Lima

67 7 2
                                    

Setahun lalu, Karen dipindahkan dari Lapas Wanita ke Rumah Sakit Jiwa. Ia didakwa atas kasus pembunuhan kekasihnya, jiwanya perlahan-lahan menjadi terganggu. Ia sering berhalusinasi dan berteriak 'aku bukan pembunuh', lalu tertawa tanpa alasan yang jelas.

Setelah dilakukan beberapa pemeriksaan, Karen kemudian dipindahkan ke RSJ dengan pengawasan ketat.

Ada penyesalan di dalam diri Anna ketika mendengar penjelasan Dr. Avni tentang Karen. Bagaimana Ia bisa melewatkan setiap kejadian di hidup Karen? Harusnya Ia ada di sisi Karen waktu itu.

Anna hanya bisa menatap nanar pada seorang perempuan yang sedang tertawa-tertawa bersama pasien lainnya. 


"Lihat ini, koleksi Gucci terbaru... Cuma gue yang punya di seluruh dunia."

Dalam jarak 5 meter, sahabatnya itu mengorasikan merek-merek ternama dunia. Membuat beberapa pasien yang mengelilinginya berdecak kagum dan bertepuk-tepuk tangan.

Anna bahkan tidak menyadari bulir bening mulai memenuhi pipinya.

"Ayo sekarang kita kocok arisannya!" teriak salah satu dari pasien tua di sebelah Karen.

"Ayooo ...!" yang lain bersorak dan menggoyang-goyangkan pinggulnya saat perempuan tua itu memutar-mutar botol plastik.

Ditemani Dr. Avni, Anna membuka langkahnya, mendekati kerumunan pasien yang masih menggoyang-goyangkan pinggul seirama dengan goyangan botol plastik oleh salah satu dari mereka. Seraya berjoget ada yang berteriak-teriak bahkan ada yang menyanyikan lagu balonku dengan lirik asal-asalan. Tatapannya yang basah tak teralih sedikitpun pada Karen yang menggandeng tas yang terbuat dari goni gandum bekas. Kerumunan itu bersorak saat Anna semakin dekat.

"Lari... Ada polisi cantik...!" teriak Karen yang langsung membuat semua pasien berlari kocar-kacir.

"Karen." Anna berhasil mencekal tangan Karen. Sahabatnya itu kaget dan berusaha melepaskan tangan Anna darinya.

"Lepas! Lepas!" Karen berteriak, namun pegangan Anna terlalu kuat untuk membuatnya bebas. "Lepasin gue!" teriaknya sekali lagi.

"Karen, maafin aku."

"Bu Ariana." Dr. Avni berusaha melerai, memperingati Ariana untuk melepaskan Karen yang mungkin akan membuatnya celaka.

Benar saja, ketika Karen merasa usahanya melepaskan diri sia-sia, Ia menggigit tangan Anna. Anna refleks melepaskan Karen. Tak sampai di situ, Karen menampar pipi Anna dan berteriak, "Gue nggak ngerebut suami lo! Gue bukan cewek pelakor!" setelah meneriakkan hal itu berulang kali, Karen mencambak rambutnya sendiri, mengerang dan berlutut. "Gue bukan  bukan cewek murahan ... gue bukan pelacuuurrr ...!"

Dr. Avni mendekati Karen dan mendekapnya lembut. Dari mulutnya, keluar kalimat-kalimat yang membuat Karen berangsur-angsur tenang. Kemudian Dr. Avni membawa Karen kembali ke kamarnya.

Anna terpaku di tempatnya. Bekas gigitan juga tamparan Karen tidaklah sebanding dengan rasa sesak di dadanya ketika menemukan fakta ini.

***

Anna tidak bisa fokus pada jalanan di depannya, kepalanya sekarang mulai pusing. Wajah Karen yang kuyu, rambutnya yang berantakan kembali membayangi Ariana. Anna menganggap teriakan, gigitan, bahkan tamparan yang diterimanya sangat pantas untuknya.


Karen seperti memberikan hukuman padanya, yang terlambat menemukan Karen, dan melewatkan banyak hal dalam hidupnya.

Pandangan Ariana ditimpa cahaya keemasan yang menyilaukan mata, Ariana membanting setir saat ada kendaraan lain yang menyalip dari arah berlawanan. Posisinya yang hampir berada di tengah jalur membuatnya nyaris bertabrakan. Jika saja Ariana tidak bertindak cepat, mungkin sesuatu yang buruk telah menimpanya.

KareninaWhere stories live. Discover now