BUKU 10. JODOH RAJAWALI VII (TAMAT)

5.7K 61 4
                                    

Siang In tidak bergerak membantu Kian Bu. Selain bingung menyaksikan gerakan Kian Bu yang mencelat ke sana-sini secepat itu dan takut kalau bantuan­nya malah akan mengacaukan gerakan­nya, juga dia merasa tidak enak men­dengar ucapan-ucapan Siluman Kucing tadi. Apalagi mendengar ucapan Hek-tiauw Lo-mo bahwa Kian Bu merayu puterinya habis-habisan! Hatinya mulai merasa tidak senang dan kini dia hanya menonton sambil berjaga-jaga untuk membantu Kian Bu apabila perlu, sung­guhpun kini dia merasa hampir yakin bahwa Kian Bu pasti akan dapat menga­tasi kedua orang lawannya.

Dugaan Siang In memang tidak keliru. Dengan kecepatan gerakan Ilmu Sin-ho­ coan-in, Kian Bu mulai mendesak kedua orang lawannya. Dia lebih banyak menyerang, karena dua orang lawan itu sama sekali tidak memperoleh kesempat­an untuk menyerang bayangan yang berkelebatan menyambar mereka dari segala jurusan itu. Sedemikian cepatnya gerakan Kian Bu sehingga dia seolah-olah berubah menjadi beberapa orang banyaknya!

"Hyaaaaakkk....!" Hek-tiauw Lo-mo membentak dan tangan kirinya bergerak. Sinar hitam lebar menyambar ke arah bayangan Kian Bu dan itu adalah senjata rahasianya yang amat ampuh dan be­bahaya, yaitu jala hitam terbuat dari benang lembut yang amat kuat. Jala itu menyambar cepat sekali, akan tetapi gerakan Kian Bu masih lebih cepat kare­na dia sudah dapat menghindarkan diri, bahkan tangannya menyambar ujung jala dan ditariknya jala itu ke arah sinar hijau dari pedang Mauw Siauw Mo-li yang menusuknya.

"Brettt....!" Jala itu terobek pedang, akan tetapi pedang hijau di tangan wa­nita cabul itu pun terbelit jala. Kesempatan ini dipergunakan oleh Kian Bu untuk menendang. Wanita itu masih ber­usaha menghindarkan tendangan dengan melempar tubuh ke belakang dan menarik pedang sekuatnya, namun tetap saja pang­kal paha kirinya tercium ujung sepatu.

"Aduhhh....!" Wanita itu terpental dan pedangnya sudah terlepas dari libatan jala, kemudian dia terbanting dan ber­gulingan lalu meloncat berdiri sambil meringis dan tangan kirinya mengelus-elus pangkal paha yang terasa nyeri dan panas. Akan tetapi, hatinya lebih panas lagi daripada pangkal pahanya yang tidak terluka parah hanya nyeri dan panas itu, karena dia mengingat betapa dahulu, ba­gian tubuh itu pernah diusap dan dibelai sayang oleh Kian Bu, akan tetapi kini ditendang! Dia merasa terhina sekali.

Sementara itu, melihat jalanya robek, Hek-tiauw Lo-mo membentak dan golok­nya membacok ke arah Kian Bu, disusul hantaman tangan kirinya. Kian Bu mi­ringkan tubuhnya ke kanan, membiarkan golok menyambar lewat dan melihat tangan kiri lawan yang mengeluarkan asap itu memukulnya dengan tangan ter­buka ke arah dada, dia pun cepat me­mapaki dengan tangan kanannya.

"Desss!" Dua telapak tangan bertemu dengan dahsyatnya dan akibatnya, tubuh Hek-tiauw Lo-mo terjengkang dan roboh bergulingan sampai beberapa meter jauh­nya! Biarpun dia tidak terluka parah, namun tenaga pukulannya yang membalik karena kalah kuat bertemu dengan hawa sinkang lawan tadi telah memukulnya sendiri, membuat napasnya sesak dan tubuhnya gemetar!

Akan tetapi pada saat itu, Mauw Siauw Mo-li yang melihat bahwa dia dan suhengnya takkan mampu mengalahkan Kian Bu, sudah melontarkan beberapa buah benda hitam ke arah Siang In! Dara ini tidak tahu benda apa yang menyam­bar ke arahnya itu, maka dengan cepat dia hendak menangkis.

"Jangan ditangkis....!" Kian Bu ber­seru dan tubuhnya berkelebat cepat se­kali, tahu-tahu Siang In telah dipondongnya dan dibawanya berloncatan ke kanan kiri. Terdengar ledakan-ledakan keras bertubi-tubi, akan tetapi selalu dapat dielakkan oleh Kian Bu yang memondong tubuh Siang In. Setelah ledakan tidak terdengar lagi, tempat itu menjadi gelap oleh asap hitam dan dua orang manusia iblis itu telah lenyap.

Kian Bu beberapa kali melompat jauh, keluar dari lingkungan asap itu, lalu menurunkan Siang In dan mengomel ge­mas, "Hemmm, lain kali aku tidak akan memberi kesempatan kepada mereka untuk melarikan diri."

Siang In memandang kagum kepada Kian Bu, lalu menghampirinya dan me­megang kedua lengannya, "Kian Bu, eng­kau hebat sekali...." katanya.

Mereka saling berpegang tangan, ber­hadapan dan saling pandang dengan me­sra. Ketika pandang mata mereka ber­taut, yakinlah Kian Bu bahwa dia benar-benar mencinta dara ini. Semua rasa cintanya terpancar dari pandang mata­nya, terasa benar oleh Siang In dan mem­buat bulu tengkuk dara itu meremang dan dia cepat-cepat menundukkan muka­nya. Dara lincah yang biasanya suka menggoda orang itu kini kemalu-maluan menatap sinar mata yang demi­kian penuh cinta kasih.

Serial Bu Kek Siansu (Manusia Setengah Dewa) - Asmaraman S. Kho Ping HooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang