Bagian 1

869 58 36
                                    

Dunia sudah tidak lagi muda, langit biru tercemar beribu polusi. Dimana udara tidak sesegar udara pegunungan, dimana saat sang surya yang berdiri tepat diatas kepala panasnya terasa seperti ketika dekat dengan kawah gunung berapi. Dimana tanaman yang seharusnya menjadi penghasil oksigen dan penyejuk udara kini tidak sering dijumpai, dimana air tanah sudah tidak dapat digunakan karena tercemar. Saat itulah seharusnya manusia sadar, bahwa bumi sudah semakin rusak.

Namun, manusia seolah menutup mata, telinga, pikiran bahkan hati mereka. Meskipun hanya untuk memperbaiki hal kecil, mereka lebih memilih menggunakan Kendaraan yang semakin menambah kemacetan dan polusi, mereka lebih memilih membakar hutan daripada menjaganya, mereka lebih memilih uang dari pada menyelamatkan hewan yang sudah hampir punah, mereka lebih memilih memanjakan diri dengan dinginnya AC daripada memperbaiki udara dengan penghijauan.

Itulah yang membuat Astri menutup matanya setiap malam, berdo'a dan berharap agar hari esok manusia akan berubah. Astri adalah seorang anak perempuan yang tahu bahwa bumi ini sudah sangat memprihatinkan, orang-orang hanya memperdulikan uang, harta, jabatan dan kesenangan tanpa memikirkan keadaan bumi yang semakin rentan.

Setiap tahun baru, banyak dari masyarakat dunia yang merayakannya dengan menyalakan kembang api. Berpesta ria, tapi menurut Astri malam itu bumi menangis, karena langitnya terus ditembaki dengan api yang membuat lapisan ozon menjadi rusak. Tidak ada akhir tahun yang baik, hanya awal tahun yang akan menjadi bencana.

"Betapa indahnya Gunung ketika kita berada dibawahnya dan menatap keatas, melihat kokohnya ia berdiri. Namun bagaimana ketika uang bermain? Puncak gunung kini rata dengan kakinya, bagaimana mau kita menatap keatas kembali? Bagaimana bisa kita menaikinya? Yang dapat kita lihat kini hanyalah sebidang tanah luas karena penggalian, bahkan mungkin saja akan berbalik menjadi sebuah lubang yang dalam. Kita telah kehilangannya, sang puncak tertinggi." Astri menatap beberapa temannya seraya menunjuk foto sebuah gunung tinggi.

Astri dan temannya sering berkumpul disebuah ruang kosong yang terdapat di asrama tempat tinggalnya, membicarakan beberapa hal tentang perubahan dunia. Dimulai dari gunung es yang mencair, suhu panas yang semakin memburuk, cuaca yang tidak menentu, bencana alam, bahkan membicarakan percobaan nuklir yang mengancam kelangsungan hidup umat manusia.

"Lantas apa yang dapat kita lakukan? Kita hanyalah orang biasa yang tidak mempunyai wewenang. Dan meskipun dunia ini meronta, kita tetap tidak dapat berbuat apa-apa." Luis berdiri dari kursinya dan kini duduk diatas meja.

"Mengapa kita tidak mencoba bicara pada dunia?" tanya Jina pada seluruh temannya yang terdiam.

"Kita tidak akan didengar Jin, mereka lebih melirik politik, kekuasaan dan perang." Ucap Rio yang kembali menatap bukunya, buku yang selalu ia bawa karena menjadi buku yang paling antik.

Buku kertas kini sudah tidak beredar lagi, tergantikan dengan buku elektronik. Bukan karena mengurangi penebangan pohon, namun karena memang sudah sulit mencari lahan untuk penanaman pohon. Lahan kini tergantikan oleh perumahan mewah dan bangunan tinggi yang membuat tanah semakin tertekan kebawah.

"Jika saja manusia berubah saat itu, pastilah kini bumi tidak seperti ini." Astri bergumam pada dirinya sendiri saat ia menatap langit yang berwarna orange kemerahan.

"Manusia tidak akan berubah Astri, mereka berfikir merekalah yang memperbaiki bumi menjadi lebih baik." Bima menjawab gumaman wanita itu.

"Tetapi pada kenyataannya tidak! Mereka justru semakin merusaknya, membuat barang-barang yang dikemudian hari menjadi sampah. Yang kini menjadi penyumbang terbesar masalah kita." Jina menatap Handphone yang sudah rusak diatas meja.

"Kita harus merubahnya, sebelum terlambat!" Astri menatap keempat temannya dengan gigih.

"Bagaimana caranya? Apa kau mempunyai cara agar kita keluar dari sini? Bahkan semut pun tidak luput dari mata kamera yang terpajang disetiap pintunya." Luis menatap kamera pengawas yang dipasang pihak asrama sekolah mereka agar tidak ada satupun siswa yang kabur dari asrama tersebut, sekolah yang mempunyai standar kedisiplinan tinggi namun bukan sekolah yang mengedepankan sikap ramah lingkungan.

Sekolah Alam ini memiliki nama yang benar-benar bersahabat, namun melahirkan generasi-generasi perusak. Dimana kebanyakan lulusannya kini adalah direktur perusahaan tambang minyak, tambang Emas, tambang batu bara. Lalu apa yang harus dibanggakan? Jika penambangan itu merusak dunia? Dan tidak berusaha memperbaikinya? Untuk apa memiliki ilmu alam jika nantinya ilmu itu digunakan untuk merusaknya?

Astri, Luis, Jina, Bima dan Rio adalah murid yang baru belajar selama satu tahun. Awalnya mereka merasa menjadi seorang direktur perusahaan sumber daya adalah tujuan yang sangat sempurna, namun sebuah fakta membuat kelimanya sadar. Bahwa menjadi direktur disebuah planet yang akan hancur bukanlah hal yang bagus, mereka harus mengubah pandangan manusia tentang uang dan jabatan.

"Kita buat suatu kekacauan!" Bima berdiri ditempatnya seraya membelakangi kamera pengawas, ditangannya ia menunjukkan sebuah tulisan yang membuat keempat temannya ini tersenyum bahagia.

"Oke, biarkan aku yang menanganinya. Kalian bersiaplah saat makan siang tiba besok!" Rio memimpin, membuat keempatnya dengan suka rela setuju padanya. Sikap cekatan yang dimiliki Rio memang diakui oleh keempat temannya ini, maka tak heran ketika mereka setuju saat Rio memberi perintah.

"Baiklah, sampai jumpa besok. Jangan melupakan hal-hal yang penting!" Astri berjalan mendahului keempat temannya, ia sempat mengatakan sebuah kode yang pasti diketahui oleh empat pelajar itu. Berjalan dilorong yang sangat sepi, melihat beberapa penjaga yang bertugas di ujung lorong.

~•~•~•~•~•
Astri membuka Laptop canggihnya dan mulai membuat sebuah klip video, untuk tiga jam lebih ia tetap berkutik didepan Laptopnya. "Apa yang sedang kau lakukan Astri?" seorang gadis berambut panjang hitam bertanya pada Astri. Astri sedikit kaku ketika menyadari teman sekamarnya itu ternyata sudah ada didalam kamar, diatas tempat tidur.

"Ah... Bukan apa-apa, kenapa kau belum tidur Julia?" Astri memutar kursi belajarnya mengadap kearah tempat tidur tingkat miliknya dan teman sekamarnya itu.

"Aku baru saja terbangun karena suara musik yang keluar dari laptopmu..." protes Julia yang kembali merebahkan dirinya dan tidur. Setelah yakin bahwa Julia sudah kembali tidur, Astri segera menyimpan video yang ia buat tadi dan berjalan kearah lemari, menyiapkan beberapa pakaian, sebuah senter, sebuah syal, sepasang kaos tangan dan kaos kaki juga sebuah topi. Tak lupa ia membawa uang elektronik nya, kemudian ia berjalan perlahan mengambil sepatu boot miliknya dibawah tempat tidur, memasukan Laptop beserta Chargenya kedalam ransel yang akan ia bawa esok hari.

Saat tengah sibuk dengan persiapannya, sebuah pesan masuk muncul dilayar handphone milik Astri,

Dari : Rio

Kawan, Bima mengatakan pada ku untuk memberitahu kalian jika besok, kalian semua berkumpul di aula A lantai dasar, dan ingat aba-aba yang akan kita berdua berikan pada kalian adalah "Terbang". Jika kalian mendengarnya segeralah berlari kearah pintu keluar D yang berada disebelah kanan Aula, disana akan ada sebuah pagar pembatas terbuka yang sudah aku dan Bima siapkan. Jadi tetaplah untuk saling terhubung dengan kita lewat handphone dan pastikan pulsa kalian terisi. Jam 10 aku yang akan terlebih dahulu memaggil kalian, setelah kita berkumpul di luar barulah kita rencanakan langkah selanjutnya.
Selamat malam, Berjuanglah untuk planet kita kawan.

Astri segera mengecek pulsa yang ia miliki, ketika dirasa tidak terlalu banyak maka dengan segera ia mengisi pulsa elektroniknya. Sebuah pesan kembali masuk ke ponselnya,

Dari : Jina

Apakah hal yang kita lakukan ini benar?

Astri mengerenyitkan dahinya, ketika membaca pertanyaan dari Jina yang terkesan ragu akan rencana mereka. Maka, segera saja ia membalas pesan yang terbilang sangat singkat dari Jina,

Untuk : Jina

Jangan ragu akan hal ini! Karena jika kita hanya berdiam diri, kita akan berakhir. Percayalah bahwa perjuangan esok tidak akan sia-sia.

Astri menyimpan handphonenya diatas meja, kemudian ia berjalan kearah tempat tidur dan mulai beristirahat.

Tahun Baru Akhir DuniaOù les histoires vivent. Découvrez maintenant