Epilog

3.2K 339 54
                                    

Enam bulan kemudian

Pria itu menyandarkan punggung ke kursi kerjanya. Kursi itu melentur ke belakang saat tubuhnya bersandar menghilangkan kepenatan.

Pria itu melepas kacamata dan menghirup aroma obat-obatan yang kental di dalam ruangannya. Kepalanya mendongak ke langit-langit berwarna putih steril sebelum berpaling dan melirik jam putih di dinding.

Rasa frustrasinya meningkat.

Dua jamnya yang berharga sudah direnggut paksa oleh sebuah rapat konyol yang hanya berakhir pada keputusan-keputusan klise semacam perbaikan performa, perbaikan keamanan, dan perbaikan presentasi keberhasilan subjek eksperimen.

Keputusan-keputusan yang terlalu menggeneralisasi—jika mengutip pendapatnya—karena peningkatan tanpa presentase yang jelas adalah kata yang subjektif.

Tapi dia tidak bisa protes. Kegagalannya sebelum ini sudah membuat dirinya harus terjerumus langsung ke lapangan dan mengambil peran yang cukup krusial: mengawasi subjek secara langsung dari dekat. Butuh banyak usaha untuk melepaskan diri dari subjek yang dia amati langsung di lapangan, tapi para rasendriya pemberontak yang gagal itu memuluskan jalannya.

Hanya butuh sedikit darah dan seragam yang pas lalu segala hal berjalan sesuai dengan keinginannya.

Para rasendriya gagal itu terbunuh dan data-datanya tetap aman, dua tujuan utamanya tercapai.

Sayang bagi jajaran atas dan sang pemimpin pengganti, kinerjanya tidak cukup baik. Mereka memutuskan dirinya tidak bisa dipercaya lagi untuk menempati posisi puncak. Pemimpin yang tadinya hanya diangkat menjadi pengganti itu kini menggantikannya sebagai pemimpin: satu langkah mundur yang menampar pipinya dengan keras.

Namun alih-alih kesal, pria itu malah menyeringai.

Dia sudah satu langkah lebih dekat dari merebut kembali kursi pimpinan operasi. Selain kursi pimpinan operasi, kursi pemimpin eksperimen masih aman berada dalam tangannya dan kemungkinan besar tidak akan berpindah tangan dalam waktu dekat.

Alasannya tidak lain adalah karena tidak ada orang lain yang sanggup mengumpulkan seluruh senjata milik Parasurama, tidak ada yang bisa menjadi pionir pembuatan chiranjiwin buatan, dan jauh lebih tidak ada orang lain yang bisa menangkap dan menjadikan Aswathama kelinci percobaan.

Namun kegagalan selama enam bulan ini sudah mengganggu ketentramannya.

Enam bulan lalu dia sudah mendapat notifikasi terkait chip identitas yang dia tanamkan ke kepala para rasendriya ciptaannya yang tidak lagi berfungsi. Lebih dari enam belas tanda vital yang dikabarkan lewat chip itu sudah lenyap dalam satu hari yang sama.

Pria itu butuh waktu untuk memeriksa identitas siapa saja yang lenyap. Para rasendriya yang gagal, para model lamalah yang lenyap. Dia mengkonfirmasi lebih jauh.

Sinyal yang hilang bisa berarti banyak hal, tidak selalu kematian. Tapi saat dia sudah yakin kalau seluruh chip itu hilang karena subjeknya telah mati, dia lega luar biasa. Ada seseorang yang sangat baik hati di luar sana, bersedia mengotori tangannya untuk membunuh para rasendriya dia berterima kasih untuk itu.

Sayangnya, chip identitas milik Aswathama dan Nirina juga ikut lenyap. Berbeda dari chip lain, dua chip itu hilang tanpa meninggalkan jasad.

Artinya ada kemungkinan dua orang itu melarikan diri darinya.

Itu bukan hal bagus dan karena itu pulalah dia sudah mengirimkan banyak tim pencari selama enam bulan ini untuk mengintai dan mencari tahu lokasi persis kedua orang itu yang sayangnya hingga detik ini tidak berbuah baik.

RasendriyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang