BUKU 10. JODOH RAJAWALI VI

4.8K 58 0
                                    

Syanti Dewi menurut saja. Dia me­mejamkan matanya dan nenek itu lalu menuangkan air dari sebuah poci air. Terasa dingin sekali air itu menimpa ubun-ubun kepala Syanti Dewi. Teringat bahwa air itu adalah air keramat dari sungai suci, yaitu Sungai Gangga itu, Syanti Dewi menggigil. Sebagai seorang puteri dari Bhutan, tentu saja dia me­ngenal Sungai Gangga yang dianggap sebagai sungai yang suci di India itu. Dia mendengar betapa nenek itu mengucap­kan mantera ketika air itu bercucuran menimpa ubun-ubun kepalanya.

Setelah menuangkan air suci itu, kem­bali nenek Maya Dewi mengurut pung­gung Syanti Dewi, dari tengkuk sampai ke pinggul. Nikmat rasanya diurut seperti itu, dan akhirnya selesailah "pengobatan" dengan mandi air keramat itu. Syanti Dewi diperbolehkan keluar dan dibantu oleh Ouw Yan Hui, dia mengeringkan tubuhnya dan mengenakan kembali pakai­annya. Rambutnya yang masih basah di­biarkan terurai.

"Bagus! Kini di dunia ada tiga orang wanita yang tidak akan mengenal usia tua!" kata Maya Dewi dengan wajah berseri dan dia memandang kepada Syanti Dewi dengan mata bersinar-sinar. "Dan engkaulah yang tercantik di antara kita bertiga, Dewi! Engkau akan dikagumi seluruh manusia di dunia ini, dipuja dan dianggap sebagai dewi kahyangan!"

"Kita harus rayakan peristiwa ini! Mari, mari kita berpesta dan biarkan kapal ini dilayarkan ke tengah lautan," kata Ouw Yan Hui.

Maya Dewi mengangguk-angguk. "Be­nar, sebaiknya Syanti Dewi melanjutkan pengobatan di tengah lautan, jauh dari keramaian dunia."

"Apakah.... apakah pengobatan itu masih harus dilanjutkan lagi....!" tanya Syanti Dewi yang merasa enggan dan malu mengenangkan cara pengobatan seperti tadi.

"Tentu saja, akan tetapi mandi air keramat hanya satu kali tadi cukuplah. Mandi air keramat itu dimaksudkan un­tuk mencuci bersih semua kekotoran yang ada pada dirimu. Akan tetapi eng­kau adalah seorang perawan, Dewi, dan tubuhmu masih bersih, maka mandi satu kali saja cukuplah bagimu. Selanjutnya engkau hanya akan minum pil pengawet muda dan harus kupijit dan urut beberapa hari lamanya."

Mereka bertiga keluar dari bilik dan pesta pun dimulailah bersama bergeraknya kapal meninggalkan pulau itu menuju ke tengah lautan, perlahan-lahan digerak­kan oleh hembusan angin lembut pada layar-layar kapal. Masakan-masakan yang masih mengepulkan uap dihidangkan di atas meja dan tiga orang wanita cantik itu mulai makan minum.

Nenek Maya Dewi menyerahkan se­butir pil merah kepada Syanti Dewi. "Kautelanlah ini bersama secawan arak merah, Dewiku."

Syanti Dewi menurut dan ternyata pil itu menambah manisnya arak. "Apakah saya harus pantang makan sesuatu?"

"Tidak ada pantangan makanan apa-apa, hanya...."

"Bibi Maya, biarkan Adik Syanti Dewi, membiasakan diri lebih dulu." Tiba-tiba Ouw Yan Hui memotong dan nenek itu tidak melanjutkan keterangannya, akan tetapi Syanti Dewi juga tidak menduga lain dan mulailah mereka makan masak­an-masakan lezat.

Kehidupan di atas kapal pesiar itu amat mewah. Kapal menjelajahi pulau-pulau yang indah, taman-taman laut yang memperlihatkan pemandangan indah de­ngan ikan-ikan beraneka warna di waktu air tenang. Akan tetapi Syanti Dewi merasa tersiksa apabila dia harus membiarkan dirinya diurut dan dipijiti oleh Maya Dewi. Jari-jari tangan nenek itu benar-benar amat nakal dan kalau sudah mengurut, memijit, jari-jari itu membelai-belai, membuat Syanti Dewi meng­gigil dan semua bulu di tubuhnya me­remang. Kalau tidak ingat bahwa nenek itu adalah seorang wanita, tentu dia sudah memberontak, bahkan memukulnya! Kalau dia memprotes, nenek itu menghiburnya.

"Memang harus begini, Dewi. Kalau tidak, bagian ini akan mengendur kelak setelah usiamu bertambah." Dengan alas­an seperti itu, terpaksa Syanti Dewi membiarkan saja nenek itu menjelajahi semua bagian tubuhnya dengan gerakan-gerakan jari tangan yang amat kurang ajar! Kadang-kadang dia seperti terlena, seperti tenggelam karena betapapun juga, gerakan-gerakan itu mendatangkan rasa nikmat yang amat aneh dan menakutkan sehingga kadang-kadang dia terpaksa meronta sehingga jari-jari itu mengurangi gerakan-gerakannya.

Serial Bu Kek Siansu (Manusia Setengah Dewa) - Asmaraman S. Kho Ping HooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang