Bagian 5

126 22 5
                                    

Langkah kaki kelima remaja itu sempat ragu ketika berpapasan dengan sistem deteksi yang ditempatkan diperbatasan kota, Astri menatap Rio yang tetap menatap kearah perbatasan itu.

"Bagaimana sekarang? Apa kita harus kembali?" tanya Luis pada Rio yang berjalan didepannya, keempatnya sempat berhenti melangkah saat Rio terdiam.

"Tidak, tinggalakan handphone dan kartu identitas kalian disini!"

"Kartu Identitas?" Jina terkejut mendengar perintah Rio yang mengharuskan mereka membuang kartu identitas mereka, Rio hanya mengangguk kecil padanya.

"Lihatlah layar besar disana! Berpencarlah dan kita akan kembali berkumpul setelah melewati sistem deteksi itu." Bima menatap sebuah layar yang ada diatas sebuah gedung tinggi, merekapun ikut mengangkat kepala untuk menatap layar tersebut. Terlihat beberapa foto dilengkapi dengan nama yang tertulis dibawahnya, dan kelimanya tahu bahwa dari berpuluh-puluh orang yang ada difoto itu tertulis juga nama mereka. Karena foto orang pertama yang terpampang disana adalah Astri dan Bima, kelimanya saling menatap dan mengangguk.

Rio segera membagikan sebuah Identitas palsu dan sebuah Talkie box yang terlihat seperti remote tipis lengkap dengan headset.

"Berhati-hatilah!" Rio memasang headsetnya dan berjalan menjauh dari keempat temannya, Astri menatap seluruh temannya yang berjalan memencar satu persatu. Ia mengeluarkan ponselnya dan kartu identitasnya, berjalan kearah sebuah tempat penghancur sampah.

Tanpa banyak berfikir ia membuang kartu identitas beserta ponselnya kedalam tong penghancur yang menggiling langsung kedua benda itu.

"Kenapa anda menghancurkan kedua benda itu nona?" Astri terkejut ketika seorang gadis kecil yang berdiri disampingnya bertanya, Astri membuang nafas dan berjongkok menyamakan tinggi gadis itu.

"Apa yang sedang kau lakukan disini? Mana orang tua mu?" tanya Astri memegang kedua bahu gadis kecil ini, gadis itu hanya terdiam menatap aneh pada Astri. Astri mulai was-was, bagaimana jika gadis kecil ini menangis dan menarik banyak perhatian? Maka dengan segera ia meninggalkan gadis itu dan kembali berjalan kearah perbatasan kota.

Beberapa penjaga berbaju hitam dan bersenjata berdiri dipintu perbatasan, Astri membenarkan kacamata kitam besar yang ia pakai dan berjalan dengan santai menghadapinya.

"Pemeriksaan! Silahkan tunjukkan kartu identitas anda!" Astri dengan sedikit ragu mengeluarkan identitasnya yang diberikan oleh Rio, salah satu petugas menatapnya curiga dan hendak meraih kacamata yang ia kenakan.

"Jangan bergerak!" Astri diam membatu ketika seorang petugas berteriak disamping kanannya, ia menoleh perlahan ketika mendengar suara seorang pemuda berteriak-teriak meminta untuk dilepaskan.

"Kau boleh kembali berjalan!" ucap petugas yang memeriksa identitas Astri, ia mengembalikan kartu itu dan mempersilahkan Astri untuk kembali berjalan. Astri bernafas lega dan menatap pemuda yang berteriak tadi dari kejauhan.

"Kita bertemu 100 meter didepan pintu itu arah jam 2 oke?!" Astri mendengar perintah Rio dari saluran Talkie box yang tetap terpasang dengan sebuah headset.

"Sip!" ucap Astri berjalan kearah jarum jam 2. Ia melirik kanan dan kirinya, beberapa orang terlihat sibuk dengan apa yang mereka kerjakan. Dimulai dari seorang anak yang sedang memainkan gadget nya, sekumpulan pemuda yang bermain papan jet seluncur, sekumpulan wanita dengan gaya fashion yang tinggi dan beberapa pria berjas yang menawarkan saham untuk investasi.

Seseorang menepuk pundaknya, membuat gadis dengan tinggi badan 170 itu menoleh. "Lebih baik jika kita berjalan bersama nona, jadi kau akan merasa lebih aman!" pemuda berparas tampan tersenyum dan berjalan mendampingi Astri.

"Kau membuatku takut!" Astri memukul pelan bahu Bima yang lebih tinggi darinya, hanya kekehan kecil yang dilakukan oleh Bima saat menerima pukulan tersebut.

"Gawat! Sssttt... Hhh... Hh... Mereka curiga padaku dan mulai mengikutiku! Hh... Krsssstt." Suara Rio terdengar sedikit terengah-engah dengan langkah kaki yang terdengar cepat, dan sudah dipastikan saat ini pemuda itu tengah berlari dari sebuah kejaran yang entah siapa. Baik Astri maupun Bima yang mendengar hal itu dari masing-masing Talkie box kini terdiam dan saling menatap.

"Jangan mendekati arah jam 2! Sekali lagi, jangan dekati arah jam 2! Berbaurlah dan tunggu perintah selanjutnya." Bima segera mengambil alih perintah yang sebelumnya dipegang oleh Rio,

"Sip!" terdengar jawaban dari Luis dan Jina diwaktu yang hampir bersamaan, dan itu membuat Bima sedikit bernafas lega. Segera ia menarik lengan Astri dan membawanya berjalan dengan cepat kearah sebuah toko minuman, dan duduk disana setelah memesan dua gelas soda.

Astri dengan heran menatap Bima yang terlihat berfikir keras seraya menatap was-was kearah orang-orang yang berlalu lalang.

"Bim!" tegur Astri pada pemuda tinggi itu, sang pemuda kemudian menatap Astri dengan panik.

"Ya?" tanyanya, tanpa berbicara Astri menggenggem tangan Bima yang diam diatas meja dan mengangguk seolah memberikan sebuah isyarat agar pemuda itu tenang.

Genggaman itu semakin erat ketika Bima ikut menggenggam tangan Astri, "Aku mengerti! Kita berkumpul didepan fashion shop rose yang ada sekitar 700 meter dari perbatasan, oke?" Bima memberi perintah kepada dua temannya yang lain, entah bagaimana nasib Rio saat ini yang jelas ia harus menyelamatkan dua temannya yang lain terlebih dahulu.

"Sip!" setelah mendengar jawaban itu, Astri dan Bima pergi menuju tempat yang sudah disepakati. Selintas Astri melihat segerombolan orang berpakaian hitam berlari kearah jam 2 dan sayup-sayup ia mendengar ucapan seorang dari orang-orang tersebut, mereka membicarakan seorang pemuda yang berhasil dilumpuhkan oleh Electric gun.

Jantung Astri mendadak berpacu dengan kencang, fikiran buruk mengenai Rio terus berdatangan sehingga ia tidak sadar bahwa sedari tadi Bima mengajaknya bicara.

"Astri!" tegur Bima, gadis itu tersadar dari fikiran-fikiran buruk tadi. Ia meremas lengan Bima yang ia genggam sedari tadi, membuat pemuda itu bertanya ada apa dengan dirinya.

"Rio... Dia dilumpuhkan dengan Electric gun, bagaimana ini Bima?" Astri berbicara seraya menahan tangisnya, meskipun orang yang dimaksud lelaki berbaju hitam itu belum tentu Rio.

"Kau mengetahui hal itu dari siapa?" Bima menatap Astri dengan serius, pemuda itu tetap membawa Astri berjalan kearah Fashion shop rose.

"Salah satu dari penjaga-penjaga itu mengatakan bahwa mereka berhasil melumpuhkan seorang pemuda dengan Electric gun." Bima menyipit dan menegakkan tubuhnya, mencari orang-orang dengan baju hitam yang berjalan kearah jam 2.

"Kalau begitu, temuilah Jina dan Luis di Fashion shop yang kita bicarakan itu. Dan tunggulah disana untuk 10 menit, aku akan memastikan bahwa pemuda yang mereka maksud bukanlah Rio." Astri menggelengkan kepalanya berulang kali,

"Aku ikut denganmu!" ucapnya tegas, Astri menggenggam lengan pemuda ini semakin kuat. Bima terdiam untuk berfikir sejenak, ia membuang nafasnya dan mulai menekan talkie box yang ada disakunya.

"Apa kalian sudah sampai? Aku dan Astri sebentar lagi sampai disana!" Bima menarik tangan Astri agar melanjutkan berjalan kearah Fashion Shop, gadis itu terkejut karena ia mengira jika Bima akan menariknya menuju lokasi Rio.

"Jangan fikirkan dia, jika memang benar dia tertangkap. Kita tidak bisa melakukan apa-apa kecuali menjalankan tujuan utama kita." Ucap Bima membuat Astri bungkam.
Gadis itu kini berfikir mengapa Bima dapat mengatakan hal yang begitu kejam padanya mengenai temannya sendiri? Toko yang dimaksud tadi sudah terlihat dan Astri dapat menangkap dua siluet yang berdiri dan berbincang disana, Jina dan Luis itu pasti keduanya.

Tahun Baru Akhir DuniaDonde viven las historias. Descúbrelo ahora