Bagian 8

88 17 0
                                    

"Arial?!" Rio terdengar kaget dengan semua ucapan teman semasa kecilnya itu, Bima segera menghampiri pemuda yang sudah berjalan kearah pintu kamar.

"Tunggu!" Bima mengejar Arial yang sudah keluar dari kamar, Astri melihat Jina maupun Luis yang hanya terdiam saling menatap. Ia mengambil talkie box yang berada di genggaman Luis.

"Rio, Bagaimana sekarang?" Astri menunggu jawaban dari Rio yang sepertinya tengah berpikir, Jina dan Luis pun ikut menunggu.

"Beritahu aku di mana kalian saat ini?" Astri menatap Jina dan Luis yang juga menatap kearahnya dengan serius. Hatinya bimbang, bagaimana jika prasangka buruk yang dikatakan Arial benar-benar terjadi? Bagaimana jika polisi yang kini bersama dengan Rio hanya ingin menipu mereka?

Astri mulai sedikit panik, ia tidak bisa memutuskan hal itu sendiri. Ia segera memberikan Talkie box itu pada Bima yang baru saja kembali masuk kedalam kamar.

"Lebih baik kau yang memutuskan!" ucapnya pada pemuda itu, Bima menyetujuinya dan segera memberitahu di mana lokasi mereka saat ini.

"Aku khawatir!" ucap Astri menatap Bima, Luis dan Jina ketika ketiganya tengah menunggu kedatangan Bima.

"Apa yang membuatmu khawatir? Kita sudah mempercayai Rio bukan?" tanya Jina menggenggam tangan Astri yang berada di sampingnya.

"Tapi dapatkah seorang polisi dengan mudahnya membebaskan tahanan? Aku sangat mempercayai Rio. Namun, ada sedikit keraguan yang ku rasakan. Mungkin saja prasangka Arial benar..."

"Dan mungkin juga prasangkanya salah!" ucap Bima yang memotong perkataan Astri. Sehingga kini, wanita itu menatapnya.

"Astri, kau adalah orang yang paling optimis di antara kami! Aku mengetahui siapa dirimu, dan keraguanmu itu muncul hanya karena kau panik. Jangan ragu! Bukankah kau yang berkata seperti itu pada Jina?" Astri menundukkan wajahnya, ia sedikit tenang. Karena mungkin Bima benar, dirinya sedang dilanda kepanikan kini.

"Ayo, kita harus bersiap menemui Rio!" Bima menarik lengan Astri, mengajaknya untuk membereskan kembali barang-barang mereka yang belum rapi.

~•~•~•~
"Temanmu?" tanya polisi yang kini duduk di kursi kemudi, setelah mendengar beberapa percakapan dari talkie box yang di pegang Rio.

"Benar, maaf kan aku. Kau dapat mendengar semua perbincangan kami." Rio merasa tidak enak saat Arial dengan jelasnya mengatakan bahwa polisi tidak dapat dipercaya. Pastilah perkataan seperti itu menyakitkan untuk seseorang yang berprofesi sebagai polisi.

"Tidak apa-apa. Mungkin, temanmu mempunyai pengalaman buruk dengan polisi. Aku dapat menerimanya karena dia benar, saat dia mengatakan bahwa kita harus 'Pintar-pintar untuk mempercayai seseorang'!" Polisi tersebut memberikan seulas senyuman saat mengatakannya.

"Aku juga merasa dia benar." Rio menatap polisi itu dengan tajam.

Lelaki berseragam hitam itu menengok dan segera mengambil senjata yang tersedia di pintu mobil. Namun ia kalah cepat dengan Rio, pemuda itu sudah lebih dulu meraih electric gun yang tersimpan di kursi belakang.

Mobil tersebut tiba-tiba menjadi hilang kendali, ketika lelaki yang duduk di kursi kemudi tidak sadarkan diri. Rio segera menekan tombol otomatis dan menghentikan mobil tersebut di sebuah bahu jalan.

Rio mengambil Talkie box nya dan menyambar beberapa alat milik polisi itu, sebuah Electric gun, shoot gun, handcuffs, dan kotak peluru.

"Katakan saja sekarang aku benar-benar menjadi seorang kriminal!" gumamnya seraya menulis sebuah memo pada buku electronic dan meletakkannya di kaca kemudi.

Tahun Baru Akhir DuniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang