyerahkan burung itu kepadaku dan ini kunci kurungan itu selalu berada di tanganku. Dan aku sudah menyuruh para pemelihara burung itu baik-baik, memberi makan dan minum secukupnya."

Serial Bu Kek Siansu (Manusia Setengah Dewa) - Asmaraman S. Kho Ping HooWhere stories live. Discover now