ENAM: THE FLASH AND DANGER

264K 15.5K 556
                                    

SAYA BERSUMPAH AKAN MEMBERIKAN VOTE DAN KOMENTAR DI CERITA INI! 

SELAMAT MEMBACA YA AYANG 😍

KOMENTAR SETIAP PARAGRAF YA 😘

ABSEN DULU SEBELUM MEMBACA 👋

***

Gaga bangkit meninggalkan sofa yang sejak tadi membuat tubuhnya terasa nyaman. Belrumahnya baru saja berbunyi. Cowok itu berderap cepat dari sana seolah tak maukalah dengan asisten rumah tangga untuk membukakan pintu. Gaga ingin menjadiorang pertama yang menyambut kedatangan orangtuanya.

Sebuah senyum terulas di bibirnya ketika berhasil membuka pintu besar di hadapannya. "Apa kab—" Lalu kata-kata itu terhenti begitu saja di ujung lidahnya.

Ayah dan ibunya melewati pintu sambil tersenyum sekenanya. Gaga lantas memejamkan mata sesaat. Hatinya terasa berat. Apakah mereka gak pernah anggap gue ada? Keluhnya dalam hati. Gaga tidak mengerti harus bagaimana. Di satu sisi, dia sangat senang orangtuanya pulang. Tetapi di sisi yang lain, Gaga merasa dia bukan hal yang harus dirindukan.

Mereka semua kini bergerak menuju ruang tengah. Ayah dan ibunya duduk lebih dulu di sebuah sofa, kemudian Gaga menyusul pada beberapa detik selanjutnya. "Sekolahmu baik-baik saja, kan?" tanya ayahnya langsung pada saat itu.

"Gak ada masalah, pa." Gaga menjawab sekadarnya.

Ayahnya mengangguk lalu menyandarkan punggung di sana. "Bagus... sekolah yang benar biar sukses seperti papa!" 

Sambil memeriksa handphone dengan serius, ayahnya terus berbicara. "Kamu adalah pewaris tunggal semua yang papa kerjakan selama ini, Ga."

"Lulus SMA kamu harus sekolah di luar negeri!" Ucapan ayahnya itu membuat Gaga menegakkan tubuh.

Gaga berdiri lalu bergumam. "Pa... Gaga gak suka bisnis. Gaga mau jadi musisi. Tolong ngerti, pa."

"Jangan melawan kamu, Ga. Ini perintah!" Suara pria itu meninggi membuat ibunya menggenggam tangan Gaga.

Tangan itu membuat Gaga merasa bisa mengontrol amarahnya. "Malam ini band Gaga ngisi acara di kafe RAJA. Kalau mau lihat siapa diri Gaga yang sebenarnya datang aja jam delapan. Gaga tunggu, pa!"

Pria yang sekarang melipatkan kedua tangannya di depan dada itu tidak suka dengan penuturan anaknya. "Berhenti main band yang gak jelas itu!"

Bukan Gaga kalau menciut begitu saja. Ini adalah pilihan hidupnya. "Maaf, pa. Gaga gak bisa nurutin papa. Gaga sudah besar, pa. Gaga bisa ngambil jalan hidup yang Gaga mau!"

"Kamu pikir... kamu bisa besar kayak gini, punya segalanya, dari ngeband? Enggak, kan?" Ayahnya terus menentang keinginan anaknya.

Gaga tersenyum hambar. "Gaga gak butuh kekayaan, pa. Lagi pula gak dibawa mati juga, kan?"

Perempuan berlipstik merah yang berada di antara mereka pun bangkit dari posisi duduknya, dia sudah tidak tahan lagi dengan perdebatan ini. Jadi beliau berbicara kepada anaknya.  "Sudah Ga, kamu masuk ke kamar!"

Gaga mengambil jaketnya di meja lalu menatap kedua orangtuanya sesaat. "Gaga mau keluar. Mau latihan!"

***

Alex menghentikan petikan gitarnya, lalu berbicara dengan lagaknya yang sok hebat. "Lo bisa gak nyanyi yang benar?"

"Jangan bawa masalah ke tempat ini!" Alex menaruh gitar ke tempatnya kembali.

Gaga menarik napasnya lalu ditaruhnya kembali alat pengeras suara ke stand mic. "Mau lo apa sebenarnya, Lex?"

Entah kenapa cowok berkulit putih itu selalu berhasil membuat emosi Gaga menyala. "Lo pikir gampang nyanyi?"

Pangeran KelasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang