Dua

77 6 0
                                    

"Sudah menentukan pilihan?" Anna melengos dan menopang wajahnya, meletakkan begitu saja katalog di atas meja, sementara kedua matanya sibuk memandangi Ethan yang sedang serius. Kontras sekali dengannya.

Semakin lama Anna memandangi kekasihnya itu, debar-debar tak terkendali kembali menguasainya. Harus lekas diakui bahwa cuma Ethan yang mampu melakukannya. Sebab Ethan adalah cinta pertamanya dan Ia berharap cinta mereka akan abadi selamanya.

Anna tidak menginginkan yang lainnya.

"Yang ini kayaknya unik... Seperti perkamen pada jaman kerajaan."

Jari-jari Ethan berhenti pada satu sampel yang menampilkan sebuah undangan berbahan kain berwarna hitam dengan tulisan perak di dalamnya. Pada ujung dan pangkalnya terdapat sebuah lempengan almunium menyerupai kayu yang akan memperkuat gulungan. Undangan itu tampak keren di mata Ethan.

"Kita juga nggak perlu ribet-ribet foto hanya untuk undangan. Baby, gimana menurut kamu?"

"Eh!" Anna terlonjak seketika itu. Lamunannya pun buyar. Kini wajahnya memerah karena tertangkap basah sedang memerhatikan Ethan.

Ethan tertawa kecil. Ekspresi Ariana barusan begitu menggemaskan sehingga ia butuh ponsel untuk merekamnya. Akan ia mainkan rekaman itu saat ia mulai bosan atau sedang merindukan gadis itu.

"Lagi, dong!" sekarang Ethan sudah siap dengan ponselnya.

"Apa-apaan sih kamu?" Anna menggerak-gerakkan kedua tangannya agar Ethan menurunkan ponsel dari depan wajahnya.

Ia tidak suka direkam, tentu saja. Penampilannya sekarang yang tanpa make up berbalut kaus rumahan dan celana tidur selutut tidak membuatnya percaya diri.

"Lucu tauk." Ethan langsung menekan stop pada perekam video yang merekam wajah Anna.

Belum sempat Ethan meletakkan kembali ponselnya, benda pribadinya itu bergetar dan menampilkan sebuah nama yang membuat Ethan tampak kesal. Ariana yang masih berusaha menyembunyikan wajah kikuknya langsung menoleh saat mendengar desahan itu. Berselang lima detik, Ethan mematikan ponselnya dan kembali mengambil katalog yang memuat undangan pilihannya yang belum juga sempat dilihat Ariana.

"Kenapa nggak diangkat?" Anna tidak bermaksud mengalihkan pembicaraan juga bukan karena cemburu berat.

"Itu—" Ethan mengambil kembali ponselnya dan menunjukkan pada Ariana. "Raja. Dia ngajakin—"

Belum sempat usai uraian Ethan, ponsel di tangannya kembali bergetar. Ariana sigap mengambilnya.

"Aduh, jangan diangkat!" larang Ethan, tapi sayang, Ariana tidak mengindahkannya.

Gadisnya itu kini sudah menempelkan benda pipih miliknya itu ke telinga lalu jarinya yang tertempel di atas bibir memperingatinya untuk tidak berisik.

"Eh halo... Bro... Nggak usah sok sibuk gitu, deh. Ayolah... ini pasti akan jadi pesta terakhirmu sebagai jejaka."

Anna menutup mulutnya, menahan geli di perutnya.

Jadi Ethan dan teman-temannya mau mengadakan pesta lajang?

"Darrel juga udah di Jakarta, nih. Kapan lagi cuy?!"

"Jadi kalian mau bikin pesta tanpa aku, ya?" tanyanya seraya mengeling ke arah Ethan yang menggigit bibir bawahnya.

Ethan terlihat sangat cemas.

"Mati!" reaksi Raja begitu mendengar suara Anna. "Suara cewek, bro!"

"Halo Ja. Iya ini Anna. Kayak nggak tahu Ethan aja. Dia kan emang sok sibuk orangnya. By the way apa kabar, Ja? Sehat, kan?"

"Eih, Anna. Lagi sama Ethan, ya?" tanyanya berbasa-basi. "Yang tadi cuma boongan, kok. Biasa lah, pacarmu itu kan emang sok sibuk banget sampe-sampe nggak mau diajak ngumpul."

KareninaWhere stories live. Discover now